4. Contact

1K 202 8
                                    

"Huaaaa I love Melbourne!"

Jennie melebarkan tangannya lalu memutar menari kegirangan menikmati hembusan  angin dan mentari pagi yang hangat.

Bruk

Gadis itu menubruk seseorang hingga hampir terjatuh, syukurnya dia bisa menjaga keseimbangan nya sebelum pantatnya menyentuh trotoar.

Jennie membuka matanya, ingin mengumpat orang yang dia tabrak, padahal jelas-jelas dia yang tidak melihat jalanan.

"Yak!"

Ucapannya terhenti saat melihat orang dihadapannya, senyumannya mengembang, "Oh? Hai Roseanne."

Yang disapa menghembuskan nafasnya sebal, kenapa harus bertemu dia lagi?

"Kau akan kemana? Kau sibuk hari ini?" tanya gadis itu membenarkan tas ransel kecil dipunggungnya.

"Bukan urusanmu."

"Ayolah, kau ini sok dingin sekali. Aku kan temanmu."

"Sejak kapan kau jadi temanku? Tidak, kau bukan temanku."

"Hey, kita sudah menonton konser bersama, menghabiskan waktu bersama, kita adalah sepasang teman."

"Bukan. Kita bukan teman."

"Dasar,"

Jennie memainkan kamera nya lalu memotret sekitar, "bagus juga."

"Oh ya Pagi-pagi begini kau kelayapan, apa tidak bekerja?"

"Tidak."

"Oh pengangguran. Pantas selalu sendiri."

Rosé menatap Jennie tajam, ingin dia memarahi gadis ini, tapi dia sadar jika ucapan Jennie tidak sepenuhnya salah. Jadi diam sajalah.

Rosé berbelok lalu memasuki salah satu Kafetaria disana. Jennie membuntuti, namun sebelum dia masuk kedalam tempat itu, seseorang merebut Ransel yang dia pakai.

"Yak! Pencuri!"

Rosé berbalik menatap Jennie sedang menunjuk seseorang yang menjambret tas ranselnya.

"Rosie! Dia mencuri Ransel ku! Disana ada dompet Paspor dan Visa! Rosie!"

Dengan cepat Rosé mengejarnya, "Hei!"

"Hey you!"

Merasa dirinya dikejar, pria tadi mempercepat larinya, menjatuhkan barang-barang agar menghalangi jalan Rosé. Itu berhasil, Rosé kesusahan menyusulnya. Alhasil dia kehilangan jejak orang itu.

"Damn,"

Rosé mengerang frustasi, mau tak mau harus kembali dengan tangan kosong. Dia melihat Jennie sedang berjongkok menatap kanan kiri berharap Rosé kembali dengan ranselnya.

Melihat itu Rosé semakin merasa bersalah, dia berdeham dan Jennie langsung bangkit menatapnya penuh harap.

"Bagaimana? Kau berhasil?"

Rosé mengusap tengkuknya "eum... I'm sorry."

Jennie menghela nafasnya putus asa "semua uangku ada disana. Dan aku akan pulang seminggu lagi."

Rosé menatap gadis itu cemas, "sudah makan?"

Jennie menatap Rosé "sudah. Tapi aku tidak tahu bagaimana cara bertahan hidup kedepannya, Untung hotel sudah dibayar." gumamnya.

Akhirnya Rosé menarik tangan Jennie masuk, dia mendudukkan Jennie disalah satu kursi disana.

"Kau diam disini."

UtopiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang