Setelah menghabiskan kurang lebih 3 tahun, selangkah lagi sekolah Fenly akan usai dan secepatnya ia bisa kembali dengan keluarganya. Besok Fenly akan melakukan ujian terakhirnya dan sekarang ia sedang fokus belajar agar ia tidak gagal diujian besok.
Tetapi sedari tadi handphonenya terus bunyi, bukan dari Candice melainkan dari keluarganya yang ada di Indonesia termasuk Aletta. Semenjak kejadian hari itu, Fenly sudah tidak pernah memberi kabar dengan Aletta.
tok tok tok
"MASUK AJA, GAK DIKUNCI!" Teriak Fenly
Pintu pun terbuka, dan menampakkan Lily diambang pintu dengan muka yang sedih. "Fen, kenapa kamu gak angkat telpon dari Kakak kamu?"
"Oh iya, Tan. Aku lagi belajar, emang ada apa sih? muka tante juga kenapa? kok sedih gitu?" Tanya Fenly.
Tanpa menjawab Lily memberi ponselnya kepada Fenly dengan telpon yang masih tersambung dengan kontak bernama Shandy. Fenly yang bingung hanya mengangkat telpon ke telinganya.
'H-halo, kak?'
'LO KEMANA AJA SIH, GUE TELPON GAK DIANGKAT, BAHKAN ALETTA YANG TELPON LO AJA GAK LO ANGKAT?!'
Fenly bingung, kenapa nada bicara Shandy begitu murka dengan Fenly. 'G-gue lagi belajar, ada apa sih?'
Terdengar isak tangis dari sebrang sana, Fenly hanya memasang raut kebingungan. 'Papa, Fen,'
'P-papa, kenapa papa?'
'Udah gak ada.'
'Apaan sih, Kak. Lo gak usah bercanda, Kak, gue besok ulangan jangan ngomong yang aneh-aneh.'
'INI BENERAN, FEN. PAPA UDAH GAK ADA, PAPA MENINGGAL FEN!'
Seketika pikiran yang ada dikepala Fenly kosong, seperti kebingungan untuk mencerna kata-kata Shandy. Papa, pahlawan pertama Fenly. Orang yang tidak pernah marah sekalipun buah hatinya melakukan kesalahan.
Dan sekarang sosok pahlawannya pergi untuk selamanya, semua usaha yang Fenly lakukan seakan-akan sia-sia. "A-aku izin keluar ya, Tan." Izin Fenly dengan tatapan mata yang kosong.
"Fen, kamu mau kemana?" Tanya Lily dengan air mata yang terus mengalir.
"Aku mau sendiri dulu, Tan. Aku mau nenangin diri."
...
Sekarang Fenly duduk di taman yang biasa ia kunjungi dengan Candice, sepi, Fenly menatap sungai yang tenang, tangisan Fenly pun makin menjadi-jadi. Tidak peduli jika ada orang yang akan mengusirnya, Fenly sudah pasrah. Fenly mengambil ponsel dari kantong celananya dan mencari kontak Candice. Sekarang Fenly butuh Candice.
'Halo, Fen, wassup?'
'Can,'
'HEY, ARE YOU OKAY? ARE YOU CRYING?'
'Can, i need you.'
'Okay, okay, where are you now?'
'Our place.'
'OKAY, I'M COMING FOR YOU, DON'T GO ANYWHERE!'
Selang beberapa menit muncullah wanita yang Fenly tunggu kehadirannya, Candice. "Fenly, hey, are you okay, what happened?"
Tanpa meminta izin, Fenly langsung memeluk Candice dengan erat dan menangis sejadi-jadinya. "Fenly, tell me, what's wrong?"
"My dad,"
"Your dad? what's wrong with your dad?"
"He's gone.'
"What do you mean--Oh, shit, i'm so sorry for you lost. Hey, Fen, look at me," Fenly mengangkat wajahnya dengan muka yang sudah basah akibat tangisannya dan begitu pula baju Candice yang basah akibat tangisan Fenly.
"Everything will be fine, okay? Your dad is happy where he is, and tomorrow we have an exam and your dad wants to see you happy with good grades."
Fenly tersenyum mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Candice, benar kata Candice untuk apa ia berlarut dalam kesedihan. "Wipe your tears, I don't want my boyfriend to be too sad."
"Thank you, Can. And sorry, because of me your clothes got wet." Ujar Fenly dengan tawa kecilnya.
"It's okay, I forgive you this time, hahaha!"
"Maybe tomorrow after the exam, I will go to Indonesia, I want to meet my mom and my brother, they are the only ones I have now."
"You want me to come with you?"
"If you want to,"
Candice hanya tersenyum, "I love you, Fen."
"Love you more, Can."
...
ceritanya makin absurd, dahlah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Best Friend [END]
FanfictionGimana jadinya kalau sahabat yang udah akrab banget dari kecil suka sama kita? Fenly's point of view "Ta, gue suka sama lo." "Ta, kasih gue kesempatan, gue janji bakal bikin lo bahagia." -Fenly Christovel