Wounds in Marriage
***
Bab Lima***
Anggya FOV
Latya anak yang manis dan pintar. Aku bangga sekali ketika Wali Kelas mengatakan bahwa anakku peringkat satu di kelas TK Pertama Bunda. Tahun besok, Latya akan masuk ke SD. Padahal baru kemarin rasanya menggendong anak itu. Sekarang sudah besar saja. Bangga sekali rasanya menjadi seorang Ibu. Meskipun banyak orang yang mencibirku karena tidak bekerja padahal bergelar Sarjana. Aku hanya tersenyum setiap kali disinggung soal itu.
Hari ini kuputuskan untuk main ke rumah orangtuaku. Dengan membawa Latya. Namun, aku sengaja tidak memberitahu Mas Naufal. Aku kesal dengan lelaki itu. Suamiku pergi ke restoran berdua dengan Saarah. Mereka terlihat semakin berani saja berselingkuh. Bahkan menurut penuturan beberapa staff kantor, Mas Naufal terlihat care sekali kepada Saarah. Suamiku membelikan tas baru kepada wanita itu. Sungguh, apakah karena Saarah lebih muda dariku sehingga Mas Naufal tergoda? Padahal aku sedang hamil sekarang.
Ayah yang tengah fokus membaca koran, berdiri dan memeluk Latya. Setelah itu Ibu datang, beliau baru saja selesai membuat bubur kacang hijau. Makanan kesukaanku dulu ketika masih tinggal dengan mereka. Keluargaku memang tidak kaya. Tetapi kami berkecukupan. Ayah masih bisa membiayai sekolahku hingga SMA. Beliau masih sanggup membelikanku motor dari hasil tabungannya.
"Apa kabar, Nak?" Ibu bergegas mengelap telapak tangan sebelum memelukku. Lalu beliau mencubit pipi Latya dengan gemas. "Suamimu kemana?" Mungkin Ibu heran sebab biasanya aku ke sini selalu dengan suamiku.
Aku tertegun, tetapi tersenyum. "Alhamdulillah baik, Bu," kataku seraya menaruh tas ke meja. Lalu membantu Ibu menyiapkan bubur kacang hijau itu. "Mas Naufal sudah pergi ke kantor."
Sementara Ayah membacakan dongeng untuk Latya. Mereka terlihat akrab sekali. Aku menaruh satu per satu mangkuk berisi bubur kacang hijau ke meja makan. Menu sarapan sambil mengobrol pagi ini. Ibu bergegas memanggil Dian, adikku. Sebenarnya aku anak satu-satunya dalam keluarga ini. Dian anak Tante Maya. Namun, karena orangtuanya bercerai dan memutuskan untuk hidup bahagia dengan keluarga baru mereka masing-masing, Dian menjadi terlantar. Ayah sebagai orang tua dalam keluarga besarku, merasa kasihan. Dian diangkat menjadi anaknya.
Kami duduk di meja makan. Aku bimbang, ingin sekali mengatakan kepada keluargaku tentang perselingkuhan Mas Naufal. Hingga Ayah yang menyadari perubahan raut wajahku bertanya, "Ada masalah apa, Anggya?" Beliau memang selalu tahu. Seolah Ayah bisa membaca isi hati dan pikiranku. Namun, kuputuskan untuk menggeleng. "Ayah tahu kamu berbohong. Pasti ada yang disembunyikan." Dan aku selalu tidak bisa menutupi apapun darinya.
"Anggya merasa kalau Mas Naufal selingkuh, Ayah," kataku pelan.
Mereka semua terlihat terkejut. Aku berharap orangtuaku tidak sedih.
Dian menyela dengan cepat. "Ah, Mbak. Jangan suka fitnah suami deh. Lagian kita ini kan udah hidup enak gini karena Mas Naufal." Memang sekarang Dian bisa kuliah karena suamiku.
"Benar kata adikmu, Nak. Lebih baik cari dulu kejelasannya," timpal Ibu seraya menyendok bubur kacang hijau ke mulut.
Ayah hanya diam. Namun, raut wajahnya tampak tegang. Aku bisa melihatnya dengan jelas. Sepertinya lelaki paruh baya itu tengah menahan sesuatu.
"Aku sudah punya buktinya, Bu." Mungkin aku harus berhenti sampai di sini. Mungkin memang sebaiknya aku tidak membicarakan hal ini sekarang. Waktunya tidak tepat. Mereka semua terlalu kaget. Mas Naufal sosok yang baik di mata mereka. "Kalau kalian memang masih belum percaya, tidak apa-apa. Ayah dan Ibu sebaiknya lupakan saja hal ini," sambungku.

KAMU SEDANG MEMBACA
Wounds in Marriage
Romance[18+] Kehancuran rumah tangga adalah luka yang tak pernah kutulis dalam daftar kemungkinan hidup. Ia seperti badai yang datang diam-diam, tanpa tanda-tanda, lalu meluluhlantakkan segalanya hingga tak bersisa. Aku tak pernah membayangkan bahwa perjal...