31. Whats Wrong?

1K 51 5
                                    

Hidupkan data seluler, dan putar video diatas sembari baca cerita ini, ya. Agar feel-nya makin dapet.

Selamat membaca dan selamat bermalam mingguan~

***

Allesya sudah mulai menerima keadaanya sendiri. Tentunya berkat bantuan Agil. Ia kini sudah bisa tersenyum meskipun tipis.

Bibir mungil yang pucat itu seakan-akan tak pernah lelah tersenyum ketika didepan orang lain.

Kini, Agil menunggui Allesya yang sedang duduk sambil memainkan ponselnya.

“Allesya, lo pengen sesuatu gak?” Agil menyangga dagunya sembari menatap Allesya.

Allesya menatap Agil sebentar. Lalu ia menggeleng dan berkata, “Gue kok bisa kecelakaan itu gimana, ya, Gil?”

“Iya, kan, lo yang nyetir. Kok tanya gue?” Agil mengernyitkan alis heran.

“Terus mobil gue rusak parah, kah?”

Agil mengangguk menanggapi pertanyaan kekasihnya. Memang sudah parah sekali kondisi mobil Allesya. Bahkan, sudah tidak terlihat seperti mobil.

“Mobil lo udah gak berbentuk, Beb.”

Allesya melirik Agil, kemudian mengangguk - biasa saja.

Agil terbelalak melihat respon Allesya yang sangat datar itu -tidak membutuhkan sekali. “Kok lo biasa aja, sih?”

“Gak ngurus, deh. Mobil gue banyak.” Allesya menanggapi dengan santai. Lantas ia meletakkan ponselnya di nakas dan membuat tubuhnya saling berhadapan dengan Agil. “Habis sembuh ini, gue pengen naik motor aja. Motor yang ada di kampung mau gue kesiniin,” cetusnya.

“Motor yang mana?”

“Gak banyak, kok. Cuma empat motor aja. Sama dua mobil.”

Agil terbelalak mendengar jawaban Allesya. Itu termasuk sudah banyak. Memangnya ia ingin basement apartemen hanya dipenuhi kendaraannya yang belum tentu selalu dipakai?

“Anjay mabar.” Agil mengucapkan kata-kata yang sekarang menjadi trendi. “Itu udah banyak. Lo pengen basement apartemen penuh sama kendaraan lo?”

Allesya hanya mengendikkan bahunya santai. “Gak ngurus gue, yang penting gue ada kendaraan.”

“Kan, ada gue yang siap antar jemput lo.”

“Lo itu pacar gue, bukan tukang ojeknya gue.”

“Terserah, deh.” Agil menyahut pasrah. Allesya itu keras kepala sekali. “Maaf, ya, bunda gue gak bisa jenguk lo. Lagi nemenin ayah keluar kota soalnya,” imbuh Agil.

Allesya mengangguk sembari menjawab, “Ahsiap santuy.”

Agil dan Allesya sama-sama terkekeh.

Memang, bahagia itu sederhana.

Bahagia itu ketika dua orang saling mencintai nan mengasihi dipertemukan. Melewati suka dan duka bersama. Untuk menuju tak terbatas dan melampauinya.

Btw, ayah lo itu sifatnya gimana, sih, Gil?”

“Ayah tiri?”

Allesya hanya mengangguk.

“Oh, beliau itu baik banget. Pekerja keras, gigih, ulet, dan juga rajin bantu bunda bersih-bersih rumah, dan sebagainya.” Agil terlihat semangat bercerita. Ia menganggukkan kepalanya, sembari mengimbuhkan, “ya, meskipun ayah itu jarang banget dirumah gara-gara sibuk sama pekerjaannya.”

Allesya terkesan dengan ayah tiri Agil yang begitu baik memperlakukan keluarganya. Berbeda dengan kehidupan Allesya, ia saja tidak tahu siapa orang tua tirinya. Bahkan ia tidak berniat untuk mengetahui.

ALLESYA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang