09. Fall in

108 20 30
                                    

Setelah berusaha keras untuk kembali ke Everleigh, akhirnya Bellanca berhasil masuk ke dalam portal tepat dua jam. Tubuh asli Bellanca terbangun dengan nafas yang memburu, ia merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Noah langsung menghampirinya, dia tampak begitu khawatir. "Bel, akhirnya kamu berhasil kembali. Kamu nggak apa-apa, kan?"

"Tubuhku rasanya sangat sakit, padahal baru dua jam aku berada di sana. Bagaimana dengan Clara yang sudah berhari-hari terbaring seperti ini?" Bellanca tak kuat menahan tangisnya, seberapa menderitanya Clarabel di dunia sana, pasti lebih sakit di banding yang dia rasakan saat ini.

Noah mencoba untuk menenangkan Bellanca, dia berusaha memeluknya selembut mungkin. Mengusap pelan punggung Bellanca. "Aku yakin Clara pasti baik-baik saja, aku juga akan selalu membantumu."

Sementara di istana lain, seorang Ratu yang cantik dan juga menawan tengah mengobrol dengan Eden.

"Takdir itu telah terhubung kembali, aku masih tidak menyangka jika hal itu bisa terjadi."

"Putri Bella pasti akan segera menemuimu, ini benar-benar sulit untuk bisa di percaya."

"Itulah yang dinamakan kekuatan cinta." Ucapnya tersenyum manis pada Eden.

"Apakah itu kisah cinta yang berakhir bahagia?" tanya Eden pada sang Ratu.

"Aku hanya akan menjawab, jika putri Bella yang bertanya."

Eden hanya mengangguk menanggapi sang Ratu, dia hanya bisa mematuhi apa yang di katakannya.

🦋🦋🦋

Di perpustakaan Mahen langsung mencari novel bergenre fantasi yang belum pernah dia baca. Claudia hanya mengikuti Mahen, tak ingin tersesat Claudia langsung menggandeng lengan Mahen. Hal itu sontak membuat Mahen terkejut, katakanlah Mahen berlebihan tapi sungguh dia benar-benar salah tingkah hanya karena perlakuan Claudia.

"Lo nggak usah gandeng-gandeng bisa, kan?"

"Aku takut tersesat, tempat ini sangat membuat kepalaku pusing." Claudia mengerjapkan kedua matanya.

Kenapa Claudia mendadak jadi menggemaskan. Itu membuat jantung Mahen berdegup tak karuan. Mahen segera menepis pemikiran tadi, tidak mungkin jika dia jatuh hati pada seorang gadis aneh seperti Claudia.

"Kepala lo pusing, tempat ini mengingatkan lo akan sesuatu mungkin?"

"Maksudku semua isinya buku, aku tidak suka membaca sangat membosankan. Aku lebih suka makan, perutku sudah lapar," tutur Claudia yang mengelus perutnya.

"Kalau gitu, gue bakal cari satu buku yang cocok buat lo baca. Jadi selama lo baca buku itu, gue bakal nyari novel yang mau gue beli, gimana?" Claudia hanya mengangguk tanda ia setuju dengan apa yang Mahen katakan.

Mahen menyusuri setiap rak buku dan memilihkan buku dongeng anak-anak yang penuh akan gambar. Itu akan membuat Claudia tidak bosan untuk menunggunya. Mahen menyerahkan buku itu pada Claudia. "Ini cocok buat lo. Nggak perlu di baca, dilihat gambarnya aja juga nggak pa-pa."

"Baiklah aku akan menunggumu, buku ini sepertinya menarik." Claudia mulai membuka buku itu.

Mahen tanpa sadar mencubit pipi Claudia, ia merasa gemas sendiri. "Lo, bisa diam nggak? Gue takut kalau lo kayak gini."

Claudia tidak paham maksudnya, kenapa juga Mahen harus takut. Memangnya dia ular, mungkin Mahen takut jika Claudia akan tersesat.

Ketika Mahen menyusuri setiap rak buku, dia menemukan sebuah novel yang berjudul 'Beautiful Butterfly' entah kenapa saat dia melihat buku itu, mengingatkannya pada Claudia. Kenapa juga pikirannya di penuhi oleh Claudia.

Mahen membaca blurb buku itu. "Buku apaan coba, romance gini. Mending juga yang ada action nya, bukan selera gue banget." Bukannya menaruh buku itu kembali, tapi Mahen malah membawanya. Padahal genre buku itu jarang dia baca, bahkan bukan seleranya.

Claudia tertidur di atas meja perpustakaan, sepertinya dia memang tidak suka membaca--baru di tinggal sebentar. Mahen mendekatinya, dia duduk di samping Claudia, membiarkannya untuk tidur sebentar. Memperhatikan wajah mungilnya yang begitu menggemaskan, rasanya Mahen ingin mencubit lagi pipi Claudia.

