Enam Belas

1.1K 51 11
                                    

Wounds In Marriage
Bab Enam Belas

***

Tasya POV

Makan malam romantis yang dijanjikan oleh Mas Naufal benar-benar terjadi. Kafe di salah satu kawasan Lembang, Bandung ini didekorasi dengan begitu indah. Menurut penuturan seorang pramusaji, Mas Naufal telah mem-boking kafe yang berada di lereng gunung ini khusus untuk kami berdua. Aku benar-benar takjub dengan usaha lelaki itu. Sejauh ini Mas Naufal selalu menghargai diriku dengan begitu baik.

"Aku mungkin bukan lelaki romantis dengan sejuta kata-kata manis, Tasya. Tetapi aku akan melakukan apa pun untuk membuat dirimu bahagia. Itu janjiku!" Ikrar itu terucap keluar dari mulutnya, meluncur mulus begitu saja di sela-sela bibir semanis madu itu. "Dan aku hanya ingin kamu di sini. Bersama dengan diriku sampai kapan pun."

Sentuhannya dingin, menjalar hingga ke relung hati. Tatapan bola matanya lembut. Hingga aku merasakan jika embusan udara lereng gunung baru saja membuatku melayang. Hatiku luluh begitu saja. Tanpa aba-aba. Lantas, sentuhan itu berubah menjadi sebuah genggam yang kuat. Seolah dia sungguh takut kehilangan diriku. Lelaki dengan senyum secerah mentari pagi itu tengah berusaha mengatakan kepada diriku  bahwa dia sungguh-sungguh.

"Aku mempercayaimu untuk saat ini." Aku tahu bahwa dia pintar mencari celah kelemahan diriku, begitu pun sebaliknya. Aku tahu persis apa yang harus kulakukan sekarang. Memberikannya kehangatan, rasa nyaman yang mungkin tidak dia dapatkan dari istri sahnya. Aku mengusap pipinya, dengan begitu lembut, seraya berkata mesra. "Kamu sudah benar-benar membuat diriku mabuk, Mas. Aku tidak mengerti lagi apa yang akan terjadi kepada hidupku bila kamu pergi. Mungkin duniaku akan runtuh."

"Seandainya  .... " Dia menghela napas pendek, nyaris seperti orang yang tengah berusaha melepaskan sesak dan keputus-asaan. "Seandainya Anggya rela untuk dimadu. Pasti segalanya tidak akan sesulit ini. Aku bisa dengan mudah untuk membawa dirimu ke rumah dan mengenalkan kepada keluargaku."

Omong kosong! Apa yang dikatakan barusan? Aku tidak percaya wajah setampan itu memiliki otak yang kosong! Menyedihkan sekali lelaki seperti ini!

Rasa dongkol di hati harus kutepis jauh. Untuk saat ini memenangkan Mas Naufal adalah tujuan terbesar dalam hidupku. Aku akan merasa begitu bahagia apabila telah berhasil memiliki lelaki itu seutuhnya. Meskipun  ... aku sendiri tidak yakin apakah aku memang benar-benar mencintainya? Namun, kesempatan emas tidak akan datang dua kali. Hidupku telah penuh dengan rasa bahagia yang membuncah atas kehadiran lelaki itu. Aku tidak ingin semua lenyap begitu saja dalam sekejap. Bahkan aku tidak rela itu terjadi sekalipun di dalam mimpi. Tidak akan!

Sepertinya sentuhan jemariku yang meremas pelan telapak tangannya berhasil dimengerti oleh Mas Naufal, sebab kini dia menatapku dengan wajah penuh. Menunggu aku mengatakan sesuatu. "Cobalah berbicara kepada Anggya, Mas. Mungkin perlahan-lahan dia akan mengerti. Lagipula tidak ada yang bisa disalahkan. Kita berdua saling mencintai. Segala sesuatu yang berhubungan dengan cinta tidak pernah salah, bukan?"

Dia berusaha untuk mencerna ucapanku. Tetapi aku tidak terlalu peduli dengan responnya. Tujuanku saat ini hanya akan berusaha terlihat lebih baik daripada Anggya di depan Mas Naufal. Aku ingin Mas Naufal merasa bahwa aku lebih perhatian dan lebih bisa mengerti keadaan. Dan bisa saja tanpa berpikir dua kali dia langsung menceraikan Anggya. Itu tujuanku dan tidak boleh ada seorang pun yang menghalanginya.

"Menurutmu begitu?" Ada keraguan di dalam suaranya. Aku bisa menangkap itu dengan sangat jelas. "Tapi aku merasa kalau Anggya tidak akan mungkin menerimanya sampai kapan pun."

Wounds in MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang