16. Oh, Shit!

1.2K 55 21
                                    

DUARRRRR!!!!

"AAAAAAA, TAKUUUUUUT!! HELP ME !!!" Teriak Allesya dengan badan yang memeluk Agil spontan. Badannya bergetar dan hampir menangis.

Agil terkekeh melihat tingkah Allesya yang dianggapnya menggemaskan itu. "Cemen." Ledek Agil.

"Ih, jahatnya lo, gue ketakutan gini dikata-katain." Ucap Allesya tidak terima - masih memeluk Agil.

"Meluk gue selama 1 menit kena tarif 10 ribu, ya." Ucap Agil menaik-turunkan alisnya.

"Ogah!" Jawab Allesya yang masih memeluk Agil.

"Utututu, gemas sekali kau ni." Ucap Agil meledek Allesya dengan memanyunkan bibirnya.

Membuatnya terlihat imut. Dan, membuat Allesya suka dengan raut wajah itu.

Eh?

———

Mereka tertidur di sofa yang mereka duduki dari malam hingga pagi. Masih dengan posisi yang sama. Dimana Allesya memeluk Agil. Dan Agil merentangkan sebelah tangannya ke senderan sofa.

Hari ini tanggal merah. Mentari menampakkan dirinya dengan senang tanpa malu. Pukul 9 pagi. Ya, sekarang sudah pagi menjelang siang. Akibat mereka begadang semalam karena petir yang tak kunjung reda, membuat keduanya tertidur dengan pulas.

Sementara itu, kini kakak Allesya dan istrinya ingin mengunjungi Allesya di hari yang tidak sibuk. Rasanya, ia seperti kakak yang tak bertanggung jawab karena jarang memperhatikan adiknya. Kakak kandung dan kakak iparnya kini telah berada di depan pintu apartemen Allesya yang sedang memasukkan kode pintu untuk masuk.

Setelahnya mereka masuk, mereka dikagetkan dengan keadaan Allesya yang tengah tidur bersama Agil.

"Astaghfirullah, Allesya!" Teriak Ilham.

Allesya terperanjat. Ia mendengar Kakaknya berteriak. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri, namun tak ada Kakaknya. Ia menghembuskan nafas lega. Ia tidak tahu akan nasibnya jika sang kakak mengetahui Allesya yang tengah bersama Agil.

Ia membenarkan posisinya. Melepaskan pelukannya dan duduk dengan tegak guna mengumpulkan setengah nyawanya.

Sementara itu, sang Kakak tengah berusaha meredam amarahnya. "Allesya Arfani!" Panggilan yang rendah namun terkesan akan kedinginannya.

Allesya melotot dan segera menoleh ke belakang. Ia gugup setengah mati. "Eh, Mas." Cengir Allesya kikuk.

"Siapa dia?!" Ilham berusaha agar tidak lepas kendali terhadap adiknya. Bagaimanapun, ia juga merasa bersalah. Harusnya ia bisa membagi perhatiannya antara kerja, istri, dan adik.

"Ehm, dia temanku, Mas." Jawab Allesya dengan menunduk. Tak berani menatap mata sang Kakak.

"Teman?" Tanya Ilham dengan sinis.

"Semuanya gak kayak yang Mas lihat."

Agil masih saja terlelap. Tak terganggu akan kebisingan yang dibuat Allesya dan Ilham. Diam-diam Allesya merutuki Agil yang tak bangun-bangun.

"Silahkan jelasin!"

"Tadi malam hujan lebat dan ada petir. Abang tau, kan, kalo aku takut sama petir? Waktu itu aku sedang sama dia, dan gak ada pilihan lain, aku langsung nyuruh dia buat nemenin aku." Jawab Allesya dengan lirih.

"Kenapa harus pake peluk? Hah?!"

"Aku reflek meluk dia malah sampai ketiduran."

"Gak logis."

Allesya merasakan rasa yang campur aduk. Satu sisi, ia masih sakit hati dengan keadaan. Di sisi lain ia takut jika Ilham marah kepadanya.

"Santai aja, Kak. Gue gak ngapa-ngapain Allesya, kok." Ucap Agil tiba-tiba.

ALLESYA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang