Tiga Puluh Sembilan

1.5K 80 9
                                    

Wounds In Marriage

Bab Tiga Puluh Sembilan
***

Hai.
Sebelum membaca cerita ini, alangkah baiknya follow akun saya dulu, ya. Saya berharap sekali bisa mendapatkan 1K followers. Terima kasih^^

Selamat Membaca, ya. ❤

***

Tasya POV

Sekarang aku sudah resmi menjadi istri Mas Naufal, tetapi hatiku rasanya tidak bahagia. Lelaki itu sendiri terlihat gusar sekali. Bahkan Mas Naufal duduk di sofa dengan lesu. Aku melihat dirinya mengusap wajah dengan lelah dan mendesah keras. Lalu membanting berkas-berkas yang berada di atas meja. "Tasya?" panggilnya begitu melihat diriku. "Rapikan semua barang-barang. Kita akan pergi dari rumah ini nanti sore."

Aku menatap Mas Naufal dengan bingung. "Kenapa, Mas?" tanyaku.

"Rumah ini akan segera di sita." Lelaki itu sama sekali tidak menoleh ke arahku.

Rumah ini akan di sita? Apakah aku tidak salah dengar saat ini? Aku menggeleng-gelengkan kepala dengan tidak percaya. Aku mematung di tempat. Tidak percaya dengan apa yang aku dengar sekarang. "Kamu serius, Mas?"

Mas Naufal menatap diriku. Lalu dia menatapku dengan lembut. "Berkemaslah. Mas harus pergi menemui beberapa teman. Kamu harus banyak berdoa agar semuanya kembali membaik."

Mimpi buruk! Aku berharap ini semua bukan kenyataan. Aku tidak ingin kembali hidup susah seperti dulu. Oleh sebab itu, saat Mas Naufal pergi, aku pun memutuskan untuk meraih tas tangan. Tentu aku akan menemui Angkasa pagi ini. Itulah satu-satunya cara terbaik untuk tetap bisa hidup enak. Aku masih memiliki waktu beberapa jam lagi sampai Mas Naufal kembali ke rumah. Seraya membuka ponsel, aku melangkah keluar. Aku pun memesan taksi untuk pergi. Tidak lama kemudian, mobil biru pun datang dan aku segera masuk. Aku tidak akan lama berbicara dengan Angkasa nanti. Aku tidak ingin Mas Naufal curiga.

Kafe Jingga lumayan ramai saat aku sampai di sana. Angkasa ternyata sudah menunggu diriku. Dia bangkit berdiri dan menatapku dengan senyuman mengembang. "Gue pikir lo nggak akan datang," katanya seraya melipat kedua lengan di depan dada. Aku mendengkus pelan. Tidak suka melihat dirinya yang selalu angkuh dan sombong. "Ayo silakan duduk, sayang. Lo mau pesan apa?"

Aku menatap Angkasa, lalu membalas senyumnya. "Gue ke sini cuma ingin memastikan satu hal."

Saat itu, aku melihat senyum geli terukir di bibir Angkasa. Lalu lelaki itu menganggukkan kepala. "Oke, gue paham maksud lo, Tasya." Lalu, dia pun mengeluarkan semua kartu ATM-nya. Dan kunci mobil, serta dompet berisi banyak uang. "Masih kurang?" tanyanya seraya menatapku. "Setelah ini kita bisa pergi ke mal dan lo bisa membeli apa pun yang lo mau. Ingin mobil? Perhiasan?"

Aku memberanikan diri untuk bertanya kepada Angkasa. "Dari mana lo bisa mendapatkan semua itu? Lo  ... Angkasa yang gue kenal adalah lelaki yang hanya bisa menghamburkan uang."

Dia tertawa pelan sekarang. "Astaga, Tasya. Setiap orang bisa berubah. Dan gue  ... gue melakukan ini semua demi lo. Gue ingin lo kembali."

"Lo selalu membuat gue takut, Angkasa. Bahkan waktu itu  .... "

"Gue khilaf, Tasya." Angkasa meraih telapak tanganku, menggenggamnya dengan kuat. "Gue sayang banget sama lo dan gue ingin lo kembali. Tapi, lo malah mengusir gue dengan tidak sopan. Gue marah. Gue merasa terhina. Tetapi, akhirnya gue sadar kalau itu semua memang pantas untuk diterima. Gue memang bersalah."

Aku menatap Angkasa. Lalu,  ....

"Sekarang gue bisa memberikan apa pun yang lo inginkan, Tasya. Gue bahkan bisa menjanjikan kebahagiaan untuk lo."

Wounds in MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang