*+:。.。HAPPY READING。.。:+*
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○Jantung Kairo berdetak kencang saat suara decitan rem sedikit terdengar akibat gesekan aspan. Di sampingnya Ales pun sama, dia menatap Kairo sejenak sebelum akhirnya buru-buru turun dari mobil. Kairo hendak menahan, tapi tidak keburu. Kairo mengambil payung di kursi belakang.
Kedua pasang mata laki-laki dewasa itu melotot. Bocah yang mereka tabrak kini terjatuh tepat di depan mobil. Menunduk sambil meringis kesakitan. Nampak lututnya lecet dan berdarah.
Kairo jongkok hendak membantu si korban. "Adek, ayo masuk dul—"
"LIOO!!"
Tubuh kecil itu berjingkit kaget saat Ales berteriak tepat di belakangnya. Kairo pun sama. Awalnya dia heran. Tapi, saat kepala yang sebelumnya menunduk itu kini mendongak, dia sama terkejutnya.
"NGAPAIN KAMU DI SINI, HAH?!" Ales menarik kasar sebelah lengan Lio. Tubuh kecil itu dipaksa bangkit.
"Les jangan kasar, kasian." Kairo menukikkan Ales. Hendak menahan. Tapi, bukan Ales jika tidak keras kepala.
Ales berjalan lebar masuk ke mobil sembari menyeret Lio. Tubuh kecil itu terkantuk-kantuk tidak bisa menyamai langkah jenjang Ales.
Pantas saja dia tidak asing dengan perawakan tubuhnya. Ales pun sudah menaruh curiga. Dia hafal dengan seluk beluk jalanan di sini. Ada gang sempit yang menjadi jalan pintas antara perumahan Ales dan jalan raya. Entah bagaimana Lio mengetahui jalan tersebut.
"Papa pelih lutut Dede," Lio mangadu. Anak itu sudah terisak. Entah karena dimarahi Ales atau sakit di tubuhnya.
"Ga usah nangis. Ini ulah kamu sendiri." Ales berujar datar. Dia duduk di kursi belakang bersama Lio disampingnya yang masih menangis.
"Dede takut banyak petil, mau peluk." Lio merentangkan tangan menghadap Ales. Tubuhnya dingin dan gemetar. Kepalanya pusing lantaran cukup lama diguyur hujan. Belum lagi beberapa kali tersandung karena salah pijakan dan jatuh saat dijalan.
Ales tidak menanggapi. Dia bersedekap dada membuang muka. Menatap keluar jendela. Enggan menatap Lio. Dia tidak ingin sisi empatinya bangkit. Anggap saja hukuman karena anak itu keluar rumah disaat seperti ini. Tinggal menunggu dia pulang apa susahnya.
"Mau peluk Daddy, Lio?" Kairo menawarkan diri. Dia duduk di kursi kemudi. Merentangkan tangan ke arah Lio. Kasian dengan bocah yang merupakan keponakannya. Pasti kedinginan.
Lio menggeleng. "Maunya Papa. Papa malah ya?" Lio mengintip wajah tegas Ales. Bibirnya mencebik menahan tangis yang sudah reda sebelumnya.
"Maafin Dede ya, Dede takut di lumah sendili. Banyak gendelwo di lumah Papa. Maapin Dede ya, Papa." Tangan kecil Yelo meraih jemari Ales. Menggenggam erat. Mencari kehangatan.
Carlos diam. Dapat dia rasakan telapak dingin Yelo menyentuh kulitnya. Tangan kecil itu juga terasa sedikit bergetar.
Kairo diam menonton. Tangan panjang meraih tas di dekat Lio. Itu jaket milik Homa dan ada selimut kecil yang biasa dia simpan untuk jaga-jaga.
"Lepas bajunya dulu ya, pakai jaket Kak Homa dulu. Nanti Dede sakit lagi kalau pakai baju basah."
Lio tidak membalas. Dia terfokus pada Ales yang Lio yakini pasti ngambek. Lio menghela napas.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY PAPA TSUNDERE
AcakLio bukan anak luar nikah yang kebanyakan orang menganggap rendah. Lio juga bukan anak nakal yang membuat kesal banyak orang. Lio hanya anak lugu berusia 5 tahun yang mengharapkan kasih sayang. Sang Mama yang dulu menampung Lio selalu memberi kekera...