Tiga tahun kemudian...
"Allesya!" Seorang ABG tampan memanggil nama gadis yang tengah bersandar di gerbang sekolah.
Gadis yang sedang memakan sebungkus ciki lantas menoleh dan melengos tanpa menjawab panggilan tersebut.
"Pulang bareng yuk, sudah sore." Senyum yang merekah terlihat sangat senang untuk pulang bersama dengan Allesya.
"Lo naik apa?" jawab Allesya dengan malas.
"Aku naik odong-odong, aku naik odong-odong, ku pilih bentuk yang luc--"
CTAK!
"Ck! Gue belum selesai nyanyinya, Allesya." Cowok dengan perawakan tinggi besar memprotes lantaran Allesya yang menyentil kepalanya.
Alih-alih menjawab, Allesya masuk ke dalam sekolah dan mengambil sebuah sepeda dengan hati-hati. Ia menuntunnya sampai di gerbang. "Ini gue bawa pulang. Ogah gue kongsi sama lo," ucap Allesya sembari menaiki sepeda.
"Woi, si anying!" Cowok itu tidak terima langsung mengejar Allesya.
Allesya yang dikejar hanya tertawa melihat tingkah teman sebayanya yang seperti anak kecil. "Lo lari aja sampe apartemen gue, Dit!" teriaknya sembari mengayuh sepeda semakin kencang.
***
Allesya teringat kejadian awal mula ia bersahabat dengan Dito. Ia tersenyum sendiri karena sekelebat bayangan masa lalunya dengan Dito begitu asik dan indah.
Tentu saja setelah Agil mencampakkannya. Ia dekat dengan Dito hanya sebatas teman dan tidak lebih. Ia selalu menjaga perasaannya untuk Agil meskipun itu mustahil.
Namun kini keadaan sudah mengubah semuanya. Umur mereka sudah bertambah dan harusnya pemikiran mereka juga harus dewasa. Tidak perlu berlarut-larut karena masa lalu belum tentu menjadi masa depan.
Itu yang selalu Allesya terapkan dalam hidupnya. Namun ia masih saja susah untuk melakukannya. Ia terlalu naif. Pada akhirnya sikapnya sendiri yang memperumit hidupnya.
"Hai." Tepukan halus mendarat di bahu gadis yang sedang melamun di taman apartemen.
Ia terperangah ... dan tersenyum. "Sejak kapan?" tanyanya lembut.
"Barusan." Seorang pria dewasa mengenakan setelan jas kantor yang berantakan itu mendudukkan dirinya di sebelah Allesya.
"Kerjaan di kantor banyak, Dit?" tanya Allesya kepada sahabatnya sembari merapikan rambut Dito.
Dito yang diperlakukan seperti itu langsung meraih tangan Allesya. Menyodorinya sebuah cup coffe yang isinya masih hangat. "Jangan gini. Lo gak tau gimana rasanya deg-degan."
Allesya hanya terdiam. Ia selalu ingin menjadikan dirinya sebagai seseorang yang memiliki hak atas Dito. Tapi ia juga tak ingin menjadikan hak itu untuk kemudian hari berpisah lagi. Seperti dirinya dan Agil.
Dito menoleh menatap Allesya yang terdiam menatap cup. "Gimana keadaan lo? Masih pengen istirahat? Gue capek, sumpah, harus ngurusin kantor gue, juga harus ngurusin usaha lo." Pria itu memberondongi pertanyaan disertai keluhan.
Saat Allesya bangkit dari terpuruknya, ia memutuskan untuk resign dari pekerjaannya. Ia mencoba untuk membuka usaha sendiri. Awal mula dirinya membuka sebuah kafe. Tentunya jalan tidak selalu mulus. Dia jatuh bangun untuk mempertahankan usahanya. Meskipun dia harus mengutang kepada kakaknya sendiri.
Terbukti telah 3 tahun usahanya semakin lancar dan sudah memiliki usaha yang lain. Itu semua karena kerja kerasnya.
"Kadang gue tuh mikir..." Dito membuka percakapan lagi. "Lo kenapa memutuskan buat bisnis? Kan asal-usul lo itu udah dari keluarga kaya raya, man. Kenapa lo gak nerusin aja bisnis keluarga lo?"
Allesya hanya tersenyum sinis. Dibalik sikap pendiamnya itu dia juga seorang gadis yang sedikit angkuh. "Gue gak bakal ngerasa kaya kalo gak dari keringat gue sendiri."
Pok! Pok! Pok!
Suara tepukan tangan membuat Dito dan Allesya menoleh kearah sumber suara. Mereka melihat dua manusia yang sedang berjalan seiringan menghampiri Allesya dan Dito.
"Emang adik gue ini yang paling top!" ucap seorang laki-laki sembari mengusap puncak kepala Allesya.
Allesya hanya terkekeh diperlakukan seperti itu. Ia melihat wanita disampingnya. "Kamu sudah isi?" tanyanya.
"Iya, sudah 5 bulan jalan 6 bulan, Esya." Sebuah panggilan yang sudah lama tidak pernah Allesya dengar, kini ia mendengarnya kembali.
Salma. Agil. Mereka sudah menikah satu tahun yang lalu. Sebesar apapun Allesya mengikhlaskan Agil, masih ada rasa yang tersisa diruang hatinya untuk kakak tirinya itu.
Setelah mereka menikah, Agil tidak pernah mengunjungi Allesya lagi. Pun saat itu Allesya sudah tidak pernah datang menemui Papa dan Ibu tirinya. Hanya Dito yang menjadi harapan dan teman.
Dito berdiri dan mengulurkan tangan kearah sahabatnya. "Apa kabar, Gil? Lo gak lupa gue 'kan?"
Agil tidak membalas uluran tangan tersebut. Tapi ia langsung memeluk Dito. Ia merindukan sahabatnya. Mengingat dulu ia sempat memusuhi Dito membuatnya merasakan rasa bersalah. Dia yang merusak persahabatannya dengan Dito. Dia pula yang merusak hubungannya dengan Allesya.
"Gue gak lupa sama lo. Mungkin lo yang lupa sama omongan gue," ucap Agil di telinga Dito.
Dito langsung melepaskan pelukan mereka, "Anjir gay!" Ia spontan membersihkan setelannya yang sudah bersentuhan dengan Agil.
Perseteruan kecil sepasang sahabat itu mampu mencairkan suasana yang awalnya tegang. Salma mendekati Allesya. Ia memberanikan diri untuk memeluk Allesya, sahabat lamanya.
"Maafin aku, Esya," ucapnya lirih.
Allesya hanya menepuk punggung Salma dan menggeleng sebagai jawaban. Tak peduli sesakit apapun hati Allesya, ini semua sudah takdir. Ia tidak bisa memilih, ia hanya bisa menjalani. Ia akan berusaha untuk tidak berlarut-larut.
Gadis dengan setelan hotpants dan kaos oversized itu melepas pelukan dan menekuk lututnya kebawah. Ia mengelus perut sahabatnya dan berucap, "Sehat-sehat, ya, ponakan Tante."
Tindakan Allesya membuat 3 orang yang ada disana mematung. Antara canggung, kasihan, dan terharu.
Dito membantu Allesya untuk berdiri. Kemudian ia merangkul bahu gadis dingin itu.
Pada akhirnya, takdir tetaplah takdir dan nasi yang sudah menjadi bubur tidak akan bisa menjadi nasi lagi. Tidak semua hal akan berakhir indah sesuai dengan yang diharapkan diri sendiri. Memang terasa sakit dan pahit, namun itulah yang dinamakan dengan proses pendewasaan diri, suka atau tidak suka harus tetap dihadapi karena proses itu akan selalu berjalan di atas hidup manusia.
Agil dan Salma menikah, Allesya mengikhlaskannya, dan Dito menghargai keputusan Allesya untuk tetap berteman selamanya.
THE END
HWAAAA AKHIRNYA SELESAI JUGA CERITA INI WEHHH.
Dari Tahun 2019 sampai sekarang, 2024, baru terselesaikan hahaha. Dari masih SMK sampe sekarang udah kerja dan mau ambil kuliah ceritanya ceunah, tapi baru selesai di Juni 2024 iniiiii astagaa.
Awalnya ada kepikiran buat gak menyelesaikan aja sih, karena pasti udah sepi dan gak ada pembacanya. Tapi aku orang yang apa-apa tuh harus selesai dan gak bisa digantungin. Jadi, yaudahlah ya yang penting ceritanya udah ending, haha. Karena kalo gak nerusin ini sampe ending ngerasa berhutang sama pembaca dan diri sendiri.
Terimakasih buat yang sudah baca. <3
KAMU SEDANG MEMBACA
ALLESYA [END]
Teen FictionAmazing cover by : @seulwoonbi "Gue ingin bahagia, tapi kebahagian sangat sulit untuk mendekat kearah gue. Kebahagian seakan-akan berpaling ketika gue berusaha meraihnya," ucap Allesya ditengah isakannya. Agil mengeratkan pelukannya, ia mengusap pun...