Kenapa semuanya jadi serba Claudia, apa dia benar-benar telah jatuh hati. Sungguh Mahen bukanlah laki-laki yang mudah jatuh hati pada seorang gadis, dia memiliki satu mantan kekasih. Bukan mantan, tapi kekasihnya meninggal karena penyakit yang di deritanya. Bukannya Mahen trauma, hanya saja ia takut jika kekasihnya nanti akan pergi meninggalkan dia lagi.

"Mahen, aku lapar. Bisakah kita makan sekarang." Claudia baru saja bangun dari tidurnya dan masih mengerjapkan matanya, menyesuaikan penglihatannya.

"Ayok, kita pulang. Tadi bang Jerrel chat gue nyuruh makan di rumah aja."

Keduanya kembali ke rumah. Jerrel tengah memasak di dapur, namun kali ini berbeda dia tidak lagi memasak nasi goreng. Kali ini dia memasak steak daging, tapi ada Diki juga di sampingnya. Diki ikut membantu Jerrel, karena Jerrel bilang dia ingin memasak untuk Claudia. Sebut saja Diki itu budak cinta. Soal masak memasak sudah tidak diragukan lagi, Diki sudah biasa memasak. Di antara member City 127, dia yang pandai memasak.

Mahen begitu sumringah melihat Diki sedang memasak, itu artinya malam ini dia tidak akan makan nasi goreng lagi.
Claudia juga ikut sumringah, dia tidak sabar untuk mengisi perutnya yang sejak tadi sudah keroncongan.

Diki menjadi salah tingkah saat mengetahui Claudia tengah menatapnya dengan tatapan yang berbinar. Dia tidak bisa menyembunyikan perasaannya, bahkan saat ini Diki sudah tersenyum lebar menatap Claudia.

"Elo, mau senyum kaya gitu sampe gigi lo kering?" Jerrel menyikut lengan Diki, hampir saja dia membuat daging yang ada di wajan gosong.

Sebenarnya yang membuat mata Claudia berbinar adalah daging yang sedang dimasak Diki. Claudia sangat menyukai daging.

Diki menghidangkan masakan yang dia buat ke meja makan, sembari terus tersenyum pada Claudia.

Claudia langsung melahap makanannya, yang sudah pasti masih panas. Lidahnya seakan terbakar, ketiga laki-laki itu secara bersamaan menawarkan segelas air putih pada Claudia. Jerrel, Mahen, dan Diki bertatapan secara bergantian. Sementara Claudia memilih untuk meminum segelas air miliknya sendiri. Hal itu sukses membuat ketiganya meminum air masing-masing.

"Lo, kalau makan pelan-pelan, masih panas gitu." Mahen memberikan tisu pada Claudia.

"Gimana masakan aku, enak nggak?" tanya Diki yang masih tersenyum pada Claudia. Diki tidak sabar menunggu jawaban Claudia tentang masakannya.

"Hmm... Ini enak sekali, aku suka dagingnya. Masakanmu lebih enak di banding masakan Jerrel."

"Gue setuju sama lo, Clau. Masakan bang Diki itu enak, udah gitu dia bisa masak apa aja. Nggak kaya, tuh." Sindir Mahen menunjuk Jerrel dengan dagunya.

"Kalian berdua kalau masih mau tinggal di sini, mending diam. Mau gue usir sekarang juga?" Ancam Jerrel.

"Jerrel, jangan marah. Kamu sangat menggemaskan saat marah," ucap Claudia dengan mudahnya, hal itu sukses membuat ketiga laki-laki yang sedang bersamanya tertegun.

Padahal Claudia mencoba untuk bercanda, tapi sepertinya candaan itu tidak dimengerti oleh ketiganya.

Sekali lagi jantung Jerrel berdegup sama seperti saat dia jatuh hati pada Vania. Apa ini, kenapa mendadak rasa itu datang lagi. Tidak mungkin hanya karena ucapan dari Claudia, hatinya luluh begitu saja.

Lain dengan Jerrel, Mahen sedikit tidak suka mendengar apa yang baru saja di ucapkan Claudia. Dia makin kesal dengan perasaannya sendiri, yang kian tak menentu.

Berbeda dengan kakak beradik itu, Diki malah terkesima akan ucapan Claudia. Di mata Diki, Claudia sangat luar biasa. Apakah ini yang dinamakan cinta buta.

Mungkin ketiganya telah jatuh. Jatuh hati pada seorang gadis, yang entah akan melabuhkan perasaannya pada siapa. Hanya tunggu saja, apakah perasaan itu akan bertahan lama atau menghilang.

*To be Continued.....

Nggak tahu ini nulis apa, tapi harus tetap semangat🔛🔥🔥🔥
Terima kasih sudah mampir🤝💚💚🦋

Beautiful Butterfly | Jung JaehyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang