13. Perkara Motor

231 48 9
                                    

∆ HAPPY READING ∆

Kini Nanon berangkat ke sekolah lebih
awal dari biasanya. Kondisi sekolah pun masih tampak sepi

Nanon duduk di rooftop sekolah. Pandangan langsung tertuju ke arah gerbang sekolahnya. Nanon memainkan pulpen yang tadi sempat ia bawa. Matanya fokus ke arah para murid yang mulai berdatangan masuk ke area sekolah.

Matanya fokus ke arah seorang gadis yang baru masuk ke gerbang. Tampak gadis itu tersenyum ramah ke satpam sebelum masuk, mata Nanon masih terfokus di gadis itu. Dia Prim, kekasihnya.

"Prim, maafin gue. Seharusnya gue ga ngelibatin lo di masalah gue." Ujar Nanon pelan. Rasa bersalah kepada Prim sangat terasa.

Setelah itu Nanon turun dari rooftop berniat masuk ke dalam kelas. Namun saat di koridor, tak sengaja ia melihat Chimon dan Loverrukk yang sedang saling bercanda gurau di hadapannya.

Nanon terdiam memandangi keduanya. Perasaan apa ini. Kenapa hatinya terasa nyeri melihat pemandangan di hadapannya?

Nanon menggeleng, kemudian dengan cepat ia berjalan melewati mereka berdua. "Eh Nanon!" Seru Chimon saat sadar Nanon melewatinya. Nanon berhenti dan membalikkan badannya, "Apa?"

Love dan Chimon berjalan mendekat ke arahnya. Chimon menyerahkan buku catatan yang ia bawa tadi, "Ini tugas kemarin. Katanya Bu Ladda di suruh ngerjain bareng. Soalnya waktu itu kita bolos, ternyata di kasih tugas kelompok."

Nanon mengambil buku itu, ia membaca tugas kelompok apa yang di berikan. "Nanti kerjain bareng."

"Nanti?"

"Iya, lo gabisa?"

"Engga bukan gitu, di rumah lagi ada acara. Terus mau dimana?"

Nanon tampak terdiam sejenak, "Dirumah gue."
.
.

Chimon berjalan di samping lelaki berlesung pipi itu. Ia akan ke rumah Nanon tanpa pulang terlebih dahulu. Lagipula di rumah sedang ada acara.

"Nih pake," Nanon menyodorkan helm ke arahnya. "Ini ambil." Ulangnya saat tak ada sedikitpun niatan Chimon mengambil helm pemberiannya.

"Cuma satu?" Bukannya mengambil lelaki mungil itu malah bertanya. Nanon menatap ke arahnya heran, "Iya, lo pake aja."

"Ga deh, kan kamu yang di depan. Kamu aja yang pake."

"Gue ga masalah, udah biasa juga. Ini ambil." Ia kembali menyodorkan helm itu. Karena kesal tak di ambil, Nanon langsung menarik tangan Chimon agar mendekat dan langsung memasangkan helm itu ke kepalanya.

"Ehh?" Reflek lelaki mungil itu. Kini helm sudah bertengger di kepalanya.

"Gini kan cepet. Gue ga suka di tolak." Ucapnya lalu berjalan mengambil motornya yang terparkir.

"Sini naik," Nanon menyuruhnya agar naik ke motornya. Chimon tampak kesusahan karena motor Nanon yang tinggi. Nanon menghembuskan nafasnya kasar. Ia turun dari motornya lalu mengangkat tubuh Chimon agar naik ke motornya.

"Eh?!" Lelaki mungil itu terkejut. Reflek ia langsung berpegangan di pundak Nanon. "Makanya tinggi," Sindirannya sambil naik ke motornya sendiri.

Chimon yang sudah duduk di belakang pun hanya mencibir sambil memanyunkan bibirnya. Ingin protes pun percuma, apa yang di katakan Nanon memang benar.

"Pegangan,"

"Hah?"

"Gue mau ngebut, lo ga mau kehujanan kan?"

Chimon menatap ke arah langit, memang benar adanya, awan hitam mulai muncul. Lelaki mungil itu berpegangan pada pundak Nanon. "Ayo berangkat, katanya keburu hujan." Ujarnya pelan saat tak melihat Nanon bergerak.

Terlalu Rumit || NamonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang