Tandain kalo ada typo!
Jangan lupa vote dan komen karena vote dan komen dari kalian bikin kita semangat untuk up ceritanya❤️
Happy Reading <3
Malam semakin mencekat, Vano terdiam di kamarnya menatap langit langit-kamar yang tersorot dari cahaya lampu tidur yang sengaja ia nyalakan. Ruangan yang memiliki lampu redup membuat gelapnya malam semakin kentara, ditambah dengan kamar Vano yang bernuansa dark.
"Apa gue udah keterlaluan banget ya sama dia," monolog Vano.
"Kalo lo terus-terusan kayak gini, gue bisa menyerah dengan sifat lo yang egois ini Van, dan mungkin suatu saat nanti gue bisa pergi."
Ucapan terakhir yang gadis itu lontarkan terus berkecamuk dipikiran Vano, membuat Vano terus uring uringan tak jelas dikamarnya.
Saat gadis itu menangis ada perasaan sesak di dada Vano, itu sebabnya jika Alesha sudah berucap seperti tadi ia hanya bisa diam tanpa membalas ucapan dari Alesha. Ada perasaan mengganjal jika dirinya menyakiti gadis itu, yang bahkan Vano sendiri tidak tau itu perasaan apa.
Persetan dengan perasaan, dirinya memang bukan tipe cowok yang gampang peka, bahkan dirinya kerap sekali membuat Regita marah karena ketidakpekaannya tersebut.
"Gue emang brengsek ya Sha. Maafin gue. Gue emang gak ngomong langsung sama lo tapi gue tulus minta maaf sama lo."
"Tapi gue mohon sama lo Sha, jangan pergi " ada perasaan takut sejak pertengkaran tadi, takut ucapan terakhir Alesha benar-benar terjadi.
Vano masih butuh Alesha walaupun dia selalu menyakiti Alesha.
"Arghhh" Vano mengusap kasar wajahnya.
"Lo apa-apaan sih Van, kenapa lo bisa kayak gini. Enggak lo gak boleh taruh perasaan ke gadis cupu itu."
Vano mencoba memejamkan matanya guna mengusir bayang-bayang Alesha, tetapi tidak bisa. Ntah kenapa setiap sehabis pertengkaran keduanya selalu ada hal lain yang Vano tidak suka dari saat dirinya melihat Alesha menangis.
Ia pemberi luka itu tapi ia tidak suka jika orang tersebut terluka karenanya***
Pagi ini Vano sudah rapih dengan baju kaos dengan dibalut oleh kemeja berwarna merah. hari ini adalah hari Minggu, setelah selesai bersiap siap cowok itu langsung turun untuk bersarapan. Ketika dirinya sampai dimeja makan Vano hanya melihat Bi Lela, lalu dimana Alesha?
Biasanya gadis itu sudah bangun pagi-pagi sekali dan ketika dirinya bangun biasanya Vano sudah melihat Alesha berkutat dengan dapur, namun kali ini gadis itu tidak terlihat batang hidungnya sedari tadi. Ralat, sejak tadi malam. Sejak selesai dengan pertengkaran mereka kemarin.
Ingin bertanya tapi gengsi, tapi ia ingin tahu kemana gadis itu pergi.
"Alesha kemana Bi?" Tanya Vano pada bi Lela yang sedang menata makanan di meja makan.
"Loh Bibi gak tau den, non Alesha gak keliatan sejak tadi malam, Bibi kira den Vano tau." Jawab Bi Lela.
Vano tak membalas lagi ucapan dari Bi Lela, dirinya duduk di bangku meja makan, tangan cowok itu mengepal.
Tidak. Alesha tidak boleh meninggalkannya, Alesha harus tetap bersamanya.
***
Gadis dengan setelan baju tidur panjang saat ini sedang berada didepan pintu ruang ICU, gadis itu menangis dengan pilu.
Gadis yang tak lain dan tak bukan adalah Alesha saat ini sedang menangis dengan parau. Bagaimana tidak, didalam ruangan ICU itu terdapat Kirana— Adiknya yang sedang sekarat, Kirana kembali kritis membuat Alesha-seorang diri buru-buru langsung pergi kerumah sakit malam itu juga saat mendapati telepon dari pihak rumah sakit. Dan sampai saat ini Kondisi Kirana masih sama dengan kondisi gadis itu semalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALEVAN [TERBIT]
Teen FictionSUDAH REVISI [FOLLOW SEBELUM BACA⚠️] Kehidupan seorang Alesha Alice Almahira berubah seratus derajat saat menjadi istri seorang cowok yang bernama Vano Adhiana Sanjaya. Mereka terpaksa menikah muda untuk memenuhi kebutuhan mereka masing masing. Tak...