⋆ ˚23˚ ⋆

18.8K 2K 116
                                    

*+:。.。HAPPY READING。.。:+*























Rasanya jantung Lio ingin terlepas saking tak karuannya. Badan Lio bergetar hebat dari ujung kepala sampai kaki. Yang bisa dia lakukan hanya menangis keras. Kepalanya sakit saking kerasnya meraung.

Rasanya Lio sangat frustrasi dengan keadaan yang dia alami. Ales berteriak begitu kencang, mengamuk entah karena apa. Lio lelah tapi dia tidak tau harus bagaimana menghadapinya.

Saat Kairo datang rasanya telinga Lio berdengung kencang. Dua pria dewasa itu kini berdebat hebat. Lio tidak dapat mendengar jelas. Tubuhnya tidak bisa merespon dengan jelas.

Tangan hangat seseorang secara samar Lio rasakan. Dia menoleh, mendapati Homa kini memeluknya. Hanya beberapa detik sebelum tubuh lemasnya diangkat Kyota. Membawa dengan segara keluar dari ruang kerja Ales. Tempat dimana Kairo dan Ales masih beradu suara.

Tubuh Lio terasa dingin. Saking kencang nya detak jantung Lio berdetak, Kyota dapat merasakan dan mendengar. Begitu sampai, Kyota tak merebahkan tubuh kecil Lio. Dia duduk diranjang dengan Lio di pelukannya.

Kalimat penenang terus laki-laki ucapnya. Berusaha menenangkan walau ia tahu tidak akan membuahkan hasil besar. Disebelahnya ada Homa yang menggenggam erat tangan dingin Lio. Kyota tersenyum tipis, dia sempatkan mengelus surai hitam Homa. Merasa bangga.

"Kamu nangis aja gapapa, aku ga bakal ngejek ko." Walau kaku, Homa berucap sambil mengusap pipi Lio yang terasa dingin. Rasanya dia ingin ikut menangis melihat kondisi Lio saat ini.

"Dede ga sendiri, ada kakak di sini. Jangan takut yaa, tenang okee, banyak yang sayang Dede. Kakak sayang banget sama Dede." Emil ikut bersuara. Dia duduk di depan Kyota bersebelahan dengan Rio.

Emil tidak kuasa manahan tangisnya. Dia termasuk orang yang perasa dan cengeng. Kemudian, dia dihadapi dengan masalah seperti ini rasanya ia menyadari betapa lemahnya dia.

Emil mendongak menatap Rio, matanya berkaca seolah mengadu kemudian memeluk remaja itu. Lio tidak meresponnya, hanya menangis tersedu dengan mata terpejam. Mulai kelelahan.

"Biarin tidur dulu Lio nya, kasian berantakan banget. Nanti biar badannya di lap kalau bangun. Urusan Papa biar Daddy yang urus," tutur Kyota lirih. Tangannya mengelus lembut punggung sempit Lio agar terlelap.

"Aku mau disini aja," sahut Homa. Dia merebahkan diri disamping Lio yang kini Kyota rebahkan perlahan. Tangan Homa masih setia menggenggam Lio, memberi kehangatan. Kemudian memepetkan badan lebih dekat.

"Ganti baju dulu, Homa," tegur Kyota.

"Gamau, mau sini aja," tolaknya. Ia langsung memejamkan mata sambil sebelah tangan memeluk tubuh Lio.

Kyota menghela napas. Dia mengelus surai dua anak kecil itu. Rasanya lelah dan prihatin. Kyota sedih tapi berusaha tegar agar tidak Memperkeruh suasana.

Sorot Kyota kemudian beralih pada Emil dan Rio. Dia mendekat, meraih jemari lentik Emil. Dia genggam kemudian berucap.

"Bukan salah kamu ko bawa Lio ke sini, dari awal keputusan kamu ga salah. Semua sudah kita serahkan ke Daddy, tugas kita cuma buat Lio nyaman dan tenang. Jangan buat mental adik kecil kita semakin terguncang dan rusak karena kesalahan yang sama sekali ga dia perbuat."

MY PAPA TSUNDERETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang