Bab 19

993 109 33
                                    

Seokjin kembali bangun dengan perutnya yang luar biasa mual. Sudah beberapa hari setelah pelarian gilanya kini ia benar-benar tersiksa, fisiknya sama sekali tak bisa diajak kompromi. Bahkan untuk sekadar pergi keluar rumah ia tak mampu tapi beruntung kemarin ada keluarga Kim, kepercayaan Yoongi, yang mengunjunginya beberapa kali dan memastikan ia tetap hidup walaupun sebenarnya ia ingin mati saja. 

Ia memandang anaknya yang kini tidur di sampingnya dengan alis yang mengkerut. Jelas Soobin mengetahui kalau ibunya sedang tidak baik-baik saja. Seokjin kerap memergoki muka khawatir Soobin kadang mata anaknya itu berkaca-kaca saat ia sedang mengerang kesakitan. 

Sungguh ia sama sekali tak ingin menunjukan sisi lemahnya seperti ini. Apalagi sampai memuat Soobin seperti itu. 

Seokjin sangat merasa tidak berdaya sebagai seorang orang tua dan hal itu yang membawa kembali air matanya turun pagi ini. 

Sakit itu kembali menyerang perutnya, perut bawah dan tulang belakannya benar-benar terasa diremas-remas. Serasa dililit dengan kawat berduri Seokjin tak kuat dan kembali menangis tak tahu harus bagaimana selain menahan sakitnya yang luar biasa ini

Soobin disebelahnya terbangun mendengar suara erangan ibunya yang benar-benar menyedihkan. 

Begitu sadar dengan keadaan ia langsung sigap mengecek keadaan Seokjin yang sedang mengerang, membentuk bola. Ia dengan sigap mengelus pundak ibunya sambil berfikir apa yang harus dilakukan. 

Soobin kecil langsung turun mencari hotpack yang kemarin ia lihat di lemari dekat ruang tamu. Ia belum bisa menyalakan kompor untuk membuat air panas dan memasukannya ke botol seperti yang kerap Ibunya lakukan untuk mengompres perut. 

Belum sempat hotpack ditemukan ia kembali mendengar suara erangan mengerikan yang memaksa ia untuk melupakan hotpack dan berlari ke kamar mereka. Soobin melihat sendiri ibunya yang kini nampak menegangkan tubuhnya begitu pula kakinya yang dikencangkan. 

Soobin segera berlari dan kini ia melihat mata ibunya yang kini memandang ke atas sampai-sampai kornea matanya hampir menghilang. 

"No Mommy No!" jeritnya dengan bersimbah air mata. Di benaknya kini hanya ada ibunya yang akan meninggalkannya sendirian. 

Walaupun ia selalu menganggap ayahnya yang paling keren tapi ia selalu menyayangi ibunya jauh melebihi ayahnya. Hatinya ikut patah ketika ia beberapa kali memergoki ibunya sedang menangis diam-diam pada saat tertentu bahkan tak jarang ia ikut menangis diam-diam saat mendengar isak tangis Seokjin. 

... 

Seokjin berusaha membuka matanya dan pemandangan yang ia lihat pertama kali adalah langit-langit asing yang tak ia kenal. 

seketika ia panik dan berusaha bangkit untuk mencari Soobin tapi usahanya sia-sia ia merasa tak memiliki tenaga sama sekali. 

"jangan duduk dulu, Soobin aman di rumah bibi Kim" 

Seokjin mendengar suara itu, suara yang sangat familiar dan terdengar malas. Sudah lama ia tak ia mendengarnya. 

"Yoongi?" 

"ya itu aku" 

"bagaimana kau bisa di sini? di mana aku sekarang? ini mimpi atau nyata sih?" ujar Seokjin bingung sendiri

"tenangkan dirimu Seokjin, pelan-pelan" ujarnya sambil memberikan Seokjin minum. 

"aku tadi datang saat Jongin berusaha mengangkatmu dari kasur membawamu berlari ke klinik ini" ujar Yoongi menghela nafas. 

Ia tak pernah menyangka hari ini akan tiba dimana ia mangkir barang beberapa hari, bahkan yak memperdulikan Jimin atau kedua orang tuanya. Ia datang ke sini hanya untuk Seokjin, sungguh dari kemarin batinnya sama sekali tak tenang dan yah ia sampai juga ke sini. 

Morning Dew (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang