33. Clubbing

1.2K 38 3
                                    

Kling

Bunyi notifikasi pesan terkirim terdengar. Allesya tengah mengirimkan sebuah pesan kepada William melalui via WhatsApp.

Setelah mengirimkan pesannya, Allesya kembali ke rutinitas awalnya, yaitu membereskan kamarnya yang sangat berantakan.

Satu bulan telah berlalu adanya kejadian itu -Bayu menemui Allesya di rumah sakit - dirinya telah mengakhiri hubungannya dengan Agil.

Kenyataannya, rasa cinta itu masih ada. Kenyataannya, rasa sakit itu masih menganga. Belum sepenuhnya luka Allesya disembuhkan oleh Agil, kini kembali basah lantaran kembali terbuka.

Hati Allesya kali ini tak lagi mudah disentuh. Dia menjadi orang yang semakin keras kepala dan tidak suka diatur.

Kling

William

Lo yakin mau clubbing lagi? Oke nanti malam gue jemput seperti biasa.

Ya ... seperti itulah keadaan Allesya. Kini ia lebih dekat dengan William, teman sebangkunya. William seorang teman yang baik, ia tidak pernah memperbolehkan Allesya untuk mabuk-mabukan. Maka dari itu, William siap kapan saja untuk menemani Allesya.

Allesya menjadi gadis yang sangat bandel. Mulai dari rambutnya yang di warnai sedikit-sedikit. Datang ke sekolah di waktu yang tidak semestinya. Dan tentunya ... kini ia menjadi the killer most wanted di sekolahannya.

***

Dentuman musik terdengar sangat keras dan memekakkan telinga. Ramai orang tengah berdansa dengan riangnya. Allesya menyapu ramah seluruh lantai dansa dan ingin sesegera kesana.

"Tunggu." Laki-laki berperawakan tinggi besar dan juga tampan memegang tangan Allesya. Membuat gadis itu menolehkan kepalanya dengan malas. Alangkah terkejutnya ia dan William melihat Ilham yang tengah memegang tangannya tersebut. Namun, Allesya menyembunyikan raut kagetnya.

"Udah berapa kali kamu kesini, Dek?" Ilham bertanya dengan muka sayunya. Ia merasa gagal menjadi seorang kakak yang tidak bisa menuntun adiknya dengan benar.

Allesya menepis tangan Ilham dengan kasar dan menatap Ilham dengan sinis, "Sejak Bang Ilham gak pernah lagi datang ke aku. Dulu ku kira dihidupku yang berharga adalah Bang Ilham, tapi ternyata semua perkataanku itu gak ada yang benar. Memang pada dasarnya aku lahir untuk disakiti dan hidup dalam kesendirian."

Gadis itu menahan rasa perih dihatinya ketika mengucapkan kalimat tersebut. Terlebih melihat Ilham yang menatapnya dengan tatapan yang sangat dalam.

"Maafin Abang, Dek." Ilham segera mendekap erat tubuh adiknya. Namun, Allesya justru menepis pelukannya. Allesya ... bukanlah yang seperti dulu lagi.

"Gak usah peluk-peluk aku. Aku mau segera kesana." Allesya menunjukkan lantai dansa dengan memajukan dagunya.

Ilham sebenarnya tidak suka jika Allesya melakukan hal-hal tersebut. Namun, ia tidak bisa apa-apa. Adiknya seperti ini juga karena dirinya. Akhirnya, Ilham menepuk pundak William dan berkata, "Tolong jaga Allesya. Dia sepertinya tidak ingin bertemu dengan saya. Hanya kamu yang bisa saya percaya." Kemudian Ilham melangkahkan kakinya untuk keluar dari bar.

Keadaan Allesya sekarang sangat berbeda seperti sebelumnya. Dulu, meskipun keadaan keluarganya terpecah-belah, ia bisa mengontrol dirinya. Ia bisa menyembunyikan kesedihannya. Ia begitu tegar dan terlihat biasa saja dengan semua garis hidupnya.

Tapi untuk sekarang tidak. Allesya terlalu muak dengan semuanya. Ketika ia sudah menemukan cintanya, tapi ternyata cintanya itu hanya sebuah bayang semu. Membuat dirinya sudah tak percaya lagi dengan sebuah cinta dari manusia.

"Alle! Alle!" William berteriak memanggil Allesya yang tengah menari dengan sempoyongan. "Sial! Gue kecolongan." Cowok itu memaki dirinya sendiri karena tidak memperhatikan Allesya yang sedari tadi memegang sebuah gelas yang berisi cairan bening.

Allesya tertawa terbahak-bahak. Namun, dengan tawa yang tersirat akan kesedihan yang mendalam.

Bugh!

William menarik Allesya membuat gadis itu menubruk dadanya.

"Hiks, hiks, hiks." Gadis itu melingkarkan tangannya ke punggung William sembari menangis terisak-isak.

Ia merasa jatuh kembali. Rasa sakit yang sempat reda kini datang lagi. Mengoyak-oyak semua rasa yang ada pada relung hati. Perasaan mengajak untuk menangis, namun logika mengajak untuk tidak perduli.

"ARGH!" Allesya menjerit dengan keras. Meluapkan semua kesedihannya. Tentu saja suaranya itu teredam oleh dentuman musik yang sangat kencang.

Gadis itu memeluk William semakin erat. Begitupun William, ia sangat tidak tega melihat gadis yang dulu pernah dicintainya terpuruk.

Ya. Dulu William sangat tertarik dengan Allesya. Melihat semua sikap Allesya, membuatnya menjadi kagum. Namun, perasaan kagum itu berubah menjadi suka dan cinta. Tapi sayang, Allesya lebih memilih Agil daripada dirinya.

"Ssst, udah luapin aja semua kekesalan lo. Gue bakal jagain lo." Cowok berperawakan tinggi besar dan juga memiliki lesung pipi itu mendekap Allesya dengan erat. Membuat tubuh gadis itu bergetar hebat akibat tangisannya.

***

"Mampus! Gue kesiangan lagi." Allesya segera beranjak dari tempat tidurnya dan melangkahkan kakinya ke kamar mandi dengan tergesa-gesa.

Semalaman ia pingsan setelah menangis terisak-isak. Tentu saja karena efek dari minuman yang ditenggaknya.

Seperti yang bisa dikatakan, Allesya sekarang memang berubah menjadi orang yang lebih brutal. Perubahannya sangat drastis. Kini ia tak lagi berpikir dua kali untuk melakukan suatu hal yang terkadang menyimpang dari aturan.

Didalam kamar mandi, Allesya hanya membasuh mukanya dan menggosok gigi. Tanpa harus berlama-lama untuk mandi. Ia mengenakan seragamnya dengan asal dan juga menyisir rambutnya dengan tergesa. Tak sempat ia memakai skincare routin nya, lantas gadis itu memasukkan semua skincare yang dipakainya setiap hari ke dalam tas.

Setelah menyelesaikan semua kegiatannya yang asal-asalan itu, Allesya berlari menuju basement. Pagi ini ia lebih memilih pergi ke sekolah menggunakan motor klasiknya dengan helm yang cocok jika dipadukan dengan motornya.

Gadis dengan muka bantal itu membelah jalanan yang padat dengan kecepatan super yang dimiliki motornya. Meskipun ia memacu kuda besinya sekencang apapun, tetap saja terlambat. Karena jam telah menunjukkan pukul 08:10.

Allesya memacu motornya dengan ugal-ugalan, membuat semua pengguna kendaraan memaki. Sungguh, sangat rusuh. Namun semua makian yang dilontarkan pengguna jalan membuat Allesya tertawa terbahak-bahak. Menurutnya, hal itu sangat menggelikan. Yaa, meskipun memang mengganggu.

Tak sampai 10 menit, Allesya telah berhenti didepan pagar sekolahnya. Ia menggoyangkan pagar besi yang tinggi itu, membuat satpam menghampirinya.

"Aduh, Eneng. Kumaha ieu teh, telat wae unggal pie." Satpam berperut buncit mengomeli Allesya dengan logat Sunda nya.

"Aah, aing lieur." Allesya mengibaskan tangannya sembari menyodorkan uang berwarna biru satu lembar. Dengan spontan satpam itu mengangguk dan membuka gerbang dengan cepat.

"Jangan sampai ketahuan sama guru!" perintah satpam berperut buncit itu yang hanya di acungi jempol oleh Allesya.

Gadis itu memarkirkan motornya dengan rapi. Kemudian ia melepas helmnya dan bercermin di kaca spion. Allesya membuka tasnya untuk mencari topi bertuliskan Pull & Bear yang berwarna merah maroon. Dipasangkannya topi itu dikepalanya untuk menutupi rambutnya yang acak-acakan.

"Woi!" Terdapat seseorang yang mengejutkan Allesya dengan teriakan yang sangat keras.

Orang itu berlari dengan kencang menuju Allesya. Membuat Allesya terbelalak dan kelimpungan.

***

Haloo, Im come back!

Maaf atas ke-ngaretan update yaa, hehe. Vote yang banyak untuk double up! Tqu^^

ALLESYA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang