F.(R).I.E.N.D.(S) #2

218 21 1
                                    

Adi menatap lurus ke luar kaca mobilnya. Ia duduk di depan bangku kemudinya, sambil terus berkonsentrasi. Sesekali, manik matanya melirik pada bangku penumpang di sebelahnya.

Seorang perempuan yang sedang duduk bersandar pada head rest tersebut adalah masih perempuan yang sama. Perempuan—yang membuat gaduh seisi night club—itu kini terlelap di sampingnya, dengan lengan yang menutupi matanya.

Kini, ia bingung harus membawa perempuan tersebut ke mana. Dengan kondisinya yang bisa kapan saja menimbulkan tudingan macam-macam, Adi tak berani ambil keputusan. Belum lagi, dirinya juga dalam keadaan setengah mabuk.

“Bawa gue ke Novotel saja, Di.”

Adi menoleh ke arah datangnya suara. Perempuan yang hanya memakai kamisolnya tersebut, menyingkirkan lengannya yang menutupi wajah. Kemudian, sambil membetulkan posisi duduknya, ia kembali mengamit bolero-nya yang ada di kursi belakang dan mengenakannya.

Keadaannya saat itu benar-benar kacau-balau. Meski ia mabuk berat, tetapi perempuan itu mencoba untuk tetap dalam kesadaran penuh—walaupun mustahil. Karena sering kali benda di sekitarnya berputar, ia juga serasa naik komidi putar dengan kecepatan maksimal.

“Novotel?”

“Gue menginap di Novotel selama menetap di sini,” terangnya.

Adi mengangguk singkat, lalu kembali fokus pada kemudi.

“Oke,” jawabnya.

Dalam keheningan, Adi mengemudikan MPV milik kakak iparnya yang ia pinjam saat akan menuju PVJ.

Tak ada suara yang keluar dari mulutnya, yang biasanya tajam bagaikan bilah. Ia bingung harus memulai percakapan dari mana. Menyadari kalau kesadaran tak lagi mendukung sepenuhnya, Adi memilih untuk tutup mulut.

Lagi pula, ada sesuatu yang harus ia urus. Degup jantungnya yang berpacu kencang!

Bukan. Hal itu bukan disebabkan oleh gelas demi gelas daiquiri yang ditenggaknya. Ada sesuatu yang lain. Tidak bisa ia terjemahkan. Kalau pun bisa, itu tidak mungkin terjadi. Adi menolak pemikiran itu mentah-mentah.

Sudah belasan tahun. Ia dan perempuan yang ada di sampingnya itu berpisah. Tidak pernah bertukar kabar, dan mustahil untuk bertatap wajah. Namun, debaran jantungnya yang tidak biasa itu memunculkan satu pertanyaan baru di otaknya. Mungkin kah cinta monyet itu kembali ia rasakan?

***

MPV yang dikemudikan Adi tiba di pelataran sebuah hotel bintang empat. Kedua matanya mengerling, memperhatikan sekitar. Tak lama seorang valet datang menghampiri pintu kemudi. Adi keluar diikuti oleh perempuan pemilik rambut kecokelatan di bawah pundak tersebut.

Kunci MPV-nya ia serahkan pada valet tersebut, dan ia berjalan mengikuti perempuan yang melangkah sempoyongan itu dari belakang.
Perempuan itu berjalan tanpa mempedulikan Adi yang masih mengekorinya. Tepat di lantai enam, lift yang mereka tumpangi berhenti. Didahului oleh langkah perempuan itu, mereka berjalan menyusuri koridor hotel yang diterangi oleh cahaya remang lampu cornice.

“Berhenti, Di. Sampai di sini saja,” perempuan itu berbalik ke arah Adi dengan mata yang setengah terbuka.

“Lo mabuk, Mev.”

“Lo juga. Sudah, pulanglah. Thanks buat jasa antarnya.”

Perempuan itu melambai pada Adi—menyerupai usiran—dan memutar tubuhnya, kembali menyusuri koridor. Tak lama, sosoknya berbelok ke kanan dan menghilang di pertigaan koridor.

Secara mengendap-endap, Adi memberanikan diri untuk tetap mengikuti ke mana langkah perempuan itu. Ia mengintip dari balik dinding, dan melihat perempuan itu memasuki sebuah kamar dengan tiga digit nomor.

***

Mevy Hagie a.k.a Mev, begitulah perempuan itu kerap disapa para sejawatnya ketika menuntut ilmu di sekolah dasar. Turut pula salah seorang teman sekelasnya bernama Radian, yang menyebutnya seperti demikian. Menurut bocah laki-laki itu, nama Mev begitu aneh namun manis. Juga mudah diingat dan dilafalkan.

Memori itu berkelibat di dalam benaknya malam itu. Selama enam tahun dan enam hari dalam seminggu, bertatap wajah di kelas yang sama, membuat benih rasa mengagumi itu muncul.

Ya, itu hanya sekedar cinta monyet, yang dirasakan oleh bocah laki-laki yang terpikat wajah jelita gadis bernama Mevy.

Setelah lulus dari sekolah dasar yang sama, dan melanjutkan sekolahnya di tempat yang berbeda, perlahan rasa itu hilang dalam sekejap. Terbang terbawa angin, dan lapuk termakan waktu.
Kabar yang beredar saat hari kelulusan, Mevy diboyong oleh orang tuanya ke Jakarta dan melanjutkan sekolah di sana.

Waktu terus berjalan, dan tahun terus beranjak. Belasan tahun terpisah, ternyata mereka dipertemukan kembali secara tidak sengaja. Lagi, pekerjaan yang menuntun jalannya pertemuan mereka.

Kebetulan, salah satu acara talk show yang ditayangkan oleh televisi swasta tempat Adi bekerja mengundang seorang talent, ia adalah Mevy. Seorang bintang iklan dan model video klip beberapa band ternama—salah satunya POJ pada single ke tiga dari album ke dua—yang wajahnya sudah sering melanglang buana di layar kaca.

Beberapa judul FTV dan sinetron pun pernah dibintanginya. Dan yang tak kalah mengejutkan, dan menunjukkan bahwa dunia ciptaan Tuhan ini sempit, Mevy adalah teman satu agensi Noura.

Noura memang lebih dulu terjun ke dunia entertainment, dan Mevy dengan segudang prestasinya menyusul kemudian. Berada di dalam manajemen yang sama, membuat kedekatan terjalin. Belum lagi, jika mereka di pasangkan dalam judul FTV atau sinetron yang sama.

Namun, saat pertemuan itu mereka tidak bertegur sapa sama sekali. Mevy justru terkesan ‘tidak ingin mengenal’ atau bahkan ‘pura-pura tidak mengenal’ Adi.

Yah, Adi sadar betul jika kebintangan Mevy sedang bersinar terang saat itu. Mungkin, hal tersebut menjadi alasan mengapa Mevy ogah bersinggungan dengan Adi. Padahal, dalam acara tersebut beberapa kali Adi sebagai floor director mengarahkan jalannya acara. Namun, hal itu tetap tak mengubah sikap ‘lupa’ Mevy.

Pertemuan keduanya adalah malam ini. Di dalam situasi yang sangat tidak mendukung. Namun, justru hikmah dari pertemuan ini adalah kembalinya ingatan Mevy akan dirinya. Dalam hati, Adi bersyukur mengenai itu.

Dia jelas masih mengingatku. Meski kami terpisah belasan tahun lamanya. Dia tidak benar-benar menghilangkan memori kebersamaan kami.

***

F.R.I.E.N.D.(S) ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang