Hidupkan data seluler kalian, dan tap video diatas sembari membaca cerita ini.
Semoga feel-nya dapat, dan selamat membaca, chingudeul ~
***
Agil tidak pulang dari semalam. Ia ikut menunggu Allesya siuman bersama Ilham dan juga Rani.
Keadaannya sama kacau seperti Ilham. Sampai-sampai, hanya Rani yang masih terlihat hidup.
Rani memutuskan untuk ke kamar mandi mencuci muka dan pergi ke kantin membeli sarapan untuk mereka. Sebelumnya ia berpamitan kepada Ilham agar tak mengkhawatirkannya.
Berpamitan saja membutuhkan waktu bermenit-menit. Karena Ilham yang begitu khawatir akan terjadi sesuatu dengan Rani.
“Allesya ... ” Agil meracau pilu di samping Allesya dalam keadaan yang masih terlelap.
Ilham yang melihat, meringis sakit.
“Bangun ... ” Agil masih meracau. Tangannya tidak lepas dari tangan Allesya.
Ilham menghampiri Agil, ia menggoyangkan bahu Agil agar bangun.
Dan benar saja, Agil terbangun dengan keringat dingin yang mengalir di pelipisnya. Lagi-lagi ia tertunduk melihat wajah gadisnya yang belum bangun.
“Gue harus gimana, Kak?” tanya Agil parau.
“Sana cuci muka dulu. Muka lo kelihatan kacau.”
Ilham seolah-olah tidak menyadari jika mukanya juga terlihat kacau. Agil hanya menuruti dan segera beranjak ke kamar mandi.
“Dek ... maafin Abang.” Ilham mengelus-elus punggung tangan Allesya dan mengecup keningnya lama.
“Abang mohon, kamu bangun, ya. Di sini yang nunggu kamu banyak.” Ilham mengusap surai Allesya sayang.
“Jangan bikin Abang sama Agil kesiksa gara-gara lihat kamu yang kayak gini.” Ia masih berusaha untuk menguatkan dirinya.
Ilham menghela napas kasar, “Kamu jangan berharap kalo papa mama bakal jenguk kamu, ya. Disini udah ada banyak orang yang sayang kamu.”
Ilham itu tau, dibalik sifat keras Allesya, gadis itu menyimpan sejuta harapan agar orang tuanya bisa memperhatikannya. Meskipun, ia selalu kesal jika orang tuanya menghubunginya. Ia hanya berharap ... agar bisa merasakan bahagianya keutuhan sebuah keluarga.
Cklek!
Pintu kamar terbuka. Menampakkan seorang wanita yang menatap sendu suaminya.
“Mas, sarapan dulu.” Rani mengalihkan atensi Ilham.
Ilham mengangguk dan menghampiri Rani, “Nunggu Agil dulu, Dek.”
Agil keluar dari kamar mandi dengan langkah gontai. Ia segera mendudukkan di kursi sebelah brankar Allesya. Lagi-lagi ia menatap kosong. Seolah kehilangan harapan hidup.
Rani menghampiri Agil dan mengelus pundaknya, “Sarapan dulu, ya, Gil.”
Agil menggeleng.
“Kesehatan kamu juga penting.”
Agil terdiam.
“Allesya pasti gak mau kalo kamu sakit juga.”
Agil berkedip dua kali menyadarkan dirinya.
“Jadi ... kamu sarapan, ya?”
Agil menatap Rani dan mengangguk.
Kemudian mereka sarapan dalam keheningan. Sibuk berperang dengan isi kepala masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALLESYA [END]
Teen FictionAmazing cover by : @seulwoonbi "Gue ingin bahagia, tapi kebahagian sangat sulit untuk mendekat kearah gue. Kebahagian seakan-akan berpaling ketika gue berusaha meraihnya," ucap Allesya ditengah isakannya. Agil mengeratkan pelukannya, ia mengusap pun...