*+:。.。HAPPY READING。.。:+*
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○Lio kembali dengan tangis yang tidak bisa dibendung lagi. Baju yang dikenakan sudah jauh dari kata baik. Koyak di banyak tempat dan lumpur yang mengering benar-benar mengotori seluruh seragamnya.
Arlo beserta teman-temannya menjahili Lio cukup parah. Lio tidak berani melawan, menangis pun dia tahan sekuat tenaga. Tangan dan kaki Lio dicubiti hingga membiru.
"Papa~" panggil Lio lirih begitu mendapati Ales duduk tenang di ruang tamu. Lio berjalan pincang. Kakinya sakit. Lio jatuh saat dalam perjalanan pulang. Lio tidak tahu harus naik apa untuk datang dan pulang sekolah. Hanya jalan kaki yang bisa dia lakukan.
"Ngapain kamu?" tanya Ales. Mata tajamnya mengamati keadaan Lio.
"Badan Dede lasanya sakit, Papa tolongin." Lio merentangkan tangan tapi Ales tidak kunjung membalas. Bibir Lio sudah mencebik dalam. Entah karena diabaikan Ales atau tubuhnya yang terasa sakit.
"Masuk kamar habis itu kamu bersihin lantai yang kotor. Tahu badan banyak tanah harusnya bisa lewat belakang kan? Sekolah tempat belajar bukan main kaya gini." Bukan menggapai tubuh ringkih itu, Ales berujar datar. Dia bangkit lalu berjalan menjauh. Bau tubuh Lio cukup mengganggu waktu santai nya di rumah.
"Mandi yang bener jangan kaya anak jalanan," sinis Ales disela jalannya.
Lio kembali dibuat mengatup mulut rapat. Mata Lio terasa panas dan perih. Napasnya juga bergetar. Lio ingin menangis tapi dia enggan. Bibir Lio digigit kuat guna manahan isakan.
"Sakitt badannya, ga mau sekolah lagiii."
Mau bagaimana pun Lio hanya anak kecil. Dipaksa bisa oleh keadaan tidak akan membuatnya benar-benar dewasa. Sikap nya yang labil dan selalu penuh harapan dan angan juga menjadi ciri khasnya.
Lio mencebikkan bibir. Ales menjadi begitu dingin. Rasanya berbeda dengan sikap dingin Ales yang dulu. Walau cuek dan kaku sering kali Ales menyelipkan perhatian yang tidak diduga. Tapi rasanya kini berbeda. Ales benar-benar mencoba menjauh darinya.
Katanya, Ales tetap jadi Papa Lio. Jangan merepotkan. Pesan Ales sudah Lio kerjakan. Tapi kenapa Ales tetap bersikap dingin.
Lio jongkok memeluk erat tas sekolahnya. Hari sudah sore. Lio sampai rumah memakan waktu cukup lama. Terlebih, Arlo dan kawan-kawan menjahilinya.
Sambil menunduk dan menahan tangis, Lio berujar, "Kalau Lio bukan anak Papa Ales, halusnya Lio jangan di sini kan? Tapi Lio engga punya lumah buat pulang."
***
Suara dobrakan pintu terdengar begitu keras membuat tiga laki-laki di dalam ruangan langsung menoleh arah suara. Nampak bocah berseragam sekolah dasar dengan napas terengah berteriak keras tak menghiraukan teguran sang kakak tertua.
"DADDY!! DADDY MANA DADDY!! GAWATTT HOMA MAU BICARA SAMA DADDY!!"
"Homa yang sopan, engga boleh manggil orang tua sambil teriak-teriak." Kyota yang duduk di ruang tamu bersama Emil dan Rio bangkit. Berjalan menghampiri si bungsu. Membantu melepas tas dan sepatu. Penampilan anak itu cukup berantakan sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY PAPA TSUNDERE
RandomLio bukan anak luar nikah yang kebanyakan orang menganggap rendah. Lio juga bukan anak nakal yang membuat kesal banyak orang. Lio hanya anak lugu berusia 5 tahun yang mengharapkan kasih sayang. Sang Mama yang dulu menampung Lio selalu memberi kekera...