23. Rumah Ririn

1K 85 788
                                    

______🍃🍃🍃______

Galen menghela nafasnya pelan. Saat ini cowok dengan balutan hoodie putih dipadukan celana training bewarna hitam itu. Sedang berada dirumah Ririn.

Setelah berita yang mengejutkan dinihari tadi. Galen sempat sibuk bolak-balik antara rumahnya, hotel, dan rumah sakit. Sebelum akhirnya pihak rumah sakit mengizinkan jenazah Pak Leon dibawa pulang ke rumah duka.

"Tisunya qaqa?" Galen menyodorkan selembar tisu ke arah Ririn yang masih menangis tersedu-sedu. Bahkan gadis itu tidak mau keluar dari kamarnya. Saking tidak kuatnya melihat kepergian kakek kesayangannya.

"Udah jangan nangis terus. Kasian gue lama-lama liat lo nangis,"

Tangan Galen bergerak mengusap pipi gadis disampingnya yang sudah basah oleh air mata, dengan lembut.

"ABAHHHH!!!" teriaknya disela-sela isakannya yang tersendat-sendat.

"Heh berisik! Orang lain pada ngelayat lo malah teriak. Gue panggilin ustadz nih!" ancam Galen seraya melemparkan selembar tisu ke arah Ririn.

Dirumah Ririn saat ini masih banyak pelayat yang berdatangan. Sedangkan para sahabat Galen, ayahnya, dan adik-adik cowok Galen. Semua berada di pemakaman. Untuk menyiapkan peristirahatan terakhir Abah Leon.

"Neng Ririn ya ampun. Aa turut berduka cita ya Neng atas kepergian Abah eneng ke Rahmatullah. Udah ya neng, jangan nangis terus. Aa Hermes selalu ada buat neng Ririn,"

Galen tergelak saat cowok bernama Hermes itu datang secara tiba-tiba. Masuk ke dalam kamar Ririn. Dan langsung memeluk istrinya dengan erat.

"Bangsat bini gue, anjing!" batin Galen menjerit kesal.

"Lo siapa sih?! Daritadi nempelin mulu neng Ririn!" sungut Hermes. Menatap nyalang ke arah Galen.

"Penjual tisu qaq," Galen memperlihatkan sekotak tisu yang sedang dipegangnya. Dengan raut wajah ngajak tawuran.

"Yaudah sana jauh-jauh! Jangan deket-deket my future wife,"

"Funiture kali. Kayak dia mau aja sama cowok modelan jamet depan gang kayak lo,"

"Heh! Heh! Anak siapa lo berani ngomong gitu?! Lo tuh gak ada apa-apanya dibandingkan gue. Gak usah sok ya, dasar bocah bau kencur," Hermes membusungkan dadanya ke depan dengan raut wajah songong.

Galen memenye-menyekan bibirnya,"Beli kaca sonoh lo. Cakepan mah cakepan gue kali. Segala mau banding kekayaan lagi,"

"Yang penting gue tajir. Muka mah bisa di permak kalau ada duit,"

"Berarti duit lo sama duit gue, banyakan duit gue dong. Perawatan 200 rebu perhari aja songong banget lo! Mau banding saing sama perawatan gue?"

"Anak sok sultan mana lo? Gak usah sok kaya ya lo. Gue anak lurah di kompek rawa toke! Mau apa lo?" Hermes mengangkat dagunya angkuh. Dia yakin bocah bau kencur dihadapannya ini bukan tanding bagi anak lurah kayak dia.

"Mau minta sumbangan,"

"Dih. Dasar fakir miskin lo." Hermes mendelik sinis.

Tatapan cowok itu beralih ke arah Ririn,"Dia siapa sih neng? Eneng kenal?" tanyanya.

"Duh diem deh kalian berdua! Gak tahu apa gue lagi pusing!" Sentak Ririn menatap keduanya dengan tatapan tajam.

"Tuh lo diem!" sungut Hermes.

"Lo yang diem monyet dora!"

"KALIAN BERDUA YANG DIEM! Gak ada yang boleh ngomong selain gue! Gue lagi pusing! Lo berdua paham gak sih?!!"

GALENDRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang