36. Flakes

463 55 2
                                    

.

     Eric serius dengan ucapannya. Kini remaja laki–laki itu sudah semalaman dalam keadaan kritis.

     Sebagai seseorang yang terakhir kali menemani Eric sebelum dalam keadaan seperti ini, Juan dirundung rasa bersalah. Ah, sekaligus kesal mungkin?

     Juan ingin mengumpat tentang banyak hal. Kelambatan para pekerja medis yang datang setelah tombol darurat dipencet. Kenaikan Eric. Sekaligus majikannya yang sama sekali belum datang sejak Eric pertama kali masuk ke Rumah Sakit ini.

     Koridor terasa amat sepi. Juan baru sadar, ini sudah hampir fajar. Ia belum mandi dari pagi kemarin dan kini sudah akan memasuki pagi lagi. Jujur saja, badannya sedikit lengket karena banyak berlari.

     Rasanya ia ingin pulang. Mandi, makan, tidur. Namun selanjutnya, siapa yang akan diam di sini menemani Eric? Ini sulit karena dia semakin tidak bisa mempercayai siapapun.

     Senja sedang sekolah. Ia tidak mungkin mengganggu remaja itu dalam masa sibuknya.

     Juan merogoh saku. Mengeluarkan gawainya untuk menelepon Sandi—ayah dari Eric.

     “Angkat please, angkat,” gumamnya.

     Kadang Juan tak habis pikir untuk apa yang menjadi isi kepala sang Tuan Besar, ayah dari sahabatnya itu. Sejak dulu Juan selalu bertanya dan Sandi hanya akan menjawab ia mencari anggota keluarga mereka yang hilang.

     Tak jarang karena itu juga, sejak dahulu banyak aktivitas mogok makan dari Eric. Juan tidak pernah 'sangat peduli' selain jika pria dewasa hampir paruh baya itu ada dalam kondisi capek dan pulang ke rumah.

     Ketika lelahnya hilang, Sandi kembali pergi dengan alasan pekerjaan. Pastinya Juan tidak mudah ditipu, ayah Juan adalah pekerja di perusahaan Sandi dan ayahnya selalu berkata jika Tuan Besar-nya itu jarang nampak di kantor. Bahkan sedari dulu.

     Juan yang hanya melihat saja sudah sangat sakit. Eric semakin kurus dan perilaku Sandi tidak berubah sama sekali. Pria dewasa itu seakan mengartikan keberadaan Juan dan Senja sebagai pengganti dirinya. Padahal itu tidak berlaku. Karena nyatanya setiap orang punya peran yang berbeda dalam kehidupan.

     Menurut Juan, Eric pun berpikiran sama. Sandi adalah ayahnya. Memang ayahnya dan selalu menjadi ayahnya. Sepatutnya jua hadir untuk selalu berdiri dalam figur ayah.

     Telepon dari Juan menuju Sandi tak kunjung dijawab. Sandi wali dari Eric, ia harus tahu bahwa keadaan anaknya kian buruk.

     “Arghh!” Kini laki–laki itu semakin frustrasi. Mulai mengusap wajah, menjambak rambutnya.

     Dia bingung untuk semua hal sekarang.

...


   “Kau ...?” tanya Jenova ketika matanya menangkap Juan yang berdiri di dekat ruangan Eric.

     Alis milik laki–laki yang kini menahan kantuk pun terangkat. Mimik mukanya lebih seperti orang linglung dan bingung. “Siapa kau?”

     Jenova mendekat lalu duduk di salah satu kursi koridor yang tak jauh. Tangannya memindahkan tiang infus ke sebelah kiri lalu pandangannya terangkat menatap Juan. “Tidakkah kau mengingatku?”

     Juan menggeleng. Ia mengucek mata lalu berkedip beberapa kali. “Oh, Jenova?”

     Jenova memberikan ibu jarinya, kemudian terkekeh. “Tepat sekali.”

     Juan menatap Jenova dengan keadaannya sekalian. Ia termenung sesaat. Apa yang telah menimpa Jenova hingga bocah itu kini menjadi pasien rumah sakit juga, pikirnya.

Aska: Bertaut JiwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang