O8

1.2K 156 12
                                    

Hyunjin menghembuskan napasnya berat. Pemandangan kota di malam hari tampaknya bukan lagi pemandangan yang menarik―tanpa kehadiran Seungmin.

Jika boleh jujur, Hyunjin bahkan merasa resah setiap mengingat nama kek―ah, mantan kekasihnya. Namun, rasa kecewa lebih mendominasi saat mengetahui Seungmin memutuskan hubungan mereka sepihak.

Malam ini, ia kembali menatap langit malam yang hampa tanpa hadirnya bulan dan bintang yang biasanya menjadi hiasan birunya langit malam. Acara pernikahan tuan Kim memang belum selesai, tapi Hyunjin lebih memilih melangkahkan kakinya ke rooftop gedung yang membuatnya bisa merasakan angin malam yang berhembus.

Pikirannya melayang saat ia pertama kali bertemu Seungmin di kampusnya. Ia yang jatuh hati saat pemuda manis tersebut tersenyum ke arahnya. Ia yang jatuh hati saat Seungmin mengajaknya ke kedai es krim di saat mereka bahkan belum mengenal satu sama lain.

"Dilihat-lihat sepertinya kamu sedang gundah, mau ikut bersamaku ke kedai es krim di depan kampus? siapa tahu kegundahanmu terangkat walau sedikit."

Suara yang penuh keramahan tersebut masih terekam jelas di kepalanya. Hingga tanpa sadar Hyunjin menarik simpul ke atas. Namun, acara merenungnya harus terhenti saat rungunya samar-samar menangkap suara yang semakin mendekat.

"Berhenti berpura-pura, Jisung!"

Pintu rooftop terbuka menampilkan dua orang yang sepertinya sedang terlibat perselisihan. Bukannya menyapa, Hyunjin malah reflek bersembunyi di balik beberapa barang yang sudah tak layak digunakan.

"Ryujin, aku tak tahu apa yang kamu maksud."

Pembelaan tersebut membuat Hyunjin dapat menyadari kehadiran Jisung. Saat hendak keluar dari persembunyian, hal yang dikatakan gadis yang bersama Jisung membuatnya mengurungkan niatnya.

"Kamu membantu orang itu untuk menculik Seungmin 'kan?! berhenti bersikap seolah-olah kamu kehilangan, aku memergokimu saat menelepon seseorang yang kamu sebut CB97 tadi!"

Hyunjin mengernyitkan dahinya tak mengerti dengan ucapan gadis tersebut.

"Ryujin, itu sepupuku. Berhenti menuduhku yang tidak-tidak!" bentak Jisung.

"Terserah apa katamu, mulai sekarang aku akan mengawasimu. Dan ketika aku menemukan Seungmin, aku akan membawanya jauh dari tempat memuakkan ini!"

Ucap gadis tersebut kemudian melangkahkan kakinya menuju pintu rooftop tak lupa menutupnya dengan membanting pintu tak berdosa tersebut.

Setelahnya, hening melingkupi sekitarnya. Terdengar hembusan napas panjang dari Jisung, sudah cukup untuk menjelaskan bahwa pemuda tersebut cukup lelah.

"SpearB, dengan J.One di sini. Beritahu pada CB97, Joanne Shin mulai curiga."

Sepertinya Jisung sedang berbicara di telepon, karena dapat Hyunjin dengar balasan yang samar-samar setelah Jisung menyelesaikan kalimatnya.

Setelahnya pemuda Han tersebut mengikuti langkah Ryujin masuk ke dalam gedung meninggalkan Hyunjin yang terdiam berusaha mencerna semua yang ia tangkap malam ini.

•••

Manik indah milik Seungmin perlahan terbuka. Retinanya berusaha menyesuaikan diri dengan bias cahaya yang ia terima.

Kepalanya terasa begitu pening saat ini, badannya juga terasa sangatlah lemas. Walau begitu, Seungmin paksakan untuk bangkit dan duduk menyandar pada kepala ranjang. Suara pintu yang dibuka membuatnya segera menoleh dan mendapati Chan yang berjalan ke arah ranjang dengan nampan di tangannya.

"Selamat pagi, dear. Apa kamu sudah merasa baikan?" sapa Chan lalu mendudukkan dirinya di sisi ranjang dan menyimpan nampan yang ia bawa ke nakas sebelah ranjang.

Seungmin memilih diam, tak berniat menjawab. Entah karena takut atau memang tak ingin terlibat percakapan dengan pemuda bersurai pirang tersebut.

Merasa tak mendapatkan jawaban, pemuda tampan tersebut hanya bisa tersenyum maklum.

Mungkin masih terguncang, pikirnya.

Dengan tiba-tiba Chan menempelkan bagian belakang tangannya ke dahi Seungmin. Senyumnya semakin mengembang kala merasakan panas dahi Seungmin tak separah tadi malam.

"Demammu sudah turun. Syukurlah, kamu perlu makan sekarang. Aku sudah membawakan sarapan untukmu, jangan lupa dimakan."

Ucapan tersebut dibarengi dengan usakan kecil di rambut yang lebih muda. Seungmin masih tak bergeming, terlihat sedang berpikir.

Semua ingatannya pada malam itu membuatnya kembali merasa sesak. Membuatnya kembali bersedih. Mengapa semesta begitu tega padanya?

"Chan."

Panggilan Seungmin menghentikan tangan Chan yang hendak meraih kenop pintu kamar. Dengan cepat Chan membalikkan tubuhnya dan menatap ke arah yang lebih muda.

"B-bisakah kamu menemaniku makan? mmm―tanganku sangat lemas."

Permintaan Seungmin membuat Chan tersenyum lebar, merasa lucu dengan permintaan si manisnya.

"Tentu, mari aku suapi."

Chan bawa tungkainya kembali ke arah ranjang. Mendudukkan dirinya kembali di sisi ranjang kemudian mengambil mangkuk yang berada di atas nampan.

Dengan telaten Chan menyuapkan suap demi suap makanan yang berada di dalam mangkuk ke mulut Seungmin. Bahkan sampai suapan terakhir pun, senyum Chan tak juga luntur.

Setelah makanan di mangkuk sudah habis tak bersisa, Chan tersenyum lebih lebar.

"Anak pintar, makanannya sudah habis."

Bagai seorang ayah yang bangga pada bayinya karena bisa menghabiskan makanan, Chan berucap seperti itu membuat Seungmin tanpa sadar tersenyum geli.

Setelah menyimpan kembali mangkuk ke atas nampan, Chan ambil gelas berisi air dan obat yang harus Seungmin minum. Kali ini Seungmin meminum obatnya sendiri tanpa dibantu Chan.

Setelah semua selesai, Chan memanggil salah satu maid untuk membawa nampan ke dapur.

"Saya permisi, tuan," pamit sang maid saat hendak keluar untuk menyimpan nampan tersebut ke dapur.

Setelah kepergian maid tersebut, hening menyapa mereka. Chan tatap manik yang lebih muda dengan perasaan amat dalam. Ia kembali menyelami manik yang selalu membuatnya kembali jatuh hati.

Seungmin balas menatap pemuda bersurai pirang tersebut. Keheningan seolah menjadi saksi bagaimana Chan memandang semestanya.

Tanpa aba-aba Chan mendekatkan wajahnya ke arah wajah si manis, mengikis jarak yang tercipta di antara mereka. Tak ada maksud lain di benaknya saat ini. Ia hanya ingin menyelami samudera yang berada di dalam iris Seungmin lebih dalam.

Chan tempelkan dahinya ke dahi yang lebih muda. Dapat ia rasakan suhu hangat yang menyapa kulitnya. Dan dapat ia rasakan juga napas hangat Seungmin menerpa wajahnya.

Bagaimana ia bisa tak takjub pada pemuda manis di depannya? jika dengan menatap matanya saja sudah cukup membuat Chan merasa melihat keindahan semesta.

Bagaimana ia tak jatuh cinta pada pemuda manis di depannya? jika hanya berada di sampingnya ia merasa pulang.

Bagaimana ia bisa melepaskan si manisnya? jika si manisnya tak berada di sampingnya ia merasa akan lebih gila.

Hati Chan sudah dirancang semesta untuk mencintai Seungmin, dan hanya Seungmin. Bahkan beribu bintang di angkasa tak cukup menjelaskan sebanyak apa rasa cinta dan kasihnya untuk Seungmin.

Tangan Chan menggenggam tangan Seungmin, berusaha memberikan kehangatan yang menyenangkan untuk sang pujaan.

Lihatlah, tangan Seungmin bahkan sangat pas dalam genggaman yang lebih tua. Seolah mereka berdua diciptakan untuk saling bertautan.

"I love you, Sky."

Bisikan Bangchan terdengar begitu jelas menyapa rungu Seungmin. Setelahnya, Chan dekap erat tubuh Seungmin seakan tak ada lagi hari esok.

KidnappedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang