F.R.I.E.(N).D.(S) #4

156 17 1
                                    

Noura membuka kedua matanya secara perlahan. Dan kembali mendapati dirinya tengah terbaring di atas kasur dengan dikelilingi oleh perabot, cat dan plafon serba putih.

Ia mencoba menggerakkan tangannya, lalu meraih pelipis dan memijatnya. Pening. Ia meringis kesakitan saat rasa pening itu kembali menyerang kepalanya.

Sambil mengingat apa yang sebenarnya terjadi, Noura mengambil napas dalam-dalam kemudian menghelanya perlahan. Beberapa saat lalu, ia ingat jika tengah berada di dalam toilet. Lalu, semuanya berubah menjadi gelap saat Lean menutup pintunya. Dan Noura pun tidak bisa mengingat apa-apa lagi.

Lalu ketika tersadar, ia mendapati dirinya sudah berada di atas kasur dengan posisi terlentang seperti saat ini.

Noura menelan liur.

Kenapa ia harus mengalami hal seperti ini? Kenapa harus menimpa dirinya? Berakhir tragis dengan kondisi mengenaskan seperti sekarang sungguh menyesakan dada. Terlebih ketika yang terjadi padanya adalah akibat perbuatan dari orang terdekatnya. Calon suaminya sendiri.

Hampir saja Noura menumpahkan air matanya kala itu. Namun gagal saat kedua matanya menangkap bayangan seseorang tengah berada di sisinya dalam keadaan tidak sadar.

Sungguh sebuah pemandangan yang tidak pernah ia duga sebelumnya. Sosok pria yang ingin sekali ia temui, kini duduk di sampingnya. Tertidur pulas dengan kepala tertunduk dan tangan terlipat di depan dada.

Ia berkedip beberapa kali, memastikan kembali keabsahan penglihatannya. Benarkah dirinya tidak sedang bermimpi? Ah, tapi, momen tersebut terasa seperti benar-benar nyata! Pria itu ada di sisinya?

Oh, Tuhan... jika yang tersaji di hadapannya adalah sebuah kenyataan. Sungguh, Noura merasa diberkati.

“Rami?” perempuan itu berbisik dengan suara parau.

Sang pemilik nama terlihat menggerakkan jemarinya—itu berarti Rami mendengar ketika ia memanggil namanya. Pria itu kemudian terjaga tak lama setelahnya. Ia melepaskan lipatan tangannya di depan dada, sambil beberapa kali mengerjapkan matanya.

Ditatapnya Noura dengan kedua alis saling tertaut untuk beberapa jenak. “Astaga, Nou. Kamu sadar?”

Perempuan itu terperangah. Bahagia bukan main. Sosok itu nyata. Kehadiran Rami di sampingnya bukan sekedar bayangan atau bahkan mimpi. Pria itu bersamanya—jelas itu yang paling ia inginkan.

“Ya. Aku—” Noura menggeliat dan coba untuk bangkit dari rebahnya. Namun, Rami dengan sigap mencegahnya.

“Jangan, Nou. Please, jangan lakukan itu. Tetap di tempat, aku akan panggil suster untuk cek kondisi kamu, okay?

Pria itu cepat-cepat beringsut, berdiri menjulang di hadapan Noura yang terkapar lemah tak berdaya. Bersiap untuk beranjak. Namun, saat baru saja akan meninggalkan Noura, perempuan itu justru menarik tangannya. Menahan kepergiannya.

“Ram, don't go. Stay here. Please?

Kedua kaki pria itu seakan terpasak. Ia bergeming, dan menuruti permintaan perempuan itu tanpa bantahan sama sekali.

Pada akhirnya, dengan sedikit keraguan Rami memilih untuk tetap tinggal dan kembali duduk di tempatnya semula. Menemani Noura dalam posisi terbaring di atas kasur.

“Kamu pingsan saat berada di dalam toilet,” Rami menjelaskan dengan diiringi helaan napas berat.

Noura mengerjapkan kedua matanya. Mengepakkan bulu mata lentiknya beberapa kali. Ia terenyuh. “Uhm, I... I don’t know. Tiba-tiba saja kepalaku terasa sakit, dan penglihatanku berubah menjadi gelap,” ungkap Noura.

F.R.I.E.N.D.(S) ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang