Vira, gadis yang kini terbaring di brankar itu akhirnya sadar setelah beberapa minggu dinyatakan koma dan bahkan membuka mata kembali merupakan harapan kecil yang didambakan para dokter serta davin.
"Vira?" Davin melihat jelas vira akhirnya sadar dan segera menekan bell ruangan yang berfungsi untuk mendatangkan dokter atau suster ke ruangan tersebut.
"Jangan pernah lo pegang gue sedikit pun!" Tegas vira dengan muka merah padam.
"Gue salah apa?" Tanya davin yang juga kesal.
"Gue benci sama lo!" Teriak vira dengan mata yang mulai memanas.
"Kenapa? Ada apa jelasin!" Ungkap davin dengan menatap dalam mata gadis favoritnya.
"Keluar!" Tekan vira dengan tatapan tajam seolah semua kebencian tercetak jelas dalam mata coklat itu.
"Ok fine!" Davin keluar meninggalkan ruangan dengan membanting pintu.
Vira menangis di pojok ruangan, ia benci hidupnya sendiri yang selalu di hadiri masalah, semua orang mengkhianatinya, semua orang ingin menjatuhkannya, semua orang ingin melihatnya mati.
"Gue sakit," lirih vira yang lalu menutup mukanya dengan kedua tangan.
Arah pandang vira jatuh pada nakas samping brankar, ia mengamatinya, dan lalu mencoba untuk berjalan ke arah nakas tersebut.
"G-gunting?" Gunting operasi ia temukan di sana, entah tertinggal atau memang ada yang menggunakannya sebelum ia sadar dari koma.
Tepat setelah vira mengangkat gunting tersebut dengan perasaan campur aduk, davin datang membuka pintu dengan tidak hati-hati, nafasnya naik turun tak beraturan entah dari mana ia.
Arah pandang keduanya bertemu. Baik davin maupun vira sama-sama terkejutnya, davin yang terkejut melihat vira memegang benda tajam tersebut, dan vira yang kaget karena aksinya ketauan.
"VIRA!" teriak davin, baru kali ini seorang davin terlihat sebegitunya khawatir pada seseorang yang bahkan notabenya musuh ia sendiri.
"DIAM DISANA!!" teriak vira dengan tangan kanan menggenggam gunting yang ia arahkan ke lehernya.
"Jangan lakuin hal yang buat lo nyesel suatu saat nanti, berhenti vira," tegas davin dengan nada lembut seolah menyuruh vira untuk berhenti.
Ketika davin tengah susah payah menenangkan vira, dokter dan beberapa suster memasuki ruangan. Mereka sama-sama panik melihat vira yang tengah berada di luar kendalinya.
"Vira! Lo ga sendirian, lo punya gue! Berhenti sakitin diri lo sendiri kaya gini," ucap davin hati-hati dengan tatapan lembutnya.
"Orang-orang mau gue mati! Gue gak pernah bahagia! Gue gak bisa jadi diri gue sendiri! Gue selalu di musuhin di bully dari dulu padahal gue gak ada salah! Gue salah apa! Kenapa hidup gue sial! Kenapa benang takdir gue kusut! Kasih tau gue vin!" Vira meraung dengan gunting yang mulai bermain pada lehernya, air mata yang turun deras, dan kaki yang mulai kehilangan tumpuannya.
"Engga-engga! Lo punya gue sekarang, lo calon istri gue vira," pembahasan davin kali ini cukup mengalihkan atensi vira.
"Hiks, lo, bahkan lo pengen gue mati vin, lo,, lo yang jadiin gue tumbal, lo ambil keuntungan dari diri gue vin, lo pembohong!! Gue benci sama lo!!" Vira kembali meraung, sayatan demi sayatan mulai tercipta dan darah segar mulai mengalir disana.
"Gue sayang lo," satu kalimat kecil dari davin membuat vira menatap ke arah pria itu sepenuhya dan berhenti melukai diri.
Disaat yang sama dokter dan suster segera merebut gunting di tangan vira, vira kembali sadar dan berontak, dokter dan suster memegang tangannya berusaha menyuntikkan obat penenang namun pergerakan vira benar-benar di luar kendali dan membuat dokter serta suster kewalahan.
"Kalian jahat! Gue benci! Jangan pernah pegang gue! Lepasin!" Vira terus memberontak.
"Tenang nona," ucap suster namun tentu vira tidak menanggapinya.
Davin maju menatap vira sendu, dengan tatapan lembut dan tulus yang ada, ia berjongkok di hadapan vira yang terduduk di lantai.
"Vira, sayang," ucap davin dengan tangan kanan yang menyentuh pergelangan tangan vira.
"Cukup sayang, cukup," lanjut davin, vira seketika membeku diam dan menyelam dalam mata tulus davin.
"Gue tau lo cape, sini, peluk gue," tanpa aba-aba davin memeluk vira, dan tanpa sungkan vira membalas pelukan hangat tersebut.
"Hiks hiks, cape, gue cape, mau mati aja," ucap vira dengan tangan memeluk erat davin, leher yang masih berdarah dan mata yang menangis deras.
"Hey hey sutttt, jangan bilang gitu ya sayang," balas davin sambil menepuk bahu vira.
Percayalah mereka tak terlihat seperti musuh bebuyutan penguasa dunia gelap, mereka lebih terlihat seperti remaja yang di mabuk cinta dengan sikap dan ego lucu masing-masing.
"Dok, suntikan," ucap davin berbisik.
Akhirnya dokter baru menyuntikkan obat penenang tersebut, walau vira sempat kaget lagi tapi davin bisa menghandlenya.
Perlahan mata vira terpejam, darah di lehernya mulai mengering, matanya sembab, rambut berantakan, detak jantung yang berdegup kencang, dan tangan tergenggam erat memeluk davin.
Davin mengelus kepala vira dengan lembut.
"Tidur yang nyenyak vira sayang," imbuh davin berbisik kecil di telinga vira.
🔺🔻🔺
I'M BACK BESTIWWW!! Maaf ya aku lama up, karena satu dan lain hal tapi alhamdulillah aku udah bisa backk nihh!! Kalau kalian pengen aku double up, comment dulu yuk, kalau sampe 5 comment aku double up malem ini, selamat malam minggu bestiw♡
KAMU SEDANG MEMBACA
Queen MaFia% [Series 2]
Teen FictionVira anantha, anak dari erick anantha dan rivi anantha, seorang pengusaha terbesar di asia dan keluarga terkaya ke 2 di asia yang telah di kenal oleh publik, namun sayangnya bukan vira lah yang terkenal namun malah anak tiri dari keluarga anantha, m...