32. Trapped

1.1K 58 5
                                    

Hidupkan data seluler kalian dan putar lagu diatas. Thanks.

Happy reading ~

***

Dinginnya malam yang menusuk diselimuti atmosfer ruangan yang sangat berat. Menjadikan semua insan yang berada di ruangan itu terdiam seribu bahasa. Seolah ingin menyapa, namun keinginan itu terkubur dengan seribu rasa yang kembali mendera.

“Allesya?” panggil seorang paruh baya yang mencoba untuk mendekat.

Allesya terdiam, menggelengkan kepala seolah tidak percaya. “Ini pasti halusinasi,” ucapnya.

Pria paruh baya itu semakin mendekat dan terus menatap Allesya seperti –tidak bisa diartikan.

“Gak, gak.” Allesya menggelengkan kepalanya, “ini pasti halusinasi.”

“Gue gagar otak. Iya, ini halusinasi.” Ia menepuk-nepuk pipinya dengan keras.

Agil memandangi Allesya dengan raut wajah heran. Sedangkan Intan memandang Allesya dengan raut wajah prihatin.

“AAAAA! HALUSINASI BRENGSEK!” Allesya menangis histeris ketika pria itu memeluknya.

Ia merindukannya.

“Alle, ini Papa, Nak. Papa Bayu. Kamu gak berhalusinasi.”

Deg!

Agil menegang.

Jadi ... selama ini ia mencintai anak dari ayah tirinya?

Ia menggeleng tak menyangka. Ia sulit untuk menerima ini. Kenapa ia tidak diberi tahu dari awal?

“Bunda ... apa maksud ayah?” Agil bertanya dengan tatapan kosong. “Apakah Allesya saudara tiri ku?” paraunya.

Intan menganggukkan kepalanya. Ia sendiri tidak menyangka akan semua hal ini.

Semua ini bagaikan ilusi. Empat orang yang ada di ruangan ini terdiam. Allesya, Agil, Intan, tak menyangka akan hal yang tak terduga.

“Allesya?”

Allesya menatap sendu sang papa. “Papa?”

Pria itu hanya mengangguk. Beliau menggenggam tangan Allesya dengan hangat. Menyalurkan kerinduan kepada putrinya yang selama ini tak pernah ia beri kasih sayang dengan seutuhnya. Dunianya hanya diisi oleh kesibukkan pekerjaan.

“Meskipun Papa sibuk, tapi Papa selalu mantau keadaan kamu. Papa tau kalo kamu pacaran sama Agil, anak tiri Papa.” Beliau menghela napasnya, “Tapi ... tapi Papa minta maaf kalo gak pernah memperlakukan kamu seperti memperlakukan Agil. Sebenarnya Papa juga ingin memperlakukan kamu seperti itu, tapi semua itu Papa urungkan karena kamu benci sama Papa.” Terlihat air mata yang terjatuh dari pelupuk matanya. Membuat Allesya juga berkaca-kaca.

Ia memang benci dengan orang tuanya. Tapi ia juga membutuhkan kasih sayang dari orang tuanya. Ia ingin mengusir Bayu, tapi tak sampai hati karena ia sendiri sedang merindukan sosok orang tuanya.

“Maafin Papa, Allesya ...,” isaknya. Beliau menjatuhkan air matanya didepan anak istrinya. Memperlihatkan betapa sayangnya ia kepada keluarganya.

Intan segera menghampiri Bayu. Beliau mengelus-elus punggung suaminya agar bisa tenang. Agil pun demikian. Ia merasa sakit karena terjebak oleh kenyataan. Tapi ia juga merasa kecewa melihat ayah tirinya yang menangis. Ia kecewa ... kenapa semua ini harus terjadi di hidupnya?

Allesya tak tega melihat wajah sendu orang tuanya. Ia juga merasa bimbang. Akankah ia tetap mencintai Agil yang sebenarnya saudara tirinya? Ataukah ia berhenti mencintai Agil demi kebahagiaan orang tuanya?

“Papa sudah mendengar kalo kamu kecelakaan. Tapi, betapa bodohnya Papa yang masih memikirkan pekerjaan itu. Papa ini memang pengecut. Memang pantas jika kamu membenci orang tuamu ini, Nak.” Bahu Bayu bergetar hebat. Menandakan akan kecewanya kepada dirinya sendiri.

Allesya mengangguk dan berkata dengan sinis, “Papa memang egois. Dari dulu. Aku benci banget sama orang yang egois.”

Semua orang terdiam.

“Kenapa Papa datang di depanku lagi setelah dulu Papa meninggalkanku di depanku juga? Saat aku menangis dan mencoba menahan Papa agar tetap bersamaku, tapi tetap pergi begitu saja tanpa menoleh kepadaku lagi. Apa Papa tidak merasakan rasa sakitku?!” Allesya menjerit diakhir kalimatnya.

Sudah lama ia ingin mengungkapkan semua rasa muaknya. Bertahun-tahun ia menahan gejolak amarah dengan susah payah. Berkali-kali ia mencoba untuk melupakan semuanya. Namun, tetap saja semua itu tetap ada. Membentuk sebuah luka basah yang sulit menggersang.

“Aku gak pernah merasakan indahnya dicintai. Aku gak pernah merasakan hangatnya keluarga. Aku gak pernah merasakan pelukan orang tua.” Allesya menghela napasnya.

“Semua itu membentuk karakterku. Hidupku abu-abu. Tanpa ada Papa atau siapapun itu. Satu-satunya orang yang paling berharga untukku hanyalah kakakku.” Ia melanjutkan ucapannya sembari melirik ke arah Agil.

Sementara Bayu hanya mengangguk-angguk. Ia menghapus jejak air matanya kemudian menggenggam tangan Allesya dan menatap wajah manis itu. “Papa tau, Nak. Papa minta maaf.”

“Gak masalah kalo kamu benci sama Papa. Tapi kamu jangan benci sama Agil, ya. Jangan benci kalo dia ternyata saudara tiri kamu. Kami tidak mempermasalahkan hubungan kalian, asal kalian bahagia.” Beliau beralih mengusap-usap pipi Allesya. Terlihat gurat senang karena anaknya itu tidak menolak akan belaiannya.

“Papa sama Bunda pulang dulu, ya,” imbuhnya dengan senyuman yang terpasang.

“Allesya, Bunda pulang dulu, ya. Semoga kamu cepet sembuh.” Intan memeluk Allesya singkat. Kemudian keluar ruangan mengikuti suaminya.

Agil dan Allesya terdiam canggung.

Selesai sudah. Ternyata mereka salah dalam menjatuhkan rasa cintanya. Rasa yang dulu indah kini berubah menjadi asa lara yang sangat susah.

Baru saja mereka merasakan cinta yang belia. Berkomitmen untuk selalu menjaga rasa. Menjalani semua asa bersama-sama. Menikmati segala bahagia yang tercipta. Namun, kini semua itu perlahan berubah menjadi sirna.

Oh, takdir. Senang sekali kau mempermainkan kehidupan manusia.

***

Halo halo, update tepat waktu yaa.

Jangan lupa follow akun aku agar bisa tau informasi tentang cerita ALLESYA.

Kira-kira mereka bakal putus atau tetap lanjut yaa? Hmm, gak tau juga.

Oiya, sekarang aku mau nerapin target vote untuk update. Jadi, kalo vote belum terpenuhi belum bisa update ya ehe :p. Oke jangan lupa vote dan komen ya

20++ vote untuk update selanjutnya.

ALLESYA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang