Belum direvisi jadi mohon pengertian kalau banyak typo (Ω Д Ω)
*+:。.。HAPPY READING。.。:+*
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○Seperti kata orang yang banyak dibicarakan bahwa, seberat apapun masalah mu dan sekencang apapun tangis mu di malam hari tetap saja akan ada pagi yang menunggu untuk melanjutkan hidup seperti biasa. Kehidupan yang memaksa kita menerima keadaan yang ada. Walau seperti itu seharusnya.
Seperti yang keluarga kecil Ales hari ini. Suasana pagi yang tidak jauh berbeda. Hanya menambah anggota saja. Walau malam terlewati begitu panas dan tegang, pagi ini mereka sama-sama mecoba menerima.
"Dede mam sebelah papa boleh?" pinta Lio ragu-ragu. Tangan kecilnya meremat kedua alat makan guna menghilangkan gugup dan takut.
Emil, Kairo dan ketiga putranya menunggu respon Ales. Membuat pria yang diperhatikan langsung memberi tatapan tajam. Kemudian melirik sosok kecil yang duduk agak jauh darinya.
"Kemari."
Balasan singkat Ales mampu membuat senyum cerah khas anak kecil merekah dari bilah bibir Lio. Buru-buru dia turun dari kursi makan. Saking semangat nya sampai dia hampir terjungkal, beruntung Kairo sigap menahan.
"Hati-hati sayang, nanti jatuh terus kakinya sakit gimana?" khawatir Kairo yang jelas diabaikan Lio. Dia melirik Ales yang tetap diam, tapi sorot matanya terus memperhatikan gerak-gerik Lio yang berusaha naik sendiri ke kursi yang cukup tinggi.
"Lio bisa naik sendili ko Papa," terang Lio yang masih sibuk mendaki kursi. Tubuh kecilnya benar-benar menghambat.
Ales tetap diam memperhatikan Lio yang tidak kunjung duduk, kursi yang hendak dinaiki justru terus bergerak akibat dorongan tubuh Lio. Ales diam-diam menahan belakang kursi menggunakan salah satu kakinya.
Bibir mungil Lio terus menggerutu tanpa suara. Lama-lama Ales jengah, dia menarik ujung kerah yang Lio pakai hingga tubuh kecil itu melayang dan duduk di kursi sebelahnya.
"Makasii dah bantuin dede." ucap Lio senang. Dia menatap yang lain masih dengan senyum.
Kairo pun membalas, walau awalnya agak takut dengan cara Ales membantu Lio. Tapi ya sudah, biarkan Ales melakukan dengan caranya sendiri.
"Kalian berangkat sekolah kan? Cepetan dong makannya." Kairo berbicara pada Emil dan Rio. Waktu sudah menunjukkan jam tujuh kurang seperempat, tapi dua remaja itu masih nampak santai.
"Bentar ini belum abis elah." Rio dengan cara bicara kurang ajar nya membalas. Masih sibuk menjilat tulang paha ayam.
"Aku cuci tangan dulu." Emil tidak menghiraukan Rio, dia bangkit dan berjalan menuju ke arah dapur. Melihat Emil yang berjalan lebih dulu Rio buru-buru menghabiskan lalu lari menyusul remaja itu.
"Dede nda mau sekolah dulu boleh ya?" Lio menoleh ke Ales setelah dua remaja itu tidak terlihat.
"Aku juga ga mau sekolah, mau main sama Lio aja!" Homa ikut berbicara. Kini dia membuang gengsi dan malu untuk menjadi sosok kakak bagi Lio. Untung saja kedua kakak dan daddy nya tidak meledek.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY PAPA TSUNDERE
RandomLio bukan anak luar nikah yang kebanyakan orang menganggap rendah. Lio juga bukan anak nakal yang membuat kesal banyak orang. Lio hanya anak lugu berusia 5 tahun yang mengharapkan kasih sayang. Sang Mama yang dulu menampung Lio selalu memberi kekera...