A Bucket List (END)

716 75 11
                                    



Part 6

Krist tidak bisa menjawab pertanyaan Singto yang memintanya untuk menikah dengannya. Krist hanya bisa menangis. Sementara Singto masih berlutut di hadapan kekasihnya dan menunggu jawaban.

"Apa kamu gak akan menyesal? Apa ini cuma demi mewujudkan keinginanku?", tanya Krist dalam tangisnya.

"Gak... Ini kemauanku sendiri. Aku akan menyesal kalau gak pernah memintamu menikah denganku. Jadi apa jawabanmu?", Singto menatap Krist dengan was-was, seperti seseorang yang takut lamarannya akan ditolak. Singto tidak ingin Krist menolaknya karena alasan hidupnya sudah diambang hidup dan mati. Karena tidak ada yang tahu umur manusia.

"Ya.", jawab Krist yang sudah sesenggukan. "Aku mau."

Singto langsung tersenyum lebar. Ia memasangkan cincin yang dibawanya di jari manis Krist. Singto berdiri, ia mengusap lembut wajah orang yang dicintainya itu dan memeluknya.

"I love you so so much...", ujar Singto.

"I love you too.", jawab Krist sembari balas memeluk Singto dan memendam wajahnya di perut sang kekasih.

Beberapa hari kemudian, pernikahan Singto dan Krist dilakukan di kamar rumah sakit. Ibu Krist sudah tahu tentang keinginan Singto untuk menikahi Krist, jauh sebelum Singto melamar putranya. Ibu Krist hanya bisa menangis bahagia ketika melihat putranya tersenyum lebar di atas tempat tidurnya.

Singto dan Krist mengucapkan janji pernikahan satu sama lain dan disaksikan oleh ibu Krist, serta para suster di rumah sakit yang merawat Krist. Seseorang dari keluarga Singto yang hadir di pernikahan itu adalah bibinya—adik dari ibu Singto. Setelah berdebat dengan ayahnya, Singto putus kontak dengan ayahnya. Singto tak lagi bekerja menjadi direktur di perusahaan Ruangroj Electronics, tetapi bibinya sudah menawari pekerjaan di hotel milik keluarga pihak ibu Singto. Meskipun Singto menolaknya karena masih ingin berada di sisi kekasihnya hingga sembuh.

Setelah membacakan janji pernikahan, kini Krist dan Singto saling bertukar cincin pernikahan. Hanya sepasang cincin bertahtakan batu berlian yang melingkar di jari manis keduanya dan menjadi pengikat di antara mereka. Cincin itu menandakan bahwa mereka telah menjadi milik satu sama lain.

"I now pronounce you husbands.", ucap orang yang menikahkan keduanya. "You may kiss your husband." Sebuah pernikahan yang terjadi di kamar rumah sakit ternyata tidak seburuk itu. Suster-suster di rumah sakit benar-benar menjadi pemandu sorak yang baik ketika menyaksikan wedding kiss.

Malam pertama pasangan yang baru menikah tentunya adalah momen yang paling membahagiakan, tak terkecuali bagi Krist dan Singto yang baru saja menikah. Meskipun malam pertama mereka harus dilalui di dalam kamar rumah sakit. Semalaman penuh Singto hanya mendekap suaminya, karena mungkin bisa menjadi kali terakhir ia bisa memeluk suaminya. Keesokan harinya Krist telah dijadwalkan untuk operasi. Ya, Krist akhirnya memilih untuk melakukan operasi dengan harapan dirinya bisa sembuh meski kemungkinannya hanya setengah.

Krist tidur berhadapan dengan suaminya yang masih memeluknya. Ia melihat wajah tidur Singto yang terlihat sangat tenang. "Aku mencintaimu. Sangat mencintaimu. Kalau sampai aku gak bisa kembali ke sisimu, aku ingin kamu tetap bahagia.", ucap Krist berbisik, karena mengira suaminya tak dapat mendengarnya.

Singto mengeratkan dekapannya seolah-olah seperti gerakan dalam tidurnya. Ia menenggelamkan wajahnya di ceruk leher suaminya, merasakan kehangatan tubuh dan mencium aroma tubuh orang tercintanya. Ia tidak ingin saat itu menjadi yang terakhir. Tangan Krist memeluk balik Singto dan mengusap-usap punggung suaminya itu.

Esok harinya, suster datang dan bersiap untuk memindahkan tempat tidur Krist ke dalam ruang operasi. Singto tak melepaskan genggaman tangannya pada suaminya sembari mengikuti tempat tidur Krist yang telah didorong. Singto telah berjanji pada dirinya untuk tidak menangis ketika mengirim suaminya masuk ke ruang operasi.

SOULMATE [KristSingto One Shot FF]Where stories live. Discover now