39. Akhir dari Semuanya

680 42 42
                                    

"GUE KECEWA SAMA ELO!"

Suara isak tangis karena ketakutan mulai terdengar. Nada tinggi dan kalimat-kalimat yang menyayat hati kini terlontar dari orang yang paling dekat dengannya. Benarkah dia membuat kesalahan yang fatal?

***

“Kenapa sih lo sembunyikan semua ini?” Dito meremas rambutnya dengan geram. Ia tidak memperdulikan dengan gadis disampingnya yang tengah menahan isak tangis.

Ia kecewa. Sangat.

Apalagi ia melihat sendiri Allesya berciuman dengan Agil. Runtuh hatinya. Sakit sekali. Ia marah kepada kenyataan yang seolah-olah mempersulit hubungannya dengan Allesya. Selalu saja kecewa jika menaruh harapan kepada Allesya.

Dito menoleh kesamping kirinya. Menatap Allesya yang tengah menunduk dan menggenggam tangan dengan tangan yang gemetar.

“Kenapa lo mau dicium Agil?!” Dito membentak Allesya, membuat gadis itu terlonjak kaget.

Sedangkan Allesya semakin menunduk tanpa berani menjawab. Ia gemetar. Ia tidak ingin memperdengarkan suara isakannya. Tidak ingin membuat Dito semakin murka.

Dito selalu sabar ketika Allesya menangis karena Agil, ketika gadis itu selalu membahas masa lalunya ketika mereka sedang asyik-asyiknya bercanda. Dito selalu menemani Allesya kemana dia pergi. Selalu membantu Allesya ketika sulit. Berusaha membuat Allesya bahagia dengan berbagai cara yang memperhangat suasana hatinya.

Namun, inikah hasil yang ia tuai? Mengapa tidak sesuai ekspektasinya, hah? Ia yang terlalu berharap kepada gadis itu ataukah gadis itu yang terlalu tidak peka?

Dito berkali-kali mengatur napasnya dengan pelan. “Lo turun disini aja. Jangan pernah temuin gue lagi.”

Degg

Allesya memberanikan diri untuk mengangkat kepalanya dan menatap wajah Dito. Ia sangat tidak menyangka Dito menurunkannya dijalan. Dan apa tadi dia bilang? Allesya dilarang untuk menemuinya lagi.

“Dito...,” panggilnya dengan suara yang gemetar. “Gue bikin kesalahan yang paling fatal, ya?” imbuhnya dengan air mata yang berhasil lolos dari tempatnya.

Gadis itu menatap tangannya. Mengangkatnya dan memberanikan untuk memegang tangan Dito yang sedari tadi memalingkan mukanya.

“Maafin gue.” Ia berhasil memegang tangan Dito.

Namun, setelah Allesya mengucapkan itu Dito menepis tangan Allesya dengan kasar. Sungguh, ini adalah pertama kalinya Dito bersikap kasar dengan Allesya.

“Gak usah minta maaf, udah gue maafin,” jawabnya dengan dingin.

Gadis itu tersenyum. Ia menyeka air matanya. Biasanya, Dito tidak membiarkan Allesya menyeka air matanya sendiri. Cowok itu akan selalu membantunya meskipun hal yang sangat kecil. Nyeri rasanya Dito seperti ini.

“Lo cukup pergi dan gak usah temuin gue lagi.”

Allesya menolehkan kepalanya ke kanan. Ia mencari kesungguhan dipahatan muka Dito yang sempurna.

“Dito, lo serius pengen gue pergi dari kehidupan lo?” Allesya bertanya dengan lirih. Lagi-lagi air matanya mengalir.

Dito menatap Allesya dengan dingin. Ia menjawab, “Gue gak pernah main-main sama omongan gue sendiri.”

Allesya mengangguk. Ia hanya pasrah. Ia mulai melepas seatbelt nya. “Gue sayang sama lo, Dit. Asal lo tau itu.” Setelah mengucapkan kalimat itu, Allesya segera membuka pintu dan keluar dari mobil Dito.

Dito tertegun mendengar ucapan Allesya. Selama 4 tahun bersama, gadis itu tidak pernah mengungkapkan perasaannya.

Allesya berjalan menjauh dari mobil cowok itu. Ia diperintahkan untuk pergi tanpa harus dimintai penjelasan. Yaa, mungkin memang ini salahnya yang keterlaluan.

Gadis itu menoleh kebelakang, melihat mobil Dito. Ia menghembuskan napas dengan lesu, ternyata Dito tidak mengejarnya.

***

“Kamu pengen pertunangan kita ini dibatalkan, Agil?” Salma menarik napasnya dengan dalam.

Sedari tadi tidak ada yang membuka suara di kamar ukuran 5×4 meter itu. Agil hanya bisa menunduk dan siap mendengarkan amukan Salma.

Agil menatap Salma kemudian menggeleng. “Aku gak mau tunangan kita dibatalkan.”

Mendengar jawaban Agil, Salma lantas tersenyum sinis. Ia berdecak didalam hati. “Aku gak bisa lanjutin hubungan kalau pasanganku masih punya rasa sama mantan kekasihnya.”

“Salma ... maaf.”

Agil memang masih mencintai Allesya. Namun, Agil juga sudah mencintai Salma meskipun tidak sebesar cintanya kepada adik tirinya.

“Aku kecewa banget sama kamu.” Gadis berparas manis itu menatap kosong kearah depan. “Kamu saja tidak pernah melakukan itu kepadaku. Tapi ... bisa-bisanya kamu melakukan itu di depanku.”

Agil terdiam. Ia menarik napasnya dengan dalam. “Baiklah, mari kita bicarakan semua ini,” pungkasnya. Ia mengambil bajunya yang ditaruh di atas kursi dan segera mengenakannya.

Agil beranjak dari kasurnya. Ia berjalan menuju kamar mandi untuk cuci muka dan menutup pintu kamarnya.

Tak sampai 5 menit, Agil sudah kembali duduk di samping Salma. Ia berdehem, bingung memulai dari mana.

“Kamu gak cinta, ya, sama aku?” Salma bertanya dengan tatapan sayu. Terlalu banyak yang ada dipikirannya.

Agil menggenggam tangan Salma, ia mengelus punggung tangan itu. “Kamu salah.”

“Terus?” Gadis itu mengangkat alisnya dengan lugu.

“Aku cinta kamu.”

“Tapi kenapa kamu melakukan itu sama Allesya?”

Agil menghela napas berat, ia melepaskan genggamannya. “Maaf, Salma. Cintaku ke kamu engga sebesar cintaku ke Allesya.”

Dada Salma seperti dihantam timah panas. Sakit sekali rasanya mendengar pernyataan dari mulut calon suaminya.

“Kamu jahat banget, ya. Aku gak nyangka, loh.” Gadis itu menggelengkan kepalanya. Air mata turun dari pipi mulusnya.

Agil mengangguk. Ia menyeka air mata Salma dan segera membawa gadis itu kedekapannya. Terkadang ia merasa sangat jahat karena tidak bisa membalas perasaan Salma dengan sempurna.

“Salma, kalau memang kamu kuat dengan sikapku, tolong temani aku untuk berubah agar bisa mencintai kamu dengan tulus. Tapi jika kamu tidak tahan dengan sikapku, kita bisa untuk menyudahi hubungan ini.” Agil melepaskan pelukannya. Ia menatap mata Salma dengan dalam.

Cinta itu menyakitkan.

Semua yang tenggelam didalamnya akan kesulitan untuk keluar. Selalu saja membutuhkan bantuan orang lain untuk keluar dari lingkup itu.

Ada yang saling membenci, memaki, namun kemudian hari saling mencintai.

Ada yang saling mencintai namun semesta tidak merestui.

Seseorang yang sudah terjatuh dalam sebuah ikatan cinta, maka harus siap jika suatu saat akan terluka.

“Aku rasa kita harus menyudahi semua ini.”

***

Hallo, Everyone!🌻

Wah wah, deket ending malah hubungan mereka gonjang-ganjing.

Mau tau kelanjutannya, gak? Vote komen yuk! Target vote masih sama, yaitu 30+

Saling Menghargai, Yuk!

ALLESYA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang