"Claudia pulang sama gue, soalnya dia berangkat bareng gue. Jadi pulangnya harus sama gue."
"Lo, nggak lihat tuh." Jerrel menunjuk awan mendung di atas sana. "Lo, mau bikin anak orang kehujanan di tengah jalan? Mending lo sekalian aja ikut, naik mobil gue," saran Jerrel pada adiknya.
Belum juga Mahen membalas ucapan Jerrel, hujan turun begitu saja. Mereka berdua langsung masuk ke dalam mobil dan Jerrel melajukan mobilnya meninggalkan tempat tadi. Tanpa keduanya sadari, Claudia tidak ada bersama mereka.
"Ada untungnya juga, bang. Lo, bawa mobil. Tapi, motor gue gimana ya?"
"Udah, masalah motor mah. Tinggal titipin aja."
Padahal ada yang lebih penting dibanding motor milik Mahen. Mereka masih belum menyadarinya. Ketika sampai di rumah, mereka hendak keluar dari mobil, saat keduanya menengok ke kursi belakang seperti ada yang kurang. Beberapa detik keduanya saling menatap, mencari apa yang sebenarnya hilang. Barulah mereka sadar, jika Claudia tidak ada bersama mereka. "Claudia!" ucap keduanya bersamaan.
"Kok, bisa nggak ada? Kan gue udah curiga, itu pasti bukan keluarganya Claudia. Jangan-jangan dia diculik lagi!" Mahen sangat panik, bagaimana jika dugaannya memang benar.
"Lo, jangan ngomong sembarangan gitu. Mending kita cari dulu, lo pake mobil sendiri aja. Kita mencar nyarinya," usul Jerrel. Dia juga sebenarnya panik, tapi mencoba untuk tidak membuat Mahen khawatir.
Keduanya berpencar mencari Claudia. Mahen pergi menuju bioskop tadi. Dia semakin khawatir ketika hujan semakin deras mengguyur jalanan.
Sedangkan Jerrel tengah menyusuri jalanan, dia mengendarai mobilnya dengan pelan. Dia yakin Claudia sudah tidak di tempat yang tadi, entahlah perasaannya berkata demikian.
Sementara yang dicari sedang menggigil kedinginan di halte bus. Jadi, sebelum Jerrel dan Mahen masuk ke dalam mobil, Claudia sudah turun lebih dulu melalui pintu mobil sebelah kanan. Dia mengira jika mereka berdua masih ingin berdebat. Lalu saat hujan turun, dia ditinggalkan begitu saja oleh keduanya.
Sebuah mobil berwarna merah berhenti tepat di depan halte bus, si pengendara membuka kaca mobilnya. "Kamu pacarnya Jerrel, kan?" tanya Vania. Ternyata mobil merah itu milik Vania. "Ngapain di situ, ayok aku anter pulang." Vania menawarkan tumpangan pada Claudia, tapi dia memilih untuk pergi dari halte bus, tanpa menggubris niat baik Vania. Dia bahkan tidak perduli, pada hujan yang mengguyur tubuhnya hingga basah kuyup.
Claudia tidak tahu harus pergi ke mana. Dia tidak ingat jalan pulang, begitu malang sekali nasibnya. Maka dengan langkah kecilnya, dia terus menyusuri jalanan dengan tubuh yang semakin menggigil. Sekujur tubuhnya seakan mati rasa, apa ini adalah hari terakhirnya hidup? Pikiran buruk pun kian menguasai benaknya.
Tepat di bawah jembatan penyeberangan, Jerrel menghentikan mobilnya. Dia langsung turun dari mobil setelah yakin, jika gadis yang dilihatnya adalah Claudia. Jerrel menghampirinya dan memeluk tubuh Claudia, memberikan kehangatan untuknya. Claudia membalas pelukan itu begitu erat seakan takut ditinggal lagi, bahkan Jerrel bisa merasakan getaran dari tubuh gadis itu. Pasti Claudia sudah kedinginan cukup lama, karena jarak bioskop dari rumahnya cukup jauh.Jika diingat kembali jembatan penyeberangan itu adalah tempat yang sama, ketika Claudia menyelamatkan nyawa Jerrel.
Claudia membuka suara dengan bibir yang bergetar karena kedinginan. "Aku mohon jangan tinggalkan aku."
Jerrel seperti tidak asing dengan kalimat itu, bahkan jantungnya seakan berhenti untuk sesaat. Bisa dia rasakan, kini Claudia menangis dalam pelukannya. Kenapa sekarang malah dadanya terasa begitu sakit, dia seolah ikut merasakan apa yang Claudia alami. Dia juga tidak paham, apa yang sebenarnya terjadi. Rasanya seperti sebuah magis, bahkan sekarang dia ikut menangis. Lebih tepatnya tidak bisa mengontrol dirinya sendiri.
Di seberang jalan, Mahen melihat sendiri bagaimana kakaknya memeluk erat gadis yang dia cintai. Maka dengan derasnya hujan malam ini, Mahen membiarkan dirinya diguyur oleh rasa pedih dan sesak saat itu juga, basah kuyup akan rasa sesal yang tak terbendung lagi. Dia tidak bisa menyalahkan Jerrel, yang terlebih dahulu menghampiri Claudia. Ditambah lagi dia sudah mengatakan untuk bersaing secara sehat dengan kakaknya. Bukankah seorang laki-laki harus bisa memegang ucapannya? Malam ini, Mahen mengaku kalah pada semesta. Tapi, dia tidak akan menyerah begitu saja. Masih ada hari esok untuk bisa lebih dekat dengan Claudia.
Setelah cukup lama berpelukan, Jerrel melepaskan pelukannya terlebih dahulu. Namun Claudia malah menahannya, dia semakin erat memeluk Jerrel. "Clau, kita pulang sekarang, ya. Ini badan kamu kedinginan."
"Kamu tidak akan meninggalkan aku, kan?" tanya Claudia. Dia takut jika akan ditinggal untuk kedua kalinya.
"Aku nggak akan ninggalin kamu." Jerrel menggandeng lengan Claudia, bermaksud untuk menuntunnya, tapi Claudia malah diam tak bergerak.
"Aku tidak bisa berjalan, sepertinya keram, bahkan tubuhku seperti mati rasa." kata Claudia. Dia tidak berbohong, untuk berdiri saja rasanya dia sudah tidak kuat.
Tak ingin membuat Claudia mati kedinginan, Jerrel akhirnya membopong tubuh mungil itu masuk ke dalam mobilnya. Berbeda dengan yang tadi, kini jantung Jerrel berdegup dua kali lebih cepat dari biasanya. Begitupun sebaliknya, Claudia juga merasakan hal yang sama. Entah kenapa hanya saat bersama Jerrel dia bisa merasakan hal seperti itu.
Jerrel dan Claudia sampai di rumah terlebih dahulu. Jika melihat garasi, tidak ada mobil Mahen di sana. Kini rasa khawatir Jerrel beralih pada Mahen, anak itu masih belum pulang juga. Saat Jerrel hendak menaiki tangga sembari membopong Claudia, pintu rumah dibuka oleh Mahen. Jerrel terkejut begitu mendapati tubuh adiknya basah kuyup sama seperti Claudia.
Pemandangan macam apa yang dilihat Mahen, haruskah dia menyaksikan hal seperti tadi. Yang tadi saja sudah cukup menguji kesabarannya.
"Hen, kok bisa basah kuyup gitu?" tanya Jerrel yang masih berdiri di tangga.
"Hujannya gede banget, sampe atap mobil gue nggak kuat nahannya." Mahen melenggang begitu saja melewati Jerrel.
"Kalau gue nanya, bisa jawab yang benar nggak, sih?"
Mahen menghentikan langkahnya, dan berbalik menengok ke arah kakaknya. "Lo, mau Claudia mati kedinginan. Lo nggak lihat badan dia mengigil kaya gitu!" Kemudian Mahen pergi menuju kamarnya.
Claudia tidak mampu untuk melerai perdebatan mereka, untuk bicara saja rasanya begitu sulit. Jerrel baru sadar jika Claudia butuh pertolongan segera. Lalu dia merebahkan tubuh Claudia di tempat tidur, menyelimutinya dan membawakan air hangat. Dikompresnya Claudia dengan air hangat tadi. Jerrel begitu telaten mengurus Claudia, sepertinya akan sia-sia jika dia terus mengompres, sementara pakaian Claudia saja basah. "Baju kamu basah, Clau. Nggak ganti baju dulu?" kenapa Jerrel jadi salah tingkah hanya karena menanyakan hal itu.
"Tubuhku sangat lemas, aku tidak mungkin mengganti baju. Biarkan saja seperti ini."
"Tapi, kalau nggak ganti baju. Kamu bisa sakit, aku juga nggak mungkin gantiin baju kamu." Jerrel tidak berani untuk melihat wajah Claudia, dia hanya menghadap ke arah pintu.
"Dasar mesum, apa semua laki-laki memiliki pikiran sepertimu. Jerrel, lihat aku sekarang." Claudia menunjuk jam yang ada di atas meja. "Sebentar lagi jam 12 malam, aku tidak perlu mengganti bajuku, jadi kamu tidak perlu mengkhawatirkan aku." Claudia hampir saja ingin tertawa, ketika Jerrel berbalik ke arahnya. Dia seperti menahan malu, padahal Claudia bermaksud bercanda padanya.
"Okay, itu artinya bentar lagi lo bakal jadi kupu-kupu, kan? Kalau gitu gue bakal balik ke kamar." Jerrel sudah memegang gagang pintu, dia baru saja akan keluar.
"Aku lebih suka, jika kamu berbicara dengan sopan dibandingkan, lo, gue." ucap Claudia.
Jerrel tidak meladeni apa yang barusan Claudia ucapkan, dia langsung keluar menuju kamarnya sendiri. Ini bukan pertama kalinya Jerrel jatuh hati, tapi kenapa dia harus segugup itu pada Claudia.
*To be Continued....
Abis nulis ini, malah stuck. Gimana coba😩🤧
*semangat terus🔥🔥🔥
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Butterfly | Jung Jaehyun
Fanfiction"Sebenarnya dia siapa, kenapa mimpi yang sama terus datang?" Kisah cinta yang belum usai, sejak ribuan purnama. Dipertemukan kembali dalam takdir yang berbeda. Start -4 Januari 2022- End -2 Agustus 2022-