26. Dia Yang Kembali

1.1K 63 4
                                    

Awas, part terpanjang sepanjang jalan kenangan, hahaha.

***

Drtt ... Drtt ... Drtt

Ponsel Agil berdering pagi-pagi. Membuat sang empunya memaksa diri untuk membuka mata sipitnya. Agil mengangkat telponnya setelah membaca si pemanggil -Dito, sang sahabat.

Ia berbicara dengan suara serak khas orang bangun tidur, "Hngh?"

Dito di seberang sana sedang terkekeh mendengar suara Agil, "Kebo banget, sih,lo! Gue telpon dari kemarin gak di angkat-angkat."

Agil segera terbangun dan terduduk mendengar ucapan Dito. Ia segera melihat tanggal dan hari. Disana terlihat bila tanggal dan juga hari sudah berubah. Berarti ... ia tertidur setelah Allesya mengantarnya pulang?

Agil menepuk dahinya pelan, "Yaampun, Dito! Gue baru bangun dari kemarin siang."

"Kasihan si Alle, dong. Gak dapet kabar dari calon tunangannya." Dito berbicara dengan intonasi menghina.

"Cuih, Allesya gak semanja kayak gebetan lo kali." Agil berdecih sinis. Bahkan tadi ia melihat tidak ada notifikasi satu pun dari Allesya.

"Halah, omong aja lo! Nanti kerumah gue, ya. Kumpul sama temen-temen. Ajak Alle juga gak pa-pa kalo mau."

"Ck, jam berapa, sih?"

"Jam 10. Ini udah jam setengah 9, sana siap-siap. Gue matiin dulu telponnya."

"Osh!"

Agil segera beranjak dari kamar tidurnya. Ia melakukan rutinitas seperti manusia yang lainnya ketika mandi.

Selang beberapa menit, Agil keluar dari kamarnya. Ia sudah memakai pakaian kasual. Dengan kaos hitam polos dan celana putih, dilengkapi dengan jaket jeans berwarna hijau lumut, dipadu sepatu kets yang senada dengan warna jaketnya. Membuat dirinya terlihat segar dan tampan.

"Eh, Agil udah bangun." Intan menyapa Agil ketika telah sampai di dapur. Beliau melihat penampilan anaknya yang sudah rapi, "perasaan Bunda aja apa emang bener, ya, kalo semenjak kamu punya doi lebih keseringan pergi main?"

Agil hanya cengengesan, "Gak kok, Bunda. Agil mau pergi kerumah Dito. Kumpul sama temen-temen, lah."

"Hngh ... ngajak Allesya, gak?"

"Ngajak, sih. Hehehe." Agil terkekeh sembari menggaruk tengkuknya.

Intan tersenyum menggoda, "Tuhkan. Kapan tuh si Allesya diresmiin jadi tunangan? Bunda gak sabar pengen punya menantu cantik." Intan mencolek hidung bangir Agil di akhir kalimatnya.

"Halah, masih kecil, Bunda. Berangkat prakerin aja masih lama." Agil menduduki kursi yang ada diruang makan.

"Ya ... Gak pa-pa. Kan, biar kalian udah pasti aja gitu." Intan mengambil piring dan nasi untuk Agil.

"Ayah mana, Bunda? Kok rumah udah sepi?" Agil mengalihkan pembicaraan sembari menerima piring dari Intan. Ia selalu saja tertinggal sarapan bersama karena dirinya yang susah bangun pagi.

"Ayah udah berangkat ke kantor, lah. Kamu bangunnya kelamaan, sih." Agil hanya mengangguk. Intan mengimbuhkan, "yaudah, Bunda mau ke belakang dulu, ya. Nanti kalo berangkat hati-hati." Wanita paruh baya itu segera meninggalkan Agil makan sendirian.

ALLESYA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang