17. Kembali ke Rumah Mafia

989 39 3
                                    

Perlahan kelopak mata Chacha mulai terbuka. Hal pertama yang ia lihat adalah wajah Reynand yang tengah tertidur disampingnya. Chacha meringis saat merasakan pusing dikepalanya.

Pelan-pelan Chacha mencoba mendudukkan dirinya. Tangannya yang digenggam Reynand jadi menyulitkannya untuk bergerak. Ia melepaskan tangannya dengan hati-hati.

Ia menghidupkan layar ponselnya, melihat jam sudah menunjukkan pukul 02.00 dini hari. Ia pingsan terlalu lama.

Chacha menoleh, menatap wajah Reynand. Hatinya tergerak untuk membelai rambut Reynand. Raut wajah kelelahan dan kekhawatiran terlukis disana. Terbukti dengan Reynand yang terduduk disamping ranjang Chacha sampai ia ketiduran. Reynand sangat mengkhawatirkan dirinya.

Tiba-tiba ia teringat dengan kejadian tadi siang.

"Rumah mafia..."

Deg!

Itu artinya.

"Gue, anak seorang mafia?"

Chacha menggeleng pelan. "Gak, mana ada. Papah orang baik."

Lalu kenapa ayahnya pergi meninggalkannya hingga saat ini?

Chacha menggigit bibirnya kuat-kuat, ada rasa takut dalam dirinya. Jika memang itu benar adanya, itu melebihi mimpi buruk baginya.

Chacha harus memastikannya.

Cepat-cepat ia turun dari ranjangnya, ia meraih kunci motor Reynand dan keluar dari apartement.

Ia meninggalkan Reynand sendiri.

•••

Ditengah jalan yang sepi Chacha mengendarai motornya dengan kecepatan diatas rata-rata. Malam ini jalanan sangat sunyi, hingga yang terdengar hanya suara deru kendaraan Chacha.

Tak lama ia melewati jalan yang begitu gelap, suasananya mencekam karna tak ada kendaraan yang melintasi kecuali dirinya. Yang dikanan kirinya ditumbuhi pohon-pohon besar dan tinggi. Tanpa rasa takut sedikitpun, Chacha tetap menancap gas.

Dari kejauhan Chacha sudah melihat gerbang dari rumah itu. Ia semakin mempercepat motornya dan memasuki kawasan rumah itu.

Sebelum masuk, Chacha berhenti ditengah gerbang, disana sudah terlihat rumah yang berdiri kokoh. Chacha menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya. Ia meyakinkan dirinya untuk melanjutkan memasuki lingkungan rumah itu.

Mbrem!

Motornya melaju pelan, matanya bergerak mengawasi sekitar. Sesampainya dipekarangan rumah itu, ia langsung menstadar motorya dan melepaskan helm.

Chacha berdiri tegak, ia sedikit mendongak untuk memandang seluruh bangunan rumah itu.

"Kalau papah beneran seorang mafia. Pasti ada bukti yang ditinggalin papah dirumah ini."

Sebelum masuk, Chacha mengepalkan tangannya, menguatkan dirinya agar tidak lemas seperti tadi siang.

Langkah kakinya bergerak memasuki rumah itu.

Chacha menyalakan senter ponselnya untuk menerangi kegelapan rumah itu.

Kosong.

Chacha menyenteri segala sudut ruangan namun tidak ada apa-apa.

Sudah tidak ada benda yang tersisa, perabotan rumah yang dulu tertata rapi menghias rumah ini kini sudah tidak ada. Entah dicuri orang atau emang ada yang membereskannya.

Chacha semakin masuk kedalam, memeriksa setiap ruangan yang ada hingga kelantai atas. Namun hasilnya nihil ia tidak menemukan apapun.

"Halaman belakang rumah." Ucapnya tiba-tiba. Ia langsung turun ke bawah dan berlari membuka pintu halaman belakang rumah.

Chacha menggerakkan senternya, yang ia lihat hanyalah semak belukar yang sudah merambat kemana-mana. Dan sebuah kolam renang yang didalamnya terdapat air berwarna hitam serta keramiknya yang sudah berwana biru kecoklatan.

Ia melangkahkan kakinya menelusuri area itu. Menyibak semak belukar yang menghalangi jalannya. Entah kenapa ia merasakan adanya sesuatu ditempat itu.

Hingga langkah kakinya terhenti disatu titik. Ia melihat adanya gundukan tanah. Rasa penasaran langsung menyeruak hatinya.

"Cha!" Panggilan seseorang menghentikan Chacha.

Chacha menoleh, persis dibelakangnya terdapat Reynand.

"Reynand? Lo kesini?"

Reynand menarik tangan Chacha, ia menggenggamnya hingga keluar dari rumah itu.

"Rey? Lo kenapa?"

"Reynand!!" Chacha menghentakkan tangan Reynand hingga terlepas. "Lo kenapa si."

"Lo yang kenapa Cha? Pergi kesini gitu aja. Gak pamit ke gue. Disini bahaya Cha. Kalau Lo sampe kenapa-napa gue yang sakit Cha."

Chacha menautkan alisnya. "Bahaya? Bahaya kenapa?"

Reynand menggeleng. "Lupain. Sekarang kita pulang. Ayo." Tangan Reynand menggenggam tangan Chacha kembali.

Chacha memberontak. "Gak mau Rey. Gue belum selesai disini. Gue masih harus periksa semuanya."

"Gak Cha. Gak ada yang perlu diperiksa. Disini gak ada apa-apa. Ayok." Karna Chacha yang memberontak, Reynand langsung merangkul tubuh Chacha, dan membawanya melangkah menjauhi rumah itu.

"Gak mau Rey! Lepasin!" Karna kekuatan Chacha yang juga tak kalah kuat, ia berhasil melepaskan rangkulan Reynand. Dan langsung berlari.

Baru beberapa langkah Chacha berlari, ia sudah ditangkap Reynand. Reynand langsung membawa Chacha ke dalam gendongannya. Tentu Chacha memberontak, berungkali Chacha memukul punggung Reynand, karna posisinya Chacha digendong depan, seperti bayi umur 2 tahun.

Reynand membawa Chacha kemotornya. Tanpa menurunkan Chacha terlebih dahulu, ia langsung mendudukkan tubuh Chacha di jok belakang motor.

"REYNAND!! SIALAN!!"

"Alan lagi tidur Cha." Balas Reynand melantur. Ia kini sedang memakaikan helm ke kepala Chacha.

"AARRRGHHH!! BODOAMAT POKOKNYA GUE NGAMBEK SAMA LO!!"

Reynand hanya mengangguk. "Gak papa Lo ngambek sama gue, yang penting jangan pergi kerumah ini lagi."

Chacha merengut kesal sambil bersedekap dada.

Reynand menaiki motornya dan menghidupkan mesin motornya. "Pegangan Cha."

"Gak mau!"

Reynand menghela napasnya. "Nanti Lo jatuh."

"Gak mau ya gak mau!"

"Oke kalau gitu."

Reynand melepaskan jaket yang dipakainya, ia menoleh menghadap Chacha lalu mengalungkan lengan jaketnya kebelakang tubuh Chacha dan menariknya hingga ke perut Reynand, lalu ia mengikatnya. Itulah cara ketika Chacha tidak mau pegangan dengannya, ia harus menggunakan cara itu agar Chacha tetap aman.

"Kita pulang." Ucapnya kemudian menancap gas meninggalkan pekarangan rumah itu.

•••

Next? Spam komen dong :)

COLD EYES [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang