01. The One

327 38 102
                                    

Sepasang kekasih pergi meninggalkan restoran yang baru saja mereka kunjungi. Meskipun langit malam begitu mendung, Jerrel tetap melanjutkan niat untuk melamar kekasihnya.

"Kamu mau bawa aku kemana lagi, Jer? Ini udah malam, kan beneran hujan!" Si gadis mendengus kesal.

"Bentar lagi juga sampe, kok. Lagian hujannya enggak gede-gede amat."

Beruntungnya mereka, tak lama hujan pun berhenti. Jerrel menggandeng tangan kekasihnya menuju ke tempat yang sangat indah. Banyak bunga-bunga bermekaran di sekitarnya, dan juga lampu taman yang menerangi. Keduanya duduk bersama.

"Kamu inget enggak, waktu aku nembak kamu disini?"

"Inget dong masa enggak, kamu waktu itu hampir aja enggak jadi nembak aku, kan? Gara-gara ada kucing lewat, soalnya kamu alergi sama kucing." Vania tersenyum mengingat kembali kenangan itu.

Di bawah sinar lampu taman, jantung Jerrel berdegup dua kali lebih cepat dari biasanya. Tangannya sudah memegang sebuah kotak kecil berwarna merah yang berisikan cincin.

"Vania, untuk pertama dan terakhir kalinya ada hal penting yang pengen aku omongin ke kamu." Jerrel menatap lekat mata Vania.

"Kamu kaya nggak biasanya aja, deh. Tinggal ngomong aja, Jer."

"Van, kamu malam ini cantik banget. Maksud aku lebih cantik dari biasanya, secantik kupu-kupu yang hinggap di bahu kamu."

"Bentar-bentar tadi kamu bilang apa, kupu-kupu?" Vania mulai panik.

"Iya itu ada kupu-kupu di bahu kamu, dia pasti tahu kalau kamu itu adalah wanita tercantik." Jerrel malah tersenyum manis menunjukkan lesung pipinya tanpa mengetahui situasi yang sedang dialami Vania.

Tak lama tubuh Vania terjatuh setelah ia menengok ke arah kupu-kupu yang hinggap di bahu kirinya. Vania tidak sadarkan diri, dan itu membuat Jerrel panik.

"Van, Vania bangun. Dasar kupu-kupu sialan. Lo, ngehancurin rencana gue buat ngelamar Vania!"

Bukannya segera membawa Vania ke rumah sakit, Jerrel justru berusaha menangkap kupu-kupu itu. Setelah beberapa menit akhirnya kupu-kupu itu berhasil ia tangkap, Jerrel memasukannya ke dalam botol bekas.

"Akhirnya kena juga, enggak bakal gue lepasin sampe Vania bener-bener sadar. Oh, iya bisa-bisanya gue ninggalin Vania."

Jerrel membawa Vania ke rumah sakit, ia terkejut mendengar apa yang dibilang dokter. Dokter mengatakan bahwa Vania mengalami fobia terhadap kupu-kupu. Hal itu bisa saja berakibat fatal, jika saja Jerrel terlambat membawa Vania.

"Cowok macam apa aku ini, Van. Sama fobia kamu aja aku enggak tahu." Jerrel menundukkan kepalanya, menggenggam tangan Vania.

"Jahat banget kamu, pasti sengaja, ya bikin aku kaya gini," tuduh Vania yang terbaring diranjang rumah sakit.

"Akhirnya kamu sadar juga, Van aku minta maaf, ya. Aku bener-bener enggak tahu kalau kamu fobia sama kupu-kupu."

"Nggak perlu dibahas, aku mau pulang aja. Udah mendingan juga, kok."

"Tapi kamu maafin aku, kan?"

"Aku bilang, aku mau pulang sekarang juga!"

"Okay, aku tanya dokter dulu ya."

🦋🦋🦋

Malam yang cukup berat untuk seekor kupu-kupu yang cantik itu. Kini, ia sudah tidak bisa terbang bebas lagi. Kalau saja ia tidak hinggap di bahu gadis itu, ia tidak akan berakhir seperti ini. Mungkin jika ia seorang manusia, ia sudah melaporkan laki-laki itu ke kantor polisi.

Jerrel menatap tajam kupu-kupu yang berhasil ia tangkap. "Semuanya gara-gara lo, kalau aja lo enggak ada, rencana gue buat ngelamar Vania nggak akan gagal!"

Setelah mendengar perkataan Jerrel, kupu-kupu itu tidak bisa diam dan mencoba keluar dari dalam botol bekas, ia seakan paham apa yang Jerrel katakan.

"Tapi nggak sepenuhnya salah lo, sih. Kalau dilihat-lihat lagi lo, cantik juga. Bukan cantik, tapi indah banget." Jerrel memegang botol itu dan tersenyum lebar.

"Sebagai hukuman, gimana kalau lo jadi peliharaan gue aja. Sayang banget kalau semudah itu gue bebasin." Jerrel memindahkan kupu-kupu itu kedalam toples kaca dan menutupnya rapat.

Aliran sungai begitu menelisik indera pendengaran seorang laki-laki yang tengah melukis. Dari balik pohon seorang gadis berpakaian layaknya seorang putri begitu fokus memandangi laki-laki itu.

Tak lama gadis itu membawa langkah kakinya untuk mendekati si laki-laki. Ia merangkul bahu laki-laki itu dari belakang, membuat si laki-laki terkejut.

"Aku sangat merindukanmu, kenapa kamu jarang menemuiku. Kamu tidak akan meninggalkanku, kan?" Tanya si gadis.

"Kamu tahu sendiri alasan kenapa aku jarang menemuimu. Aku harap kamu bisa segera sadar." Kata laki-laki itu.

"Kumohon jangan tinggalkan aku!" Mata gadis itu berkaca-kaca dan mulai terisak.

Bersamaan dengan bunyi alarm di ponselnya, Jerrel terbangun dari tidurnya dengan keringat yang bercucuran dan degup jantung yang tak beraturan. "Gue mimpi apaan, sih. Enggak jelas banget." Jerrel mengacak gusar rambutnya.

Jerrel menceritakan semua hal yang dialaminya pada Diki. Vokalis band 'City 127' yang ia produseri sekaligus sahabatnya.

"Jadi, elo beneran gagal ngelamar Vania? Gue pikir cuma bercanda pas ngasih tahu digrup watsaap." Diki tidak bisa menahan tawanya.

"Sialan! lo, malah ketawa, nggak gue bikinin lagu baru tau rasa!"

"Lagian, ngapain coba pake acara ngelamar di taman segala. Udah bagus di restoran, kesannya lebih elegan pula." Sahut Doni, drummer band City 127.

"Biar ada filosofinya gitu, kan gue nembak Vania di taman. Itu juga tempat spesial buat kita berdua."

"Kita. elo, aja kali gue enggak!"

"Sialan, lo. Seneng banget lihat gue menderita." Jerrel melemparkan bantal sofa ke arah Diki.

Di studio rekaman miliknya, Jerrel masih memikirkan Vania. Ia tidak fokus pada City 127 yang sedang rekaman untuk album baru mereka.

"Pemberitahuan, kepada saudara Jerrel jika, Anda tidak bisa fokus. Lebih baik Anda keluar dari ruangan ini." Diki mencoba untuk menyadarkan Jerrel dari lamunannya.

Mendengar apa yang barusan Diki katakan, Jerrel benar-benar keluar dari studio rekaman meninggalkan mereka semua.

"Atuh kamu mah suka gitu, lihat, kan si Jerrel beneran pergi!" Ucap Yudhi gitaris City 127.

"Baperan banget, itu orang. Niat gue, kan baik pengen bikin dia fokus."

"Udah kita lanjut dulu rekamannya. Lo, habis ini langsung minta maaf sama Jerrel." Doni ikut menimpali.

Dunia begitu terasa hampa, sebab Jerrel tak kunjung mendapat balasan pesan bahkan panggilan telepon pun tak digubris oleh Vania. Semua yang Jerrel lakukan terasa begitu berat, ia tidak bisa fokus dengan pekerjaannya.

Jerrel langsung menuju ke rumah Vania. Itu adalah cara satu-satunya agar ia bisa menemui kekasihnya.

Baru saja ia menghentikan mobilnya di depan gerbang rumah Vania. Apa yang kedua netranya tangkap begitu membuatnya sesak nafas.

*To be Continued...

Bab awal, masih pengenalan tokoh dulu ya....
Semoga kalian betah baca cerita ini, Terima kasih 🤝💚💚🦋

Beautiful Butterfly | Jung JaehyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang