13. Pelipur Lara

1.4K 63 14
                                    

"Apa aku bisa mempercayai mu lagi?"

"Iya, bisa! Aku akan membuktikannya."

Allesya hanya tersenyum mendengar jawaban Rangga. "Maaf, tapi untuk saat ini biarkan aku sendiri." ucap Allesya. Rangga terkejut mendengar jawaban dari Allesya. "Tapi kenapa?" Ucap Rangga.

"Maaf aku tidak bisa." Pungkas Allesya yang kemudian pergi meninggalkan Rangga dengan menggunakan taksi yang telah berada di depannya.

"Allesya!"

"Allesya!"

Rangga berteriak dan juga mengejar taksi, tapi nihil. Allesya tak menggubrisnya. "Kenapa, Allesya? Kenapa? Apa aku memang seburuk itu di matamu?"

———

Allesya segera menaiki taksi yang kebetulan berhenti di depannya. Ia merasakan pedih yang begitu hebat. Ia tak tahu harus bagaimana. Haruskah ia memberi kesempatan yang kedua untuk Rangga? Ataukah ia harus menghindari Rangga?

Haruskah ia melepas topeng besinya saat kembali lagi bersama Rangga? Ataukah ia akan melepas topengnya dengan bantuan orang lain? Orang yang bisa membuatnya jatuh hati, orang yang bisa meluruhkan seluruh benteng pertahanan hatinya? Atau mungkin... Ia akan selamanya hidup dengan lapisan topeng besi itu? Entahlah, dirinya sendiripun tidak tahu itu.

Kini ia duduk melamun di kursi belakang taksi. Hari ini, sungguh hari yang sangat menguras emosi. Ia hanya ingin tenang. Untung saja, apartementnya sudah tinggal 5 meter lagi, ia ingin segera merebahkan tubuh penatnya.

Ia segera membayar taksi dan berlari menuju apartemennya. Ia membuka pintu dengan tergesa-gesa layaknya seorang wanita yang tengah gila. Ya, benar. Allesya sedang gila. Ia gila memikirkan semua hal ini yang menimpanya.

Setelahnya membuka pintu, ia luruh bersamaan dengan tertutupnya pintu. Ia menangis tersedu-sedu. Menerima semua rasa sakit yang menderanya.

Layaknya rindu pada bayang semu, menggebu tapi tak akan mendapat penawar rindu. Layaknya ombak yang menghantam terumbu karang, keras tapi tertahan. Layaknya senja di sore hari, indah namun akan hilang bersama datangnya malam kelabu.

"Andai kamu gak pernah membuatku hancur, mungkin sampai kini aku masih bisa percaya padamu, Ngga." Allesya bermonolog ditengah-tengah tangisannya.

"Andai kamu tahu, rasa sayang ini terbalut dengan rasa benci dan juga kecewa."

"Andai kamu tidak menyusulku kesini, mungkin aku tidak akan hancur seperti ini lagi. Aku akan bahagia dengan dunia baruku."

"Namun, semua itu hanya perandaian. Kamu memberi ku pilihan yang sulit." Racaunya dengan keadaan yang sangat kacau.

Tingtong... Tingtong

Bel apartment Allesya berbunyi ketika Allesya masih terisak. Ia tidak berniat untuk membuka pintu dengan keadaan yang tak sedap dipandang. Tapi bunyi bel itu semakin cepat, hingga dengan terpaksa Allesya membuka pintu dengan muka sembabnya.

"Hai,"

"Lo kenapa di sini, Gil?" Allesya bingung dengan adanya Agil didepan pintu apartmentnya, terlebih dengan senyuman yang tak pernah ia perlihatkan. "Yaudah, masuk dulu." Agil menuruti perintah Allesya tanpa perdebatan yang tidak penting seperti biasanya.

ALLESYA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang