“Are you kidding me?!” Diola memekik terkejut saat Rami membawanya ke salah satu properti miliknya—sebuah apartemen di pusat kota Kuala Lumpur.
“Ya, Penang. Rumah orang tuaku,” jawab Rami yang berjalan mendahului Diola, masuk ke dalam tempat tinggalnya.
Sementara perempuan itu mengekori langkah pria itu persis di belakangnya sembari memasang ekspresi kebingungan. “Anda berniat mengajak saya ke sana? Ke rumah orang tua Anda? Untuk apa?”
Rami menghentikan langkahnya tepat di depan sebuah sofa tunggal, lalu berbalik arah menghadap ke arah perempuan itu. Kali ini salah satu alisnya terangkat sebelah.
Ia tak mengatakan apa pun melainkan hanya menghela napas lalu kembali berpaling untuk kemudian duduk pada sofa tersebut. Ia merentangkan kedua lengannya pada sisi sofa dan melipat satu kakinya di atas lutut. Pria itu menatap Diola dengan tatapan sulit di mengerti. Dagunya naik ke atas—mengangkat wajah, pongah.
“Tell me, Mr. Stanley!” bentak Diola. Ia merasa perlu memperjelas segala rahasia yang Rami tutup-tutupi sejak keberangkatannya.
Sejurus kemudian Rami mendecih. “Berhenti memanggilku seperti itu, Dio.”
Diola melipat kedua tangannya di depan dada. Kesal.
“So?”
“Well, ini tentang Noura.”
Napas Diola seketika tercekat. Oh, tentu saja! Batin Diola menyalak.
Jelas ini ada hubungannya dengan Noura, dan Rami sengaja melibatkannya dalam sebuah sandiwara. “Apa yang kalian inginkan dari saya?!”
Tampak sekali jika perempuan itu terlampau kesal dengan perlakukan Rami padanya. Pertama, pria itu membawanya terbang secara mendadak tanpa ada pemberitahuan sebelumnya. Kedua, mereka baru saja tiba di KL dan pria itu sudah merencanakan perjalanan selanjutnya—yang mana adalah diluar kesepakatan awal.
Bukankah Rami bilang tujuannya mengajak Diola adalah untuk survey lokasi? Padahal dalam naskah yang Diola tulis, tidak ada paragraf yang menjabarkan mengenai kota tersebut. Bagaimana si tokoh utama pria dalam cerita melanjutkan hidupnya setelah memutuskan pergi ke KL. Well, tidak ada sama sekali! Diola hanya menuliskan bahwa kota yang dituju oleh tokoh utama pria dalam naskahnya tersebut adalah Kuala Lumpur. So, seharusnya memang tidak perlu ada survey lokasi hingga sejauh ini!
Gemas sekali rasanya. Ingin teriak di depan wajahnya, namun, Diola tak kuasa melakukan itu. Ia hanya mampu menahan amarahnya terhadap pria itu.
Ah, dan yang terakhir. Hal ini perlu digarisbawahi. Pria itu meminta Diola agar tidak lagi membahas mantan pacarnya—which is sahabatnya Noura. Tetapi, ia justru akan menyeretnya ke Penang untuk suatu alasan dan itu adalah tentang Noura! Damn you, Stanley!
“Bukan, Dio. Jangan salahkan dia.”
Diola yang berdiri menjulang di hadapannya hanya bergeming. Menatap ke arahnya dengan sorot mata penuh amarah. Seketika itu pula Rami ciut. Ia kemudian bangkit dari duduknya dan perlahan mulai mendekati Diola.
“Semua ini karena... aku tidak tahu harus bagaimana menghadapi permintaan Ibuku.”
Saat Rami maju selangkah dan berniat akan menyentuh perempuan itu. Diola justru terlihat sebaliknya, mundur selangkah. Ia tidak membiarkan Rami mendekatinya sama sekali.
Sementara itu kini Diola terlihat mengeraskan rahangnya terlihat. Bak gunung berapi aktif yang siap meletus kapan saja, wajahnya berubah menjadi merah. Hal tersebut terjadi karena amarahnya sudah mulai memuncak.
“Ibuku... meminta sesuatu yang sulit untuk aku kabulkan untuk saat ini.”
“Kenapa harus saya?”
KAMU SEDANG MEMBACA
F.R.I.E.N.D.(S) ☑️
ChickLitFurrinka, seorang mantan guru les Bahasa Spanyol yang kemudian beralih profesi sebagai manajer band kenamaan-Part of Justice. Menjalani sebuah hubungan LDR bersama sang pacar dan mulai merasakan jenuh terhadap hubungan keduanya. Dipertemukan oleh R...