Bagian XVI Menilai Keburukan

8 6 4
                                    

Karna nanti, ketika kita di hadapan Allah. Allah tidak menanyakan orang lain melainkan menanyakan diri kita.
__________________________________________________
"Pulanglah, Lia aku tidak apa apa. Kan ada suamiku" Ucap fatimah kepada sahabat nya yaitu Lia, yang sedari tadi tetep khawatir dengan sahabat nya. Anak anak mereka sudah pulang duluan di antarkan Arfan.

"Aku... Ah pokonya melahirkan itu sakit"
"Haha, astagfirullah Lia, ini anak ketiga ku loh aku sudak tahu kalau melahirkan itu sakit"
"... Hmm, ya pokonya aku mau tetep di sinii! "
"Ya ya seterah kamu"
"Apa kau sudah menghubungkan kedua orang tua mu dan mertua mu"
"... Mereka sudah meninggal Lia, huft pokonya panjang ceritanya"
"Ah. Maaf, sudah jangan di pikirin. Ibu hamil tidak boleh banyak pikiran"
"Haha iya Lia"

Mereka berbincang bincang berdua dan sementara suami mereka sedang berada di kantin rumah sakit tersebut untuk memanjakan perut mereka, hingga tak terasa malam pun tiba, kini Lia masih tetep kekeh untuk di sana menemani Fatimah walau ada Ridwan.

Aditya hanya bisa pasrah dan mengikuti kemauan istrinya yang sangat keras kepala itu, 'di bawa pulang juga percuma ia tidak akan bisa tidur' batin Adit berkata.

Lia tidur di sofa rumah sakit yang tersedia di sana, sementara dua lelaki dewasa itu tidur di lantai menggunakan tikar yang mereka bawa tadi. Sekitar beberapa jam Ridwan tidak bisa tidur dan memutuskan untuk bangkit dari tidurnya.

Ia menuju ke Fatimah yang sudah tertidur, ia mangambil bangku lipat yang tersedia di sana, dan mendudukinya.

"Bagaimana aku bisa tidur tanpa memegang tangan istriku" Ucapnya yang membuat pipi fatimah menjadi merah, nampaknya ia belum tertidur mungkin ia merasakan apa yang di rasakan Ridwan juga.

Ridwan memegang tangan istrinya lalu menaruh kepalanya di pinggiran kasur tersebut. Ia menatap istrinya yang sebentar lagi akan melahirkan anak mereka yang ke tiga, ia seperti tidak percaya, padahal usia mereka bisa di bilang sudah tua.

Setelah menatap wajah istrinya itu ia lun lama lama menutup matanya secara perlahan. Selang beberapa menit Fatimah merasa tidak enak pada perutnya, ia membangun Ridwan yang belum begitu pulas.

"Sakit bi, coba tolong panggilka-"
"Dokter! Tolong istri saya perut nya sakit"

Belum selesai Fatimah berbicara Ridwan langsung bangkit dan keluar untuk memanggil dokter, padahal di kamar tersebut terdapat bel untuk memangil dokter nya.

Setelah datang, Fatimah dj periksa dan dokter tersbeut langsung menyuruh suster untuk memindahkan Fatimah ke ruang persalinan. Tidak berhenti Fatimah meringis kesakitan sambil menyebut Allah.

Sampai hingga dimana Ridwan mengikuti istrinya dan di tahan untuk tidak masuk ke dalam ruang persalinan "saya tidak takut darah kok" Ucap Ridwan meyakini dokter tersebut, namun mereka tetep tidak mengijinkan Ridwan untuk tidak masuk.

Ia sangat resah karang tidak mengetahui bagaimana keadaan istrinya di sana, Fatimah pun sama. Ia sangat takut karna tidak ada yang mendampingi nya "dok, suami saya dok..Dia benar benar...tidak takut darah...Ini anak ke tiga kami dan 2 seblum nya ia selalu..mendampingi ku dok" Ucap Fatimah terpatah -patah karna menahan rasa sakit nya

Sang dokter kini percaya dan memanggil Ridwan untuk masuk ke ruang persalinan dengan kondisi yang steril. Ia menyemangati istrinya dalam proses melahirkan anak mereka.

Fatimah memegang tangan Ridwan dengan sangat kuat, walau Ridwan merasakan sakit tapi ia berfikir bahwa rasa sakit di tangan nya tidak sebanding dengan rasa sakit yang Fatimah alami.

"Sedikit lagi ibu, ayoo semangat... Yaa alhamdulillah perempuan anaknya. Suster tolong bersihkan ya" Ucap dokter berkata mata itu kepada Fatimah.

Hilang rasa sakit itu saat mendengar suara tangisan anak mereka berdua yang begitu keras mengisi satu ruangan ini. Ridwan meneteskan air matanya dan langsung mengusap nya, ia tersenyum kepada Fatimah yang berhasil melahirkan bayi mereka.

ARKHAN (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang