*+:。.。HAPPY READING。.。:+*
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○Suara langkah kaki antara sepatu dan keramik menggema pelan di ruang depan. Satu asisten rumah tangga yang bertugas di kediaman Ales membantu menunduk laki-laki berdarah Jepang itu duduk di ruang tamu yang datang bersama putra bungsunya. Kairo dan Homa.
"Biar saya yang bawa, Pak." Wanita setengah baya itu menawarkan diri membawa beberapa bungkusan besar yang Kairo dan Homa bawa.
Tadi malam, Kairo mendapat kabar mengejutkan dari Ales. Mengatakan bahwa putra sahabatnya itu mendapat perlakuan buruk dari salah satu pekerja di kantornya. Beberapa area tubuh Lio yang baru saja sembuh dari luka kini malah timbul lagi akibat kelalaian orang sekitarnya.
Ales sempat menyalahkan diri sendiri walau tak diucapkan secara langsung. Kairo paham Ales pasti merasa bersalah. Terlebih tubuh Lio ternyata rentan dan sensitif. Mendapat tekanan sedikit saja sudah menimbulkan ruam, ini malah justru mendapat perlakuan kasar dari Laki-laki yang bahkan tubuhnya berkali lebih lipat dari Lio sendiri.
"Berat, bi. Biar saya aja," balas Kairo ramah. Dia dudukan bokongnya di salah satu sofa diikuti Homa, mengedarkan pandang menunggu tuan rumah memunculkan batang hidungnya.
"Lio sakit mulu sih, penyakitan ya?" Celetukan asal Homa mendapat delikan garang Kairo. Ia menabok pelan bibi putra bungsunya.
"Amit-amit mulutnya kalau ngomong kamu ya, Lio lagi kena musibah juga." Kairo sebal sekali dengan putra nya satu ini. Ajaran sesat dari Naila —mantan istrinya— memang telanjur melekat di diri Homa. Mulut Homa terlalu menuruni Naila. Padahal dua putra tertua Kairo tidak ada yang senakal Homa.
Kairo mencubit keras pipi berisi Homa membuat bocah itu mengaduh kesakitan. Tangannya bersiap memukul keras lengan kekar Kairo. Tapi, gerakan pria itu lebih sigap dan cepat.
"Ish, Daddy sakit, jangan cubit-cubit!" Homa merengek sambil berusaha menjauhkan tangan Kairo yang membekap mulutnya.
"Biarin, nakal banget sih kamu sama adek sendiri."
Homa langsung menatap horor, apa tadi kata Kairo. Adek? Enak saja Homa itu bungsu dan tidak mau punya adek ya. Apalagi modelan bocah nakal kaya Lio.
"Apasih adek-adek aku tu bungsu ya, Dad. Ngga suka bercanda nya." Homa memukuli lengan kekar Kairo yang hanya dibalas tawa ledekan oleh Kairo. Tubuh pria itu tak berpengaruh oleh pukulan keras Homa.
"Dedi, Homa!"
Suara serak seseorang menghentikan aksi Homa. Menolehkan pandang mendapati Ales yang datang bersama Lio digendongan. Anak itu nampak memberontak turun, tapi tak Ales turuti.
Beberapa plaster berkarakter bebek kuning menempel di area tubuh Lio, paling menonjol di dagunya. Wajah Lio sedikit pucat dan sembab. Juga plaster penurun demam yang menambah pernak-pernik di badan Lio.
"Lio sakit Dedi, Homa. Kemarin Lio belantem sama golila," adunya terkesan pamer.
Kairo merentangkan tangan meminta Ales menyerahkan Lio ke pangkuannya. Ales menurut. Dia mengusap pelan dagu Lio yang jika dilihat lebih dekat nampak sedikit membengkak.
"Pinternya dede engga rewel pas sakit ya. Anak pinter anak ganteng emang." Kairo mencium gemas Lio. Sesekali mengusak kepala di perut agak buncit milik Lio, membuat tawa geli terdengar oleh si empu.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY PAPA TSUNDERE
RandomLio bukan anak luar nikah yang kebanyakan orang menganggap rendah. Lio juga bukan anak nakal yang membuat kesal banyak orang. Lio hanya anak lugu berusia 5 tahun yang mengharapkan kasih sayang. Sang Mama yang dulu menampung Lio selalu memberi kekera...