06. The Reality

111 21 42
                                    

Setelah kembali dari toko pakaian, Mahen tidak bercerita bahwa dia bertemu dengan Vania. Mahen takut jika hal itu akan menyinggung perasaan kakaknya.

Di ruang keluarga ketiganya menghabiskan waktu bersama. Jerrel yang fokus dengan laptopnya, Mahen yang masih asik dengan novelnya, dan juga Claudia yang sibuk menggonta-ganti acara televisi. Claudia sedang bosan dia tidak tahu acara apa yang ingin ditontonnya.

"Elo, kalau nggak niat nonton TV mending matiin aja TV nya." Jerrel mengambil remot TV yang dipegang Claudia.

"Tadi, aku dan Mahen bertemu wanita yang seperti ular. Aku tidak suka melihatnya."

"Lo, ngomong apa sih? Gue nggak ngerti. Hen, dia cerita apaan coba?"

"Udah nggak usah ladenin, emang dasarnya cewek aneh."

"Aku bingung padamu, kamu tidak seperti Mahen. Dia bisa dengan mudah paham dengan apa yang aku katakan. Sudahlah, aku mengantuk tidak bisakah aku tidur sekarang?" tanya Claudia.

"Ayok, gue anterin ke kamar."

Keduanya menaiki tangga menuju ke kamar Claudia. Kamar Jerrel terletak di sebelah kamar milik Mahen. Di rumah Jerrel terdapat lima kamar, sengaja dibuat banyak. Jika sewaktu-waktu ada tamu yang ingin menginap mereka bisa tidur di kamar itu.

"Ini kamarnya, di depan kamar ini, itu kamar gue. Terus di sebelahnya itu kamar Mahen, jadi kalau butuh apa-apa tinggal panggil Mahen aja." Jerrel hendak menuju kamarnya, namun Claudia malah menarik Jerrel masuk ke kamarnya. Dia juga mengunci pintu kamar.

Hal itu sukses membuat Jerrel terperanjat kaget, apa yang ingin dilakukan gadis ini padanya. Jarak mereka cukup dekat, Claudia semakin menghimpitnya ke dinding kamar.

"Sebentar lagi tepat jam dua belas malam. Kau akan melihat wujud asli ku. Aku harap kau tidak pingsan lagi, seperti waktu itu." Claudia memundurkan tubuhnya.

Jerrel tengah menelaah apa yang barusan Claudia katakan, memang harus diakui bahwa Jerrel sedikit lemot. Dia merasa Claudia hanya berbicara omong kosong, sebab tidak ada perubahan apapun pada Claudia. Sedetik kemudian, jarum jam tepat menunjuk angka dua belas malam. Saat itu juga tubuh Claudia perlahan memudar, mulai dari ujung kaki dan ia berubah menjadi seekor kupu-kupu sepenuhnya.

Jerrel tak bisa berkata-kata lagi, apa yang dilihatnya saat ini adalah hal yang nyata. Yang membuatnya sangat terkejut adalah kupu-kupu itu sama persis dengan kupu-kupu yang ia tangkap saat di taman. Dia baru paham akan semua kejadian yang dialaminya, bahwa Claudia adalah seekor kupu-kupu yang ia tangkap sekaligus yang sudah menyelamatkan nyawanya.

Terakhir kali Jerrel melihat kupu-kupu itu, saat dia ingin meloncat dari jembatan penyeberangan dan dia yakin sudah melepaskan kupu-kupu itu. Tapi anehnya kupu-kupu itu malah kembali padanya.

"Bang, lo ada di dalam?" Mahen meraih gagang pintu kamar Claudia, mencoba untuk membukanya. "Elah, pake di kunci segala. Lo, lagi nggak berbuat mesum, kan?"

"Jorok banget otakmu, Hen! Ini gue lagi nangkep kecoak, takut keluar kecoak nya." Jerrel beralasan seperti itu karena tidak ingin Mahen mengetahui identitas asli Claudia.

"Perasaan gue, lo takut kecoak. Nggak usah sok gentle, Bang!" Mahen meremehkan kakaknya sendiri, dia benar-benar ingat jika kakaknya takut pada kecoak dan alergi pada kucing. Tapi Mahen juga tidak ingin dibuat pusing akan hal itu, dia memilih untuk masuk ke kamarnya.

Setelah dirasa aman, Jerrel keluar dari kamar Claudia. Membiarkan Claudia beristirahat dengan wujud kupu-kupu.

🦋🦋🦋

Pagi yang cukup kelabu untuk sekedar memulai aktivitas. Matahari yang biasanya sudah terbit, justru tertutup oleh awan mendung. Gerimis jatuh membasahi bumi, Claudia kembali merindukan kakaknya. Saat pagi tiba Claudia akan kembali menjadi manusia, ia tidak mengerti apa yang terjadi pada tubuhnya sendiri.

Mahen yang baru saja turun dari tangga begitu heran, melihat kakaknya tengah memasak. Sudah bisa ditebak jika yang dimasak Jerrel tentu saja nasi goreng.

"Tumben banget, lo masak. Maksud gue udah lama nggak ngelihat, lo masak kaya gini lagi."

"Gue ingin menjadi kakak yang baik untuk adiknya." Meski tengah memasak, Jerrel masih bisa tersenyum manis pada Mahen.

Perkataan Jerrel sukses membuat Mahen merasa mual, sebab kakaknya tidak pernah berkata manis kecuali sedang mabuk. "Enek gue denger omongan, lo!" Tapi disaat yang bersamaan juga, ada rasa lega pada diri Mahen melihat kakaknya sudah kembali normal.

"Panggilin Claudia, Hen. Suruh dia sarapan bareng kita."

"Gue lagi, Bang. Harus banget gue terus yang ngurus dia? Gue mau bilang, hari ini gue ada kelas. Elo, bawa aja dia ke studio."

"Masa gue harus bawa dia ke studio. Lo, yang bener aja dong!"

"Terus, lo pengen dia ikut gue ke kampus. Ikut masuk ke kelas juga gitu?"

Lagi-lagi Claudia harus melihat kakak beradik itu berdebat. Tapi tidak masalah, justru itu mengobati rasa rindu pada kakaknya. Claudia menertawakan keduanya, itu membuat Jerrel dan Mahen kembali dibuat bergidik ngeri dengan tingkah Claudia.

Keduanya berbisik satu sama lain, tak ingin membuat Claudia curiga.

"Ogah gue bawa dia ke kampus, udah kaya orang stress gitu."

"Apalagi gue, Hen. Bisa dikatain gue sama anak band di studio."

Mata Claudia berbinar melihat nasi goreng yang dimasak Jerrel. Soal makanan akan menjadi nomor satu dalam hidupnya. Dia langsung duduk di meja makan.

"Kalian tidak ingin makan? Jika tidak, aku akan menghabiskan semuanya."

Keduanya langsung patuh, mereka tidak ingin memulai aktivitas dengan rasa lapar. Lebih tepatnya mereka tak ingin jika Claudia benar-benar menghabiskan makanannya. Karena nyatanya Claudia memang suka makan.

Tidak tega meninggalkan Claudia di rumah sendirian. Jerrel terpaksa membawanya ke studio. Ia sudah membayangkan akan seperti apa saat 'City 127' bertemu dengan Claudia. Mereka pasti akan mengejek dirinya.

Begitu sampai di studio, Jerrel menyuruh Claudia untuk tetap duduk di sofa dan tidak pergi ke mana-mana.

Semua anggota 'City 127' dibuat penasaran pada gadis yang dibawa Jerrel. Bisa dipastikan mereka tidak tinggal diam dan langsung mengintrogasi Claudia.

"Neng geulis namanya siapa, boleh kenalan?" Yudhi bertanya lebih dulu.

Claudia hanya tersenyum, menanggapinya.

Sementara Diki, tak bisa mengalihkan pandangannya pada Claudia. Dia begitu terkesima, selama ia hidup baru kali ini. Diki melihat seorang gadis yang memiliki senyum begitu manis.

Doni malah salah fokus pada Diki yang tidak bergeming sejak tadi. "Ini anak malah ngelamun, kesambet apa gimana?"

"Guys, kenalin ini Claudia. Dia udah gue anggep seperti adik gue."

"Hai, Claudia..." Sapa mereka bersamaan.

"Halo juga, aku Claudia. Senang bertemu dengan kalian."

"Sesi perkenalannya sampe sini aja. Kalian lanjut latihan dulu." Jerrel mendorong ketiga temannya untuk kembali masuk ke ruang latihan.

Doni menyenggol bahu Jerrel. "Cepat banget, lo move on. Gue pikir butuh waktu lama."

"Udah gitu cantik banget, Vania mah nggak ada apa-apa nya." Diki ikut menimpali.

Baru saja mereka bersiap latihan, tiba-tiba Vania masuk ke studio. Mereka semua terdiam sejenak, sebelum akhirnya mereka menyadari kehadiran Vania.

"Aku mau ngomong sama kamu!" Vania menarik lengan Jerrel.

*To be Continued....

*drama lagi pas nulis ini, kemarin sempet stuck gak tahu mau nulis apa😭 untungnya hari ini bisa selesai🤧
Semoga kalian nggak bosen mampir di cerita ini ya. Terima kasih sudah mampir 🤝💚💚🦋

Beautiful Butterfly | Jung JaehyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang