F.R.I.(E).N.D.(S) #1

187 18 0
                                    

ELEANNE YSABELLE; ELEANIS

Saat café di bilangan Setiabudi akan ditutup, tiba-tiba saja seorang pria masuk ke dalamnya dan membuat Lean tak mampu berkata-kata.

Kemunculannya yang tergolong jarang setelah pria itu menjalani kesibukan barunya sebagai seorang produser band papan atas, melatarbelakangi rasa takjub perempuan itu.

"Aku kira kamu nggak akan pernah lagi datang ke sini, Ram."

"Kenapa kamu berpikir seperti itu, Le?"

"Karena kamu terlalu sibuk dengan band bentukanmu itu!"

Hampir dini hari, café yang mereka rintis bersama itu tutup. Sebuah café yang beroperasi delapan belas jam dalam sehari. Sebagai mitra bisnis, Lean dipercaya untuk mengelola langsung kafe tersebut oleh kerabatnya.

Pria berdarah campuran Malaysia-Australia tersebut adalah salah satu anak dari sahabat kedua orang tua Lean dan kebetulan keduanya pun menuntut ilmu di universitas yang sama, Monash University, Malaysia.

Kedekatan keduanya sudah tidak bisa diragukan lagi. Akibat hubungan baik antara kedua orang tuanya, secara tidak langsung Lean dan pria itu tumbuh besar bersama.

Belum lagi, Lean lahir dan menghabiskan masa kecilnya di Kuala Lumpur. Maka keakraban yang terjalin sudah seperti layaknya saudara sendiri. Namun, keduanya sempat terpisah jarak ketika Lean dibawa pulang selama beberapa tahun dan melanjutkan sekolahnya hingga lulus SMA di Bandung.

Ialah Ramien Stanley yang setahun belakangan banyak diburu media lokal karena kedekatannya dengan salah seorang pemeran yang tak lain adalah teman Lean semasa sekolah di Bandung.

"O, come on! Aku di sini pada akhirnya. Well, aku sudah minta ijin kamu sebelumnya, kan? Dan kamu nggak keberatan dengan itu."

"Terserah!" balas Lean ketus.

Rami tersenyum geli saat melihat ekspresi judes kerabatnya tersebut. Pria itu mengenal betul tabiat perempuan yang sedang berhadapan dengannya itu. Bagaimana tidak? Perempuan yang jarak usianya hanya terpaut dua tahun lebih muda darinya ini kerap kali menghabiskan waktu di rumahnya. Oh, bukan hanya itu, Lean juga seumuran dengan adik perempuannya. So, dapat disimpulkan seperti apa eratnya hubungan mereka.

Bahkan, awal mula kedekatannya dengan Noura pun tak lain adalah karena perbuatan Lean. Perkenalan yang tak disengaja, pertemuan yang semakin sering, dan penjajakan yang manis, namun berujung penyesalan.

"Okay, I'm so sorry for that."

"Well, karena hanya itu yang bisa kamu lakukan," Lean memutar kedua bola matanya. Dirinya yang kala itu berada di balik meja kasir, dengan singap mengambil serbet dan melemparnya tepat ke wajah Rami.

Meski kesal karena sambutan kurang mengenakkan dari Lean, Rami mesti legowo. Karena pada dasarnya, apa yang Lean ucapkan memang sesuai fakta yang ada. Ia lari dari tanggungjawabnya sebagai mitra bisnis yang baik.

"Luapkan je amarah awak. Maybe, boleh bantu awak jadi lebih baik."

Lean memicingkan matanya. Ia coba untuk meredam amarahnya yang tengah berada di puncak.

Ini bukan sepenuhnya kesalahan Rami. Ia tahu, pria itu hanya mencoba mencari pelarian baru. Dan pekerjaan yang sedang digelutinya sekarang mungkin memang memberi pria itu sebuah suasana yang baru. Dan sebagai sahabat Lean wajib memahaminya.

"Dah lah, aku nak tutup ni café. And you—" telunjuk yang menggantung di depan wajah Rami itu jatuh lemas tak lama kemudian. Lean yang sudah lelah karena aktifitasnya yang padat seharian ini, memutuskan untuk tidak kembali membuang energinya yang tersisa. Diskusi berakhir.

F.R.I.E.N.D.(S) ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang