28.0 | Obey

2.4K 485 75
                                    

Terkadang Asahi tak mengerti dengan jalan pikiran orang tua. Mengapa orang-orang dewasa itu berpikir bahwa membanding-bandingkan anak dengan anak yang lain adalah ide bagus. Apa mereka tak berpikir, bahwa bukannya terdorong untuk menjadi lebih baik, anak-anak mereka justru akan saling membenci.

Orang tua juga seringkali senang membeda-bedakan takaran kasih sayangnya, mereka akan lebih memberikan itu pada anak yang terlihat lebih berhasil dan menguntungkan.

Tak bisakah mereka mencintai anak-anak mereka begitu saja tanpa syarat? Tidak ada dari anak-anak itu yang sejatinya meminta lahir ke dunia, kenapa juga mereka dipaksa mati-matian memenuhi ambisi orang tua dengan kedok membalas budi.

Asahi sadar dengan kefrustasian Jeongwoo selama ini. Selain menggunakan prestasi-prestasi Yedam untuk ajang perbandingan, ayahnya juga ternyata selalu menggunakan dirinya untuk mengecilkan Jeongwoo. Tak heran juga kenapa anak itu sangat membencinya, tak peduli meski sang ayah juga tak pernah memberikan Asahi keuntungan apa-apa sebagai hadiah untuk kepintarannya. Asahi hanya dijadikan alat sang ayah untuk menekan Jeongwoo dan membiarkan dirinya dibenci habis-habisan oleh anak itu. Atau jangan-jangan memang itu tujuannya?

Asahi kini menghela napas dan mulai memandangi gambar-gambar yang tertempel di berbagai sudut dinding kamar. Asahi senang menggambar sejak kecil dan itu adalah karya-karyanya.

Di antara gambar-gambar itu, Asahi menahan pandangannya pada satu gambar. Itu adalah sketsa 6 orang anak laki-laki. Asahi ingat, itu gambar yang ia buat saat masih duduk di bangku kelas 3 SD.

Enam orang anak laki-laki yang berdiri berdampingan itu tidak lain adalah Hyunsuk, Jihoon, Yedam, Jeongwoo, Junghwan, dan dirinya sendiri. Asahi menggambar mereka dengan senyuman lebar selayaknya enam saudara yang bahagia. Hyunsuk berada di samping Jihoon dan merangkul satu sama lain, sedangkan Jeongwoo berada tepat di samping Asahi dan merengkuh bahunya dengan hangat. Sangat mustahil untuk benar-benar terjadi, bukan? Asahi senang menggambar hal-hal mustahil seperti itu.

Tepat di sebelah gambar tersebut, terdapat pula gambar lain yang sama mustahilnya. Itu adalah sketsa dirinya yang berada di tengah Hana dan Seunghyun--ayah dan ibu kandungnya. Kedua orang itu menggenggam tangan Asahi dan tersenyum lebar.

Asahi ingin tertawa melihat itu. Itu lucu karena ia sadar bahwa khalayannya terlalu tinggi kalau dipikir-pikir.

Kini Asahi mengalihkan pandangannya pada dua buah gambar yang terpajang berdampingan. Itu sketsa wajah Hyunsuk dan Jaehyuk.

Dulu Asahi menggambar itu untuk mengingatkan diri bahwa paling tidak dia masih memiliki dua orang yang akan selalu ada untuknya. Iya, dulu.

Kini Asahi menghela napasnya dan mulai berdiri, hendak memajang satu lukisannya lagi di antara dinding putih itu.

Lukisan itu adalah lukisan pertamanya yang ia buat di atas kanvas, sesuatu yang selalu Asahi inginkan sejak dulu namun dilarang sang ayah, entah kenapa. Karena itu, selagi ia memiliki kesempatan kali ini, Asahi melukisnya dengan lebih sungguh-sungguh, ia bahkan mengorbankan jadwal tidurnya demi memiliki waktu untuk melukis itu.

Asahi melukis sebuah pantai dengan latar matahari terbenam. Langit sore yang didominasi jingga itu terlukis dengan indah. Itu adalah imajinasinya tentang pemandangan pulau Jeju yang akan ia kunjungi bersama Jaehyuk nanti.

Asahi ingin memberikan itu pada Jaehyuk jika suatu saat mereka kembali bertemu, ia ingin meminta maaf dan berterima kasih padanya.

***

Yujin memandangi manusia mirip robot di depannya yang tengah menyantap makanan dengan diam. Siapa lagi kalau bukan Asahi.

Sekarang Yujin seakan menggantikan posisi Jaehyuk untuk menemani anak pendiam itu di sekolah. Meski Asahi masih belum mau banyak bicara padanya, setidaknya ia tak lagi diusir. Ia cukup lega dengan itu.

Sloth Bear | Asahi [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang