Sepuluh

1.7K 65 2
                                    

Wounds In Marriage
Bab Sepuluh

***

Tasya FOV

Suara bel yang berkali-kali dipencet membuatku sedikit menggerutu pelan. Siapa sih orang yang bertamu pagi-pagi begini? Namun, ketika menyadari mungkin saja itu Mas Naufal, aku segera melepaskan celemek yang melekat di tubuh dan mencuci telapak tangan. Aku melangkah tergesa menghampiri pintu dan mendapatkan sosok lelaki yang kini berdiri di depan mataku. Hal itu membuatku terkejut bukan main. Dia Angkasa, lelaki yang dulu pernah mengisi relung hatiku sebelum kemudian menghilang begitu saja setelah semuanya kuserahkan kepada dirinya. Ya, termasuk kehormatanku.

"Ngapain lo ke sini?" tanyaku dengan nada ketus. Dia masih sama seperti dulu, gagah tinggi dengan alis yang tebal itu. Namun, sekarang garis wajahnya jelas semakin tegas. Rahangnya mengeras dan ada sedikit rambut-rambut halus di sekitar bibir serta dagunya. Dia terlihat lebih dewasa. "Gue sekarang udah bahagia. Lo nggak perlu usik lagi hidup gue!" Nada suaraku meninggi.

Siapa yang tidak trauma dan sakit hati ketika mengetahui bahwa dirinya sedang hamil sementara lelaki yang merupakan ayah kandung biologis anaknya tidak mau bertanggungjawab dan menghilang begitu saja? Aku cukup terpuruk selama dua tahun lebih! Mengapa sekarang dengan mudahnya dia malah muncul di hadapanku! Sialan!

Namun, aku melihat Angkasa yang tersenyum tipis. "Gue nggak dipersilakan masuk dulu, nih?" tanyanya seraya melongok ke dalam apartemen yang kupunya. "Cakep juga ya tempat tinggal lo sekarang. Kerja apa? Jual diri?" Dia menatap diriku dengan remeh.

Rahangku mengeras mendengar ucapannya. Aku segera melayangkan pukulan yang sayangnya berhasil dia cegah. Angkasa mencekal pergelangan tanganku dengan senyum licik itu. Selalu, aku selalu kalah jika harus bersaing secara fisik dengannya. Bahkan juga jika harus bersaing dengan perasaan karena dia tidak memiliki hati! Aku memberontak sekuat tenaga, bahkan berusaha kerasa untuk menggigit tangan Angkasa, tetapi usahaku selalu sia-sia. Dia malah menarik diriku dengan cepat dan menutup pintu yang berada di belakangnya.

"Tasya, Tasya  ... lo masih aja sama kayak dulu, ya? Gampang banget emosi."

"Tutup mulut lo!" Aku ingin sekali meludah di depan wajahnya sekarang.

Angkasa tersenyum geli. Dia lalu menatap wajahku dengan intensif, membuatku memalingkan pandangan ke arah lain. Tetapi dengan cepat dia meraih kepalaku, membuat bola mata kami kembali bertemu. "Tapi lo terlihat semakin cantik sekarang," kata Angkasa seraya terus memperhatikan wajahku. Tentu saja sekarang aku cantik karena Mas Naufal selalu memenuhi kebutuhanku untuk merawat diri! Bukan seperti dirinya yang hanya ingin enak saja! Tiba-tiba Angkasa memajukan wajahnya menjadi lebih dekat hingga napasnya terasa membelaiku, membuat diriku memundurkan kepala. "Gue kangen, Sya, sama lo. Kemarin gue terus cari-cari lo tapi nggak pernah ketemu. Gue pengen jelasin semuanya. Waktu itu gue pergi bukan tanpa alasan. Ada sesuatu yang sangat penting yang harus gue selesaikan."

Tidak peduli lagi! Aku sungguh-sungguh tidak peduli dengan semua penjelasan yang keluar dari mulut penuh kebohongan itu! Tidak bisakah dia pergi saja sekarang? Aku sungguh muak sekali harus kembali melihat batang hidungnya! Lelaki brengsek!

"Gue minta maaf karena ninggalin lo gitu aja dalam keadaan terpuruk. Gue kalut, Sya. Sama sekali nggak nyangka kalau lo bakal hamil." Angkasa masih saja terus berbicara, membuat telingaku pegang saja. "Dan gue minta maaf banget waktu itu terpaksa menyuruh lo untuk aborsi anak kita. Keadaan keluarga gue lagi terhimpit. Ekonomi hancur. Bokap ketahuan korupsi."

Wounds in MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang