22. Sebuah Pengakuan

1.2K 62 5
                                    

[Nanti kalo aku bilang MELLOW MUSIC ON, lakuin, oke?]

Ini hidupku. Jika kau mencintaiku, terimalah semua apa yang ada di diriku.

***

Keduanya terbangun pada pukul 8 tepat.

Allesya mengesot ke lantai kamarnya untuk menyingkap gordennya. Sedangkan Agil, ia tengah berjalan jongkok di kamarnya menuju kamar mandi.

Jangan tanyakan alasan mereka apa? Bahkan sudah bisa ditebak jika keduanya masih sama-sama tidak ingin beranjak dari tempat tidurnya.

“Tidur lagi boleh gak, sih?” Monolog Allesya dikamarnya. Ia berusaha untuk menuju kamar mandi dikamarnya -masih dengan mengesot. Ia akan mandi dan membuat sarapan.

Sementara Agil di kamarnya ia bergumam, “Kalo aja ini gak dirumah Allesya, pasti gue gak bakal mandi sepagi ini.” Ia memasuki kamar mandi -masih dengan jalan jongkoknya. Padahal, jika dipikir-pikir berjalan kaki biasa lebih cepat daripada jalan jongkok yang sama saja menguras tenaga.

Pukul setengah 9, keduanya sudah sama-sama keluar dari kamar. Allesya segera menuruni tangga untuk menemui Agil di lantai satu.

Agil yang melihat Allesya berlari-lari seperti itu menegur, “Jangan lari-lari. Kepeleset mampus lo!”

“Gak usah banyak omong lo!” Serapah Allesya. Ia telah sampai dihadapan Agil. “Mau sarapan?” tanyanya.

Agil mengangguk dan berkedip polos dua kali, “Mau.”

Allesya segera menarik tangan kiri Agil untuk mengikutinya. Akhir-akhir ini sifat Allesya berubah lebih hangat kepada Agil. Membuat Agil tersenyum manis. Ia segera mensejajarkan langkahnya.

“Sabar, Zheyeng. Gue manusia bukan sapi. Jangan ditarik-tarik asal. Lembut dikit, kek.” Ucap Agil.

Plak!

Dengan spontan Allesya melepas genggamannya dan menggeplak dahi Agil dengan keras.

“Awhh! Sakit, Zheyeng!” Ucap Agil tak terima.

Plak!

Allesya menggeplak tengkuk Agil dengan keras.

“Kasar banget, sih, lo jadi cewek! Gue ini suami lo, Beb!” Ucap Agil ngawur. Ia meringis mengelus-elus dahi dan tengkuknya.

Plak!

Allesya kali ini menabok mulut Agil dengan kerasnya. Membuat Agil semakin uring-uringan. ART Allesya yang melihat hanya meringis ngilu melihat Agil yang dipukuli Allesya.

“Gue udah bilang sama lo. Gue alergi panggilan alay. Dan lo bukan calon suami gue. Jangan ngaco!” Ucap Allesya melotot galak.

“Maap, Beb.” Jawab Agil memelas.

Allesya hanya menghembuskan napas kesal. Ia pasrah. Ia memilih untuk ke dapur saja. Ia berniat untuk memasak, namun ternyata sudah ada makanan yang terhidang di meja makan.

“Lo mau makan apa mau berdiri aja di situ?” tanya Allesya melihat Agil yang masih berdiri di tempat. Agil terperanjat dan segera mendatangi meja makan.

ALLESYA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang