Bab 22

918 111 36
                                    

Seokjin mencoba menikmati akhir minggunya dengan santai. Ia kini tengah di halaman belakang rumahnya, mengamati tetesan embun pagi yang berjatuhan. Embun itu sangat murni, berbeda dengan dirinya. 

Seokjin kembali memikirkan semua hal yang terjadi, hingga ia sampai di titik ini. Banyak hal kotor yang ia lakukan, yang bahkan tak pernah a pikirkan sebelumnya. 

Seokjin kecil merupakan anak yang polos, ia tak pernah terlalu banyak perpikir dan berprasangka. Hatinya cantik secantik parasnya, namun sayang ia harus melewati segala pesakitan di dalam hidupnya. 

Ia kemudian menghela nafas pendek mendengar suara mesin mobil berhenti tepat di depan rumahnya.

"Taehyung sudah kubilang, jangan ke sini. Ini sudah ketiga kalinya dalam sebulan," ujar Seokjin tak perlu menunggu lama. Ada nada sedikit kesal dalam suaranya, namun tak bisa memungkiri ia rindu juga. 

"Tenanglah Seokjin aku sudah memastikan kepergianku ke mari aman," ujar Taehyung duduk di sebelah Seokjin. 

Ia memang tak berbohong. Taehyung merupakan orang yang cerdas, dan ia mengetahui selama ini ia dibuntuti. Ia membiarkannya karena memang selama ini ia tidak akan bertemu Seokjin, namun karena kondisinya sudah berbeda maka Taehyung berakhir mengurus orang-orang Namjoon itu. 

"apakah aku bisa mempercayai ini?" ujar Seokjin yang masih meragu. 

"semoganya Seokjin, semoga," balas Taehyung sambil tersenyum. 

"Sungguh aku tak bisa kehilangan apapun lagi Tae," ujar Seokjin kini menyendu. Ia meremat cangkirnya semakin erat. 

"Jangan terlalu banyak berfikir Seokjin, kasihan dia," ujar Taehyung sambil menyentuh perut itu sayang. Seokjin yang merasakan elusan di perutnya itu langsung terkaget, baru kali ini Taehyung melakukannya. 

Salahnya juga tak pernah memberi tahu siapa dari anak di dalam perutnya ini. Taehyung juga tak pernah bertanya, dugaan Seokjin, Taehyung tak pernah benar-benar siap dengan jawabannya. 

"Terima kasih, sudah memperhatikannya," ujar Seokjin sambil menyentuh tangan di atas perutnya itu. 

"Ia bagian dari dirimu, bagaimana aku bisa mengabaikannya?" jawab Taehyung. 

"kenapa tak pernah bertanya?" ujar Seokjin

"Apakah kau takut kecewa?" lanjutnya.

Taehyung hanya tersenyum simpul sebagai balasannya. Sejujurnya ia memang berharap menjadi ayah dari anak yang dikandung Seokjin. Tapi bagaimana kalau tidak?  

"aku akan mencintainya mau bagaimanapun itu," ujar Taehyung disertai dengan senyuman kecilnya. Namun Seokjin tau, betapa tulusnya senyuman itu. 

"Terima kasih," ujar Seokjin dan disambut dngan anggukan oleh Taehyung. Keduanya terlarut dalam pikiran mereka masing-masing. 

"Ayo menikah Seokjin," ujarnya membelah keheningan. 

"Tae, sampai detik ini statusku masih istri orang," ujar Seokjin. 

"Sesulit itukah? walaupun sekadar hanya upacara sederhana? Aku ingin nampak sebagai pendampingmu di mata Tuhan," ujar Taehyung. Keputusannya sudah sebulat itu namun memang kondisi selalu saja tak mendukung keduanya untuk bersatu. 

"ikatan ini sudah terlalu rumit Taehyung, aku ingin meluruskannya satu per satu," ujar Seokjin berusaha untuk menjelaskan.

 "Ah sesulit itu memang hubungan kita," ujar Taehyung sembari menatap menerawang. Tak lama kemudian ia merasa bahunya memberat, Seokjin bersandar di sana. 

Seokjin sebenarnya butuh waktu, ia ingin kembali berdamai dengan dirinya sendiri setelah kisah cinta pernikahannya yang rumit ini. Ia mencintai Taehyung, sangat malah. Hanya saja butuh waktu untuk menyelesaikan masa lalunya, begitu juga dengan hatinya. 

Morning Dew (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang