41. Belum Berakhir

191 14 14
                                    

Dua orang gadis tengah duduk bersebelahan di tenangnya suasana taman saat malam. Tak ada yang membuka suara sedari 10 menit yang lalu.

Mereka asik dengan pikiran mereka sendiri. Di suasana yang tenang ini sangat cocok untuk mengintrospeksi diri sendiri dan menenangkan kalutnya pikiran.

"Sudah lama kita gak ketemu, ya." Seorang gadis mencoba membuka suara diantara keduanya.

"Hmm," gumam gadis disebelahnya.

"Aku menantikan bisa ketemu kamu, tapi saat sudah ketemu malah kayak gini." Gadis berparas manis itu mencoba untuk mencairkan suasana dengan logatnya yang masih sedikit medok.

"Waktu aku ketemu kamu, aku ingin sekali meluk kamu, tapi kamu bertingkah seolah-olah gak kenal aku," lanjutnya dengan senyum yang terpahat diwajahnya.

"Kamu belum berubah. Masih cuek dan irit bicara." Gadis itu terkekeh dengan canggung.

Gadis di sebelahnya tidak menjawab.

Faktanya, mereka saling merindukan. Namun tidak ada yang pernah membuka suara. Saling bertanya kabar atau sekedar menyapa saja sudah tidak pernah. Mereka seperti orang yang tidak saling mengenal.

"Percuma kalau orang lain tau hubungan kita di masa lalu, mereka gak akan peduli." Gadis yang sedari tadi diam akhirnya membuka suara.

"Jadi lebih baik kalau kita seperti orang yang tidak pernah mengenal," pungkasnya dengan jelas.

Gadis disebelahnya tertohok dengan kalimat itu. "Gak bisa kayak gitu. Kita ini sahabat, Allesya. Aku gak mau persahabatanku sama kamu putus dengan mudahnya."

Ya. Allesya dan Salma. Sepasang sahabat yang sudah terpisah bertahun-tahun. Tidak pernah bertemu, tidak pernah berbicara langsung. Ketika sudah bertemu, malah terjebak canggung.

Allesya merasakan kelu di lidahnya. Ingin sekali ia memeluk Salma. Namun, Salma lah orang yang dijodohkan dengan Agil.

Sesak.

Kecewa.

Rindu.

Tiga kata itu menjadi satu. Allesya sangat terkejut, mengapa harus Salma? Mengapa harus sahabatnya yang menggantikan posisinya disamping Agil?

Rasanya Allesya tidak kuat melihat kebahagiaan mereka berdua.

"Aku ... gak nyangka kalau kamu yang jadi calon tunangan Agil." Allesya menjawab dengan mata yang melihat kebawah.

Ia tidak ingin menangis mengatakannya. "Kenapa kebahagiaanku direbut oleh sahabatku sendiri? Kenapa harus kamu?" Gadis berkulit putih itu menatap sahabatnya dengan kecewa.

Salma terdiam. Sejujurnya ia sudah tahu sejak lama jika Salma akan dijodohkan oleh Agil. Namun dia diam, mengingat Salma juga mengagumi paras tampan Agil.

Katakan dia egois. Dia adalah gadis berkulit eksotis yang memiliki selera cowok yang memiliki ketampanan kadar tinggi.

Gadis itu menggenggam tangan Allesya. "Alle, tolong ikhlasin Agil buat aku," ujarnya dengan sayu dan tanpa malu.

Sahabatnya itu dengan kasar menepis tangan Salma. Ia memandang wajah Salma dan tertawa dengan keras. Tidak menyangka.

"HAHAHAHAHA! Se-gak tau dirinya itukah kamu, Sal? Se-egois itukah pribadimu?" Allesya menjawab dengan emosi. "Sampai dewasa pun sifatmu belum berubah," pungkasnya sembari menggelengkan kepala.

ALLESYA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang