Sang surya dengan gembira menampakkan dirinya ke bumi. Bersiap untuk menemani rutinitas manusia yang ada di dunia. Membuat suasana pagi yang sejuk membuat siapa saja akan menghirup udara yang masih segar.
Namun, tidak untuk seorang gadis dengan muka kucel dan tidak terurus. Rambut yang acak-acakan, bibir peach yang kering dan pecah-pecah, mata yang dihiasi dengan lingkaran hitam, di lengkapi dengan wajah kusam dan tumbuh jerawat.
Allesya Arfani, tentunya. Gadis berparas kusut itu sudah sepuluh hari tidak merawat dirinya. Ia mandi hanya sesekali, lupa dengan seabrek skincare nya, dan membiarkan apartemennya kotor layaknya gudang yang pengap.
Sepuluh hari yang lalu membuat hidupnya berubah total. Tidak ada lagi Dito. Tidak ada lagi kebahagiaan. Hanya menyisakan sebuah luka yang semakin hari semakin terbuka.
Rasanya ia malu dengan Dito, Agil, dan Salma. Ia selalu teringat sekelebat bayangan tatkala Agil menciumnya dengan dalam dan tanpa persetujuan.
Semua hal itu yang membuat hubungan Dito dan Allesya hancur.
Ya, semua ini karena Agil.
"ARGHHHH!" Allesya berteriak frustasi. Ia menjambak rambutnya dengan kasar dengan suara tangisan yang menjadi-jadi.
"GUE BENCI LO, AGIL! ARGHH!" Gadis itu mengambil sebuah vas bunga di meja kamarnya dan dengan cepat ia melempar ke dinding.
PYARR
Allesya kembali menjambak rambutnya dengan kencang sembari menangis. Inilah titik yang paling ditakutinya. Dimana orang-orang yang dulu mengelilinginya mulai meninggalkannya.
Gadis yang mengenakan piyama lusuh itu meraih sebuah bingkai foto yang memajang fotonya dengan Dito.
Ia meraba foto itu sembari terisak. "Gue gak nyangka lo serius nyuruh gue buat pergi, Dit." Kemudian ia memeluk bingkai foto itu dengan erat.
"Dimana lo sekarang, Dito? Gue kangen sama elo." Allesya bertanya lirih sembari menatap foto Dito.
Sakit rasanya. Bahkan lebih sakit daripada ditinggal Agil. Allesya begitu merasa kehilangan Dito. Ia sangat merindukan sosok yang telah menemaninya selama 4 tahun itu.
Selama 10 hari, Dito tidak menemui Allesya. Menelpon atau sekedar memberi pesan singkat saja sudah tidak pernah.
Allesya meletakkan bingkai foto itu disamping bantalnya sembari merebahkan tubuhnya yang terasa sangat penat. Gadis berparas kusut itu meringkuk dan menatap kearah depan dengan kosong.
Dia sudah tidak perduli apapun. Ia melupakan pekerjaannya, ia melupakan jati dirinya, bahkan ia sudah lupa kapan dia terakhir makan dan mandi.
Kenapa Tuhan masih memberinya sebuah kehidupan jika semuanya sangat menyakitkan? Bahkan Allesya sudah tidak percaya dengan kalimat 'Tuhan memberi ujian sesuai kemampuanmu'.
Allesya tidak mampu, tidak kuat dengan kenyataan ini. Mengapa masih banyak orang yang percaya dengan kalimat penenang itu?!
Dunianya sudah hilang.
"Haruskah gue bunuh diri?" tanya Allesya dengan dirinya sendiri.
***
Kini Agil tengah duduk di balkon kamarnya sembari meneguk es teh. Baginya, berciuman dengan Allesya adalah hal yang indah. Hal yang dari dulu diimpikannya.
Namun, setelah impian itu berubah jadi nyata justru menjerumuskan hubungannya dengan Salma, Dito, dan juga Allesya.
Agil tahu jika Dito menaruh hati kepada adik tirinya. Tapi ia tidak akan semudah itu memberikan Allesya kepadanya, meskipun Dito sahabat karibnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALLESYA [END]
Teen FictionAmazing cover by : @seulwoonbi "Gue ingin bahagia, tapi kebahagian sangat sulit untuk mendekat kearah gue. Kebahagian seakan-akan berpaling ketika gue berusaha meraihnya," ucap Allesya ditengah isakannya. Agil mengeratkan pelukannya, ia mengusap pun...