⋆ ˚18˚ ⋆

14.1K 1.2K 45
                                    

*+:。.。HAPPY READING。.。:+*
























Suara denting jam ruang tengah menggema di malam yang sunyi. Hembusan angin menyapu kulit mulus Lio. Suara televisi menyala menayangkan kartun upil ipil. Cerita si botak kembar yang selalu tinggal kelas. Lio menghela napas miris, merasa kasihan.

"Halusnya minta tolong Papa Lio bial bisa naik kelas. Lio aja ga pelnah sekolah udah SD, engga TK kaya kalian. Libet, halta Papa Lio kan banyak," sombongnya berkacak pinggang.

Sedetik kemudian, Lio tiba-tiba menyadari hari sudah larut malam. Televisi sudah menyala dari sore sejak bibi menyelesaikan tugasnya. Mata Lio sudah perih terlalu lama menonton layar kaca.

Lio menatap sekeliling. Mengamati rumah megah yang begitu sepi. Homa tidak bisa mampir hari ini. Emil dan Rio ada project antar kelas yang menyertakan tiga angkatan. Lio tidak terlalu paham, intinya dia sendiri. Semua punya kesibukan, termasuk Ales. Papanya.

"Lio sendili nih? Pangelan na Papa Ales kesepian lagi. Lambut-lambut ditangan Lio beldili, Lio jadi takut lasanya."

Tangan pendek Lio menyilang, mengusap tubuh yang meremang. Pikirannya mulai berkelana. Pikiran tentang makhluk tak kasat mata memenuhi otak limited Lio.

"Geldelwo piss jangan muncul depan Lio yang lucu imut ini, kita beda lepel. Kamu tellalu nyelemin untuk Lio yang gemesin. Piss geldelwo Lio ga mau liat kamu~" Lio mencicit. Mata bulatnya melotot sambil melirik sana-sini. Mengamati setiap inci ruangan yang megah.

Tiba-tiba suara gemuruh terdengar. Seolah menyahuti ucapan Lio. Bocah itu langsung merinding dan meringsutkan tubuh ke pojok sofa. Menekuk kedua kaki, memeluknya erat.

Rintik air mulai terdengar dari luar rumah. Menandakan awan mulai melepaskan bebannya. Hujan turun. Dari rintik gerimis sampai begitu deras. Hawa dingin menyapu tubuh Lio. Mulai menggigil. Lio ingin menaikkan suhu ruang, tapi tidak bisa.

"Papa jangan kehujanan ya, nanti sakit. Ya Tuhan semoga atap mobil Papa ga bocol kaya kamal Lio dulu  di lumah mamah." Tangan kecil Lio menadang memohon.

"Huh dinginnnn, Lio ke kamal Papa aja deh."

Telapak kaki kecil Lio menyentuh lantai yang lebih dingin dari tadi. Sedikit was-was, takut makhluk jelek yang Lio takuti tiba-tiba muncul di hadapannya.

"Kuntilanak, pocong, Homa, Ka Iyo, wewegombel, jangan nakal sama Lio yaa, pissss."

Bibir kecil Lio terus merapal doa-doa asalnya sampai akhirnya Lio sudah sampai di lantai dua. Kurang beberapa meter lagi tiba di kamar Ales. Tapi, suara gemuruh yang menggelegar begitu keras terdengar. Tubuh Lio berjingkit kaget. Tak sampai situ, lampu-lampu di seluruh rumah Ales mati total.

Lio melototkan mata. Tubuhnya masih tegang dan kemudian beberapa saat mendadak lemas. Jantung Lio berpacu tak teratur. Tubuhnya bergetar.

"Pe-petil oh petil kenapa kamu blisik. Bagaimana engga blisik hujan delas sangat. Hujan delas sangattt. Piss hujan jangan tulun telus bial petilnya ga matiin lampu mahal Papa Ales."

"Gelap ... Papa pulang, Lio takuttt. Huhuhuuu." Tubuh Lio meluruh. Dengan bergetar merangkak mencari ujung tembok. Tangannya meraba-raba keramik dingin. Bibirnya dia gigit kuat. Lio mulai terisak. Takut dan gugup.

"Papa pulangg~ Lio mau papaaa. Papa tinggalin Lio telus, Lio takutt. Tolongin Lio, nanti mamah ambil Lio kalau Papa pelgi telus."

MY PAPA TSUNDERETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang