⋆ ˚⁵˚ ⋆

25K 2K 71
                                    

*+:。.。HAPPY READING。.。:+*























Ales menatap malas kumpulan manusia dewasa yang memenuhi ruangan kerjanya. Tamu tak diundang yang tak lain adalah Rosa, ibu tirinya berserta putri Rosa yang tak lain Naila. Untuk Kairo, suami dari Naila tak begitu membebani Ales, lantaran pria itu masih satu rekan bisnis yang berhubungan baik dengannya.

Namun, sudah belasan tahun sejak ia hidup susah bersama Emil hingga ia kini seperti ini, tak ada dari satupun mereka yang mau mengulur tangan. Memutuskan komunikasi seolah tak mengenal satu sama lain. Bahkan saat Kairo berinisiatif memberi bantuan kecil pada Ales pun dihalangi oleh mereka. Ales tau itu.

Lalu, atas dasar apa mereka tiba-tiba datang kemari? Ales tahu bukan perihal harta gono-gini atau warisan yang menjadi penyebab Rosa dan Naila dengan tak tahu malu datang. Mengingat bisnis dan kekayaan Kairo bukan lagi dibilang cukup, bahkan lebih dari cukup.
"Ales, aku izin menginap untuk malam ini. Ada kamar kosong?"

Ales yang sebelumnya tak acuh dan fokus pada lembar kerja di meja, mengalihkan pandang. Wajah dinginnya sedikit melunak.

"Tentu. Kau bisa istirahat di kamar tamu. Perlu aku antar?"

Kairo tersenyum tipis, menggeleng pelan. "Tidak usah, terima kasih."

Sebelum Kairo melangkah keluar, tangan lentik Naila menahan. Menatap sang suami dengan alis menukik.

"Semalam? Kita di sini untuk membahas hal itu, tidak akan hanya sehari!"

Kairo melepas perlahan genggaman tangan Naila. Menatap datar.

"Terserah, aku akan menginap di apart sampai kalian menyelesaikan masalah. Jangan terlalu merepotkan, Naila.  Mengingat hubungan kalian tidak sedekat itu,"

Penuturan Kairo memelan di akhir kalimat, berniat memperingati.
Naila mendecak sebal, kemudian membuang wajah ke sembarangan arah. Membiarkan Kairo pergi keluar.

Untuk sejenak ruang kerja Ales hening, sebelum suara serak khas Nenek Rosa terdengar. Bersamaan dia menjatuhkan bokongnya di single sofa diikuti Naila.

"Sudah lama kau membawa anak itu kemari, Ales?" tanya Rosa menatap lekat putra tirinya.

"Belum ada seminggu," bales Ales tak begitu acuh tanpa membalas tatapan.

"Huh, jangan biarkan bocah najis itu sendiri. Barang-barang mu bisa habis dicuri, Ales. Aku sebagai Kakak mu berniat baik memperingati."

Naila menyilangkan tangan di depan dada. Sedikit menaikkan dagu angkuh.

Ales menghela napas pelan. Memandang kedua manusia yang dirasa-rasa enggan Ales akui sebagai keluarga.

"Itu urusan ku. Bocah itu tetap putraku, darah daging ku satu-satunya, mau dia mengambil semua harta ku sudah menjadi haknya."

Rosa dan Naila mendecih malas.

"Heee, kau berbicara seperti itu padahal belum mau menerima dia sepenuhnya. Lagi pula kenapa tidak dari dulu kau membawa bocah itu ke sini. Ibu juga tahu bagaimana bocah itu diperlakukan."

Ales diam sejenak. Tak langsung membalas atau niat menyangkal perkataan Rosa. Memang benar adanya, Ales belum bisa menerima Lio, atau bahkan tidak bisa? Mau bagaimana pun sedari awal memang Ales tak ada sedikitpun keinginan untuk membawa putra kecilnya lepas dari sang mantan istri. Semua ia lakukan atas tekanan dari Emil yang terus memaksa.

MY PAPA TSUNDERETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang