⋆ ˚16˚ ⋆

18K 1.5K 38
                                    

*+:。.。HAPPY READING。.。:+*























"ENGGA ADA EMPATI KALIAN!! ADA ANAK KECIL DIHAJAR KAYA GINI MALAH DITONTONIN DOANG!! ADA OTAK ENGGA?!!"

Teriakan kencang Ales menyadarkan semua orang dari kebingungan. Aura wajah Ales menggelap dengan sorot mata tajam hingga urat leher menonjol jelas di leher dan wajahnya. Ales nampak begitu emosi. Para pekerja tak pernah sekalipun melihat Ales seperti ini membuat banyak spekulasi asing dari para pekerja di sini.

"BUBAR SEMUA!! NGGA ADA YANG DI LUAR!! MASUK, KALIAN KIRA INI TONTONAN HAH?!!!" Para pekerja langsung berlari masuk. Banyak yang masih mencuri padang Ales dan sosok anak kecil digendongannya. Wajahnya masih sembunyi dibalik masker membuat orang semakin penasaran. Siapa gerangan yang bisa menjadikan Ales sosok seperti tadi.

"DIEM KAMU DI SINI!!" Ales kembali berteriak penuh tekanan pada laki-laki satu di depannya. Sosok pelaku terlukanya Lio jari ini.

Mata yang biasanya memancarkan sorot malas dan tenang itu kini terlebih jauh berbeda. Wajahnya memerah penuh emosi. Kedua tangan yang melingkar di tubuh kecil Lio terkepal erat menahan untuk tak menghajar habis laki-laki itu.

"Maksud kamu apa kaya gini hm? Mau sok jagoan kamu? Berasa paling hebat kamu ke anak kecil hm?" Sebelah tangan Ales menarik kerah kemeja pria itu. Mendorong kuat pundaknya dengan telunjuk. Menatap remeh.

"Jawab?! bisu atau emang cuma bisa ngomong ke orang yang kamu rasa lebih kecil. Jawab ... JAWAB SAYA BILANG!!!" Emosinya semakin tak stabil. Kembali berteriak marah. Sungguh, Jika saja Lio tak berada di sini Ales akan benar-benar menghajar laki-laki itu hingga tewas.

Dia tidak tahu kenapa sampai memberi reaksi berlebihan seperti ini. Darahnya terasa mendidih mendapati Lio di hina dan dianiaya hingga terluka. Setidak pedulinya Ales pada Lio, jika anak itu mendapat perlakuan seperti tadi oleh orang dewasa, sisi lainnya sebagai orang tua merasa tak terima.

"Di-dia nabrak saya, Pak." Si laki-laki menunduk setelah berucap gugup. Dalam hati mengumpati bocah yang entah siapanya Ales. Ia sama sekali tak menyesal, rasanya jengkel dan terhina.

"Kamu kira saya percaya? Lagian kalau dia ga sengaja nabrak wajar kamu ngelukain sampai kaya gini hah?!" Ales menaikkan dagu menantang. Sebalah tangan yang bebas mendorong dahi si laki-laki sampai mundur beberapa langkah.

"Sialan," gumam laki-laki itu.

Walau pelan, telinga tajam Ales mendengar. Ia memicingkan mata. Maju beberapa langkah mendekat. Menatap nyalang penuh ancaman.

"Ngomong apa kamu barusan?" desis Ales. Wajahnya mendekat, menelisik raut laki-laki itu yang sudah berkeringat. Mendecakkan bibir seolah jijik dengan kehadirannya.

Si laki-laki tanpa sadar menelan ludah gugup. Napasnya terasa tercekat oleh aura Ales. Seolah amarah yang sudah lama tertahan kini meledak hebat hanya karena bocah kecil ubah tak tahu asal-usulnya.

"Dengerin omongan saya selagi kamu masih bisa mendengar dengan baik. Saya ngga segan buat membawa ini ke ranah hukum, sialan. Walau saya bunuh kamu di sini sekalipun, media dan pihak berwajib ngga akan bisa berbuat apapun. Kamu itu cuma seenggok hama yang ngga ada apa-apa nya di banding putra saya. Jadi, jaga mulut dan tangan kamu sebelum saya robek dan patahkan."

Bruk

Tubuh laki-laki itu terjatuh setelah kalimat panjang Ales terucap. Tubuhnya mendadak lemas, kakinya kram dan sulit digerakkan. Pandangannya kosong seolah tak ada lagi harapan hidup. Jantungnya mulai berdetak dua kali lebih cepat dari cara kerja seharusnya. Insting dalam dirinya mengatakan bahwa hidupnya tak akan seperti semula.

MY PAPA TSUNDERETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang