Percakapannya dengan jaemin semalam ternyata sangat berefek pada pikiran jeno, tidurnya gak nyaman, bahkan sampai pagi pun jeno lebih banyak melamun, sibuk dengan isi pikirannya yang di penuhi oleh bayangan percakapannya bersama sang adik.
Setelah bersiap dengan segala perlengkapan sekolahnya jeno langsung turun untuk langsung ke ruang makan, pagi ini jeno tidak banyak bicara seperti biasanya, tidak membuat Donghae repot membangunkannya sampai mengomel karena jeno susah di bangunkan, agak aneh buat donghae tapi gapapa itu lebih bagus, karena Donghae juga sedang terburu-buru.
"Ngelamun aja sana sampai langit" cibir Donghae karena jeno malah melamun dan tidak menyentuh makanannya sama sekali.
"Aku kok gak laper ya pa?"
"Emang sarapan kudu nungguin laper dulu gitu?"
"Males makan pa"
Donghae mendelik lalu setelahnya menatap sang putra dengan mata memicing curiga "ada yang kamu sembunyiin kan?"
Jeno meringgis, anak itu buru buru menggeleng sambil mengambil sendoknya "apaan gak ada, lagi mikirin tugas persentasi aja nanti" bohongnya kemudian segera menyuapkan makanan nya.
Donghae sebenarnya tahu jeno lagi bohong, keliatan banget dari matanya lah, donghae kenal betul gimana putra sulungnya ini, tapi untuk kali ini donghae biarin aja karena merasa jeno juga sudah waktunya menyelesaikan masalahnya sendiri.
"Yaudah buruan, papa ada meeting sama klien"
Jeno ngangguk doang, setelah beberapa saat makanan pun ludes dan keduanya sama sama beranjak dari tempat duduk mereka, hanya meletakan piring bekas makan di wastafel untuk di cuci nanti malam.
Di dalam mobil, sudah sekitar setengah perjalanan, jeno lebih banyak diam, sibuk bergelut dengan pikirannya sendiri, menimang nimang untuk bicara pada papa atau nggak, sudah beberapa kali mangap buat bicara tapi batal karena ragu.
"Ngomong aja sih jen, jangan mangap mangap doang kayak ikan keluar dari air"
Dan ternyata donghae sadar sama kelakuan anaknya itu, jeno berdecak namun setelahnya ia memberanikan diri buat bicara.
"Papa tahu gak, dikelas aku ada adek?"
"Adek kamu? Jaemin?"
Jeno mengangguk setelahnya ia menatap papa, menunggu apakah papanya itu akan mengatakan sesuatu atau tidak. Tapi sudah beberapa detik, tidak ada satu kata pun yang terucap, malah kesannya papa menghindari tatapan dari jeno.
"Pa"
Donghae menghela nafas sejenak, tidak menyangka juga jeno akan membahas jaemin yang sejak dulu selalu ia hindari itu "tahu" katanya.
"Sejak awal aku masuk?"
"Iya"
Jeno mendelik, apaan dengan jawaban sang papa yang super singkat itu. Sementara papa, pria itu nampak biasa saja.
"Kok gak pernah bilang?"
"Emang harus gitu? Lagian papa cuma liat dia waktu turun dari bis"
Jeno menghela nafas cukup panjang, kemudian memalingkan wajah, ada kecewa saat dirinya mendengar jawaban papa yang seakan tidak peduli tentang adiknya. Jeno tahu, kesepakatan itu mungkin menjadi salah satu faktor kenapa papa bersikap demikian, namun apa gak bisa untuk sekarang lupakan kesepakatan konyol itu? Bagaimana mana pun status seorang anak dan ayah gak bisa di putuskan hanya dengan sebuah kesepakatan. Darah yang mengalir di tubuh adiknya masih darah yang sama yang mengalir di tubuhnya, yang artinya itu juga darah dari orang tua yang sama.
Cukup lama jeda yang jeno ambil, sebelum akhirnya ia kembali membuka suara.
"Selama ini aku hidup dengan baik, berkecukupan, itu berkat papa yang ngurus aku dengan baik. Aku juga yakin mungkin sebelumnya adek juga sama, sebelum kejadian itu merubah keadaan, hingga sekarang untuk makan saja dia harus kerja sendiri"
KAMU SEDANG MEMBACA
Psychometric • Jaemin (ft. Jeno Winter)
FanfictionIni tentang Jaemin, seorang remaja SMA dengan keahlian khususnya yang di sebut psychometric. Dengan indra perabanya, dia bisa melihat masa lalu seseorang hanya dari sebuah kontak fisik langsung. Ini tentang usahanya dalam mencari kebenaran, mengguna...