⋆ ˚20˚ ⋆

16.6K 1.5K 91
                                    

WARNING!!
BANYAK TYPO

*+:。.。HAPPY READING。.。:+*
























"Bintang kecil~ di langit yang bilu~ amat banyak menghias angkasa. Dede ingin telbang dan menali~ jauh tinggi ke tempat kau beladaa~"

sinar mentari memeluk wajah mungil seorang anak kecil yang sibuk dengan kegiatan dikamarnya. Ditemani oleh burung-burung yang riang bermain di pepohonan luar kamar, dia mulai bernyanyi dengan suara kecil yang penuh semangat.

Lagu-lagu ceria memancar dari bibirnya, mengiringi langkah-langkah yang ringan di atas karpet lembut. Suaranya mengalun seperti aliran sungai yang tenang, membawa kebahagiaan ke dalam suasana pagi yang tenang.

Mungkin dia menyanyikan lagu tentang impian dan petualangan, atau mungkin hanya mengekspresikan sukacitanya atas keindahan pagi yang baru dimulai. Tidak peduli lagu apa yang dinyanyikannya, kehadirannya mengisi pagi dengan keceriaan yang tak terlupakan.

"Dede ga boleh sedih telus ya, halus jadi anak hebat bial ga lepotin Papa. Eum, tapi Papa Ales masih Papa Lio kan? Lio tetep ga di usil belalti Lio masih sayang nya Papa hihihi."

Lio sudah siap dengan seragam sekolahnya. Dia tidak akan mogok sekolah lagi. Ales pasti akan senang.

Langkah kecilnya dengan riang berjalan keluar kamar menuju ruang makan. Di sana sudah ada Ales yang makan dengan tenang. Tidak ada Emil, seperti nya sang Kakak belum pulang.

Ekor mata Ales melirik Lio yang berjalan dengan malu-malu. Kedua tangan kecil itu memegang celana dari seragam yang dikenakan. Penampilannya cukup berantakan. Rambut tidak tersisir rapi, baju juga kusut. Ales entah kenapa rasanya jadi tidak napsu makan.

"Papa jangan pelgi. Lio mam di dapul nda di sini. Mam yang banyak aja halus habis. Lio di dapul ko hehe." Sambil membetulkan tas yang melorot dari gendongan Lio berlari menuju dapur.

Ales menatap nasi dan lauk yang sisa setengah. Tidak ada yang tersisa di dapur. Asisten rumah tangga izin pulang cepat di pagi hari. Datang kembali nanti sore. Apa yang akan Lio makan pagi ini?

Di dapur, pipi bulatnya Lio garuk. Dapur bersih. Lio sudah mengecek rice cooker hanya ada kerak nasi. Lauk pauk sepertinya sudah dihidangkan. Lio berpikir sejenak sebelum meletakkan tas di lantai.

"Bek, kamu Dede taluh lantai dulu ya. Belat banget soalnya." Tentu saja berat, Lio membawa belasan buku. Hampir semua dia masukkan tas. Lio belum bisa membaca. Jadi tidak tahu jadwal hari ini walau sudah terpampang jelas di depan meja belajarnya.

Lio membuka rice cooker lagi. Mengambil kotak bekal. Kerak-kerak nasi yang menempel Lio ambil untuk bekal. Tidak lupa dia taburi garam untuk penambah rasa. Kemudian dia simpan di keresek hitam. Tidak Lio masukkan tas karena tidak akan muat.

"Papa Lio belangkat sekolah, yaa." Lio berucap dari dapur. Sudah tidak ada keberanian untuk terlalu banyak berinteraksi.

Lio berjalan keluar lewat pintu belakang. Menenteng sepatu bagusnya. Beruntung Lio sudah cukup pandai memakai sepatu, jadi tidak terlalu menghambat pekerjaan mandirinya.

Sampai depan gerbang rumah Lio terdiam. Lio tidak tahu harus naik apa untuk datang ke sekolah. Tapi, Lio cukup hafal jalan menuju tempat menimba ilmu itu. Cukup jauh tapi lebih baik dari pada tidak datang sama sekali.

MY PAPA TSUNDERETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang