*+:。.。HAPPY READING。.。:+*
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○Lio duduk di sudut kamar yang gelap, hanya diterangi oleh cahaya redup dari lampu meja. Hatinya terasa berat, penuh dengan kekecewaan yang tak terucapkan. Rasa sepi menggerogoti setiap sudut pikirannya, seolah-olah semua warna telah sirna dari hidupnya. Setiap detik terasa seperti abad yang berlalu dalam keheningan yang menyakitkan.
Dia teringat momen-momen indah yang kini hanya menjadi bayangan samar. Sosok Papa yang dulu menjadi kebanggan Lio kini tak ada lagi. Lio mencoba sadar dan berpikir bahwa dia tidak sendiri. Ada Homa dan keluarganya yang masih nampak menyayanginya.
Tapi, rasa kecewa itu semakin menumpuk, menciptakan hampa yang tiada ujung. Dia merasa dikhianati oleh harapan yang dulu mulai dia percayai. Harapan bahwa Lio akan mempunyai sosok Hiro seperti papa.
Ketika Lio menatap cermin, dia tidak lagi mengenali sosok yang dia lihat. Senyumnya pudar, matanya kehilangan kilau. Di dalam hatinya, dia bertanya-tanya apa yang salah, mengapa semua berubah begitu cepat.
"Bohong. Papa bohong. Papa ga pelnah sayang sama Dede. Papa bohongin Dede telus ... Papa nda suka Lio, pantesan dali kemalin marah-marah telus."
"Dede sayang Homa sama yang lainnya, tapi Dede tetep mau Papa. Dede pengin punya kelualga kaya olang-olang .... Dede sedih, Papa~~~"
Lio menekuk kaki, menyembunyikan wajah di lipatan kaki. Dia menangis. Cukup kencang. Lio tidak lagi ingin menahan.
Lio kan masih kecil, untuk apa harus bersikap sok dewasa. Menjadi orang yang sok kuat. Sok berpura-pura bahagia. Semua itu hanyalah kerjaan orang dewasa. Lio hanya anak kecil, Lio tidak boleh melakukan hal yang demikian.
Sampai suara ketukan di pintu terdengar. Lio enggan bangkit. Tapi terdengar semakin brutal. Bibirnya mencebik kesal. Tau siapa pelaku yang menggedor-gedor pintu kamarnya.
Berjalan pelan, lalu membuka pintu. Nampak keluar kecil Homa berdiri tepat di depan kamarnya. Ada pula Emil yang melempar tersenyum tipis.
Lio berpikir sejenak. Kalau Ales bukan Papa Lio berarti Emil juga bukan Kakaknya. Lalu, Homa juga bukan siapa-siapa seharusnya.
"Habis nangis ya?? Main sama aku aja yokk!! Liat aku dibeliin Daddy sama ka Kyota mainan buat kitaa." Homa peka bahwa Lio semakin tidak nyaman di sini. Dia menarik Lio masuk kamar, sembari membawa bag berisi banyak mainan.
Emil hendak masuk, tapi Rio menahan. Ingin memberontak tapi tatapan mata Kairo dan Kyota membuatnya ragu.
"Aku bahkan belum bicara apapun sama adek selama ini ...." lirih Emil.
Rio memeluk remaja setinggi bahunya itu.
"Ada Homa, Emil. Terlalu banyak omongan yang masuk ke Lio justru malah bikin dia berfikir kemana-mana. Untuk sekarang cukup hibur Lio aja dulu ya. Karena obat satu-satunya Lio hanya ada di Ales."
Ucapan Kyota di balas anggukan lemah oleh Emil. Dua remaja itu kemudian berjalan berdampingan menuju kamar.
"Daddy mau ke ruang kerja Papa Ales dulu, rasanya tadi pagi ga berjalan seperti yang kita mau."
KAMU SEDANG MEMBACA
MY PAPA TSUNDERE
RandomLio bukan anak luar nikah yang kebanyakan orang menganggap rendah. Lio juga bukan anak nakal yang membuat kesal banyak orang. Lio hanya anak lugu berusia 5 tahun yang mengharapkan kasih sayang. Sang Mama yang dulu menampung Lio selalu memberi kekera...