Bagian XVIII Dewasa

10 6 2
                                    

Sebelum mempunyai Adik,aku memang sering berdebat hal ya g tidak jelas dengan abi, namun sekarang sudah ada kembar, aku harus dewasa.
__________________________________________________
Kini remaja lelaki itu selesai sholat Dzuhur dikamar rawat berjamaah dengan wanita paruh baya. Saat rakaat ke dua salah satu dari bayi itu menangis dengan kencang dan di sambung dengan bayi satunya yang ikut menangis.

Lelaki itu mempercepat sholat nya, supaya tidak membuat ibunda dari anak itu menjadi khawatir dan supaya bayi tersebut bisa kembali diam seperti semula.

"Arkhan tolong gendong Sabhira ya, seperti nya mereka lapar umi nyusuin Sabrina"
"Baik umi, Sabhira adik abang yang cantik sabar yaa. Adik kamu dulu baru kamu Oke? Cup cup cup"
"Salah Arkhan, haha sabhira adik nya Sabrina kaka nya "
"Eh? Ohhh kamu adik rupanya hahah, maaf abang g tauu"

Arkhan dengan lembut menyanyikan sholawat untuk adik nya supaya tenang, sesekali ia mengajak ngobrol adiknya itu. Dan tak terasa kini gantian sabhira meminum susu asi.

"Tidak Arkhan, jangan gendong dia"
"Loh? Kenapa? "
"Agak sensitif nanti malah bangun lagi"
"... Kau masih kecil sudah sensitif sekali Sabrina"
"Haha , kayak kamu tidak saja. Kamu dulu sering nangis kalo di angkat sama orang lain"

"Masa? Sebegitu menyusahkan aku? "
"Hahah enggak susah, emang bayi pada dasar nya nangis kalo mau sesuatu"
"Jadi Arkhan banyak mau nya? "
"Tepat seperti umi katakan, assalamu'alaikum istriku dan putri putri ku! "
" Wa'alikummussalam , Arkhan kok g di sebut?"
"Oh iya, lupa ada Arkhan lain kali deh haha"

Arkhan yang melihat Ridwan seperti meledak putra nya itu, ia sedikit marah namun ia sadar dia harus dewasa karna sudah memiliki adik sekarang. 'Tidak ada lagi kata kata berdebat dengan abi yang sangat kekanak kanakan' batin Arkhan.

"Loh? Tumben, kok ga marah?"
"Buat apa? "
"... Ya bukan buat apa apa , biasanya kamu balas omongan abi"
"Huft, abi. Arkhan nih sudah jadi abang masa masih mau adu mulut sama abi, malu dong ama si kembar"

Ridwan kaget dengan omongan putra nya itu, ia tersentak akan kata kata itu 'iya, ya dia sudah dewasa' ridwan mengingat kejadian kejadian masa lalu yang di mana Arkhan masih sangat aktif bermain dengan Ridwan.

Melihat suami nya seperti itu Fatimah berkata kepada Arkhan "Khan, mau sedewasa apa kamu, kami orang tya masih menganggap mu seperti anak kecil" Sambil mengelus pelan bahu anaknya.

"Iya umi, tapi dimata umi Arkhan tidak seperti Sabhira dan Sabrinakan?"
"Hahah, enggaknlah. Kamu Arkhan ya Arkhan bukan adik kamu atau siapa pun, itu yang ada di mata umi"
"Hehe, Arkhan sayang umi"
"Sama, umi juga sayang Arkhan"
"... Seperti dulu bukan?Arkhan mengucapkan nya dan umi membalasnya dengan mencium pipi Arkhan sekarang gantian hahah"
"Abi? Bagaimana dengan abi? Abi kok ngak di sebut juga? "
"Oh iya lupa, ada abi ya? Lain kali saja deh hahaha"

Ruangan itu di isi dengan tawan mereka bertiga, dan Ridwan memeluk Istrinya dan juga putra nya secara bersamaan "bentar bentar" Ucap Arkhan dan keluar dari pelukan mereka bertiga lalu berjalan ke Sabrina dan menggendong nya dengan sangat lembut.

"Jangan lupakan Sabrina, Sabrina juga ingin di pelukk" Ucap Arkhan dengan nada seperti anak kecil yang merengek tidak di belikan mainan. Lagi lagi perkataan nya membuat Ridwan dan Fatimah tertawa. Dan Arkhan kembali memasuki kepelukan Ridwan dan Fatimah.
__________________________________________________
"Bagaimana umi? " Tanya Reyhan kepada Arkhan, yang sedang berjalan ke arah masjid  untuk melaksanakan sholat sekaligus mengajar di sana.

"Alhamdulillah baik, katanya besok sudah boleh pulang. Sudah 3 hari kelahiran mereka, dan sekarang aku di suruh untuk mengajar kepada anak anak"
"Haha, ngeluh? "
"Tidak, namun mirip"
"Hahah Khan Khan, sudha jangan ngeluh. Mereka memang tidak gampang di atur, namun dia lebih suci dari pada kamu Khan"
"... Iya juga ya, mereka belum dewasa yah"

ARKHAN (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